Baliho Ridwan Kamil, Ahmad Sahroni, dan Spekulasi Kandidat Gubernur Jakarta
Munculnya baliho bergambar Ridwan Kamil dan Ahmad Sahroni memantik spekulasi soal kandidat Pilkada DKI Jakarta.
Tangkapan layar foto baliho bergambar mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil yang diunggah akun @txtdaribandung di platform X pada Kamis (22/2/2024). Di baliho tersebut terlihat Ridwan Kamil seolah berpamitan pergi ke Jakarta.
Spekulasi bermunculan dari foto baliho bergambar Ridwan Kamil atau RK yang beredar di media sosial, kemarin. Bagaimana tidak? Dari foto baliho yang diunggah akun @txtdaribandung di platform X itu terlihat RK seolah berpamitan untuk pergi ke Jakarta. Pesan itu pun langsung ditafsirkan bahwa RK akan ke Jakarta untuk bersiap menghadapi Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Lagi jalan ke mana, Kang?” pertanyaan itu tertulis di bagian atas baliho.
Panggilan kang jelas merujuk pada sosok RK yang dalam baliho terlihat mengenakan baju kemeja kotak-kotak sambil membawa tas ransel. Pertanyaan itu pun dijawab RK dengan mengatakan, ”OTW Jakarta nih.”
Tak jelas apa maksud dari pesan di baliho itu. Namun, warganet langsung mengaitkannya sebagai sinyal mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar) itu akan bersiap menghadapi Pilkada DKI Jakarta. Spekulasi ini dapat langsung muncul karena RK pernah mengaku telah menerima dua surat penugasan dari partainya, Partai Golkar, November 2023.
Surat tugas yang diterima RK kala itu untuk maju di Pilkada DKI Jakarta dan Pilkada Jawa Barat. Namun, dengan waktu penyelenggaraan yang bersamaan di pengujung tahun ini, Golkar bersama RK harus memutuskan salah satunya.
Baca juga: Ridwan Kamil Pertimbangkan Maju Pilgub DKI Jakarta 2024
Spekulasi itu pun dibiarkan liar. Sejauh ini belum ada keterangan dari RK atas foto baliho yang viral di media sosial itu. Elite Golkar yang ditanyai perihal baliho itu pun tak menjawab dengan terang.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia hanya menjelaskan bahwa partai berlambang pohon beringin itu memang telah mendorong RK untuk menjadi calon gubernur, bisa di DKI Jakarta atau kembali ke Jabar.
”Bahkan, tiga bulan lalu, saat Golkar menerbitkan surat tugas kepada semua bakal calon kepala daerah, Saudara RK kami berikan dua surat tugas untuk di DKI Jakarta dan Jabar,” ujarnya, Jumat (23/2/2024).
Saat kembali ditanya ada tidaknya kaitan antara baliho yang beredar tersebut dan persiapan RK menghadapi Pilkada DKI Jakarta, Doli mengatakan, sepertinya minat RK memang lebih ke DKI Jakarta, alih-alih berkontestasi di Pilgub Jabar.
”Meski demikian, kami (Golkar) nanti akan melihat hasil-hasil surveinya (sebelum mengambil keputusan),” katanya.
Baca juga: Ridwan Kamil Jadi Pengerek Suara Golkar
Hal yang menarik, selang beberapa saat setelah baliho RK itu muncul, Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni ikut mengunggah gambar baliho yang juga memunculkan interpretasi bahwa dirinya akan maju di Pilkada DKI Jakarta melalui akunnya di Instagram. Pesan dalam gambar baliho itu berbunyi, ”Dari Tanjung Priok untuk Jakarta”.
Spekulasi semakin liar setelah RK merespons unggahan itu dengan berkata, ”Menyala Abangku.”
Sahroni kembali menjawab, ”My brother menyala semua ini Jakarta.”
Saat ditemui di Nasdem Tower, Jakarta, Kamis, Sahroni membantah foto baliho di Instagram-nya merupakan sinyal dirinya akan maju di Pilkada DKI Jakarta. Ia juga membantah unggahannya tersebut untuk membalas gambar baliho RK. Ia pun mengaku belum tahu akan maju atau tidak dalam pemilihan gubernur itu.
Hanya saja, Wakil Ketua Komisi III DPR ini menganggap jalannya bakal lebih mulus jika maju di Pilgub DKI Jakarta karena dia dari Jakarta. Ia pun berseloroh, jika pesaingnya RK, tak sulit untuk mengalahkannya. ”Kalau RK doang, mah, gampang, dah. Lawannya terlalu mudah,” ujar Sahroni sambil tersenyum.
Apakah betul RK atau Sahroni akan maju di Pilgub DKI Jakarta? Jelas waktu yang akan menjawabnya kelak.
Hal yang pasti, saat ini, di DPR, tengah bergulir pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Khusus Jakarta. Dalam RUU yang diinisiasi DPR itu, salah satunya diatur mengenai gubernur dan wakil gubernur ditunjuk, diangkat, dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usul DPRD.
Baca juga: Gubernur Jakarta Ditunjuk Presiden atas Usul DPRD, Demokrasi Pun Dinilai Dipreteli
Aturan ini mengubah klausul yang diatur dalam UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menyebut, pemilihan secara langsung oleh warga DKI. Agar terpilih, pasangan calon gubernur dan wakil gubernur harus memperoleh suara lebih dari 50 persen. Jika tidak, harus digelar putaran kedua pemilihan.
Ketua Panitia Kerja (Panja) DPR RUU DKJ Achmad Baidowi saat diwawancarai, awal Desember lalu, berkilah perubahan mekanisme pemilihan dalam RUU itu masih didasari usulan DPR. Panja belum mengetahui sikap pemerintah. Untuk itu, semua substansi RUU masih akan dibahas secara lebih detail dalam rapat bersama panja pemerintah nantinya.
Baca juga: Usulan Penunjukan Langsung Gubernur Jakarta Picu Kontroversi
Terkait klausul ”penunjukan, pengangkatan, dan pemberhentian gubernur memperhatikan usul atau pendapat DPRD”, Baidowi mengungkapkan, sebenarnya di awal memang ada keinginan untuk meniadakan pilkada dan langsung penunjukan gubernur oleh Presiden sehingga memberikan kekhususan kepada Jakarta dan membedakannya dengan daerah-daerah lain.
Hal itu didasarkan pada Pasal 18B UUD 1945, bahwa negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
Namun, Panja DPR menyadari ada konstitusi yang harus dihormati, yakni Pasal 18 Ayat (4) UUD 1945. Untuk menjembatani antara keinginan politik yang menginginkan kekhususan, yakni gubernur ditunjuk oleh Presiden, dan agar tidak juga melenceng dari konstitusi, jalan tengahnya adalah gubernur Jakarta diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan memperhatikan usulan atau pendapat dari DPRD.
Baidowi pun menuturkan perihal proses demokrasi. ”Jadi, DPRD akan bersidang, siapa nama-nama yang akan diusulkan. Itu proses demokrasinya di situ. Jadi, tidak sepenuhnya proses demokrasi hilang karena demokrasi itu tidak harus bermakna pemilihan langsung. Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi. Jadi, ketika DPRD mengusulkan, ya, itu proses demokrasinya. Karena itu, tidak semuanya hilang begitu saja,” tutur Baidowi.
Jadi, tidak sepenuhnya proses demokrasi hilang karena demokrasi itu tidak harus bermakna pemilihan langsung. Pemilihan tidak langsung juga bermakna demokrasi.
Jika memang kelak perubahan mekanisme pemilihan gubernur DKI Jakarta itu disetujui, berarti keterpilihan RK, Sahroni, atau siapa pun bisa jadi sangat tergantung pada penguasaan kursi di DPRD DKI Jakarta dari parpol pengusung calon gubernur/wakil gubernur. Dengan kata lain, hasil rekapitulasi suara Pemilihan Anggota DPRD DKI Jakarta 2024 yang prosesnya masih bergulir bakal menentukan. (APA)