Pemerintahan Jokowi Tinggal 7-8 Bulan, Orang Miskin Masih 26 Juta dan Kemiskinan Ekstrem 6 Juta Orang
Jumlah orang miskin ekstrem masih sekitar 6 juta, sedangkan populasi orang miskin masih 26 juta.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Meskipun tampak semangat saat memimpin rapat tingkat menteri di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (22/2/2024), hasil rapat ternyata masih belum menunjukkan capaian sebagaimana diharapkan oleh Wakil Presiden Ma’ruf Amin. Seusai rapat yang berlangsung sekitar 1 jam, Wapres menyebut capaian target penanggulangan kemiskinan belum bisa memenuhi target 7,5 persen pada 2024. Adapun target pengentasan rakyat dari kemiskinan ekstrem nol persen pada tahun 2024 dipastikan juga tak bisa terpenuhi seperti diharapkan.
Berdasarkan penghitungan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2023, angka kemiskinan nasional masih mencapai 9,36 persen, sementara target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 sebesar 6,5-7,5 persen. ”Ini artinya masih kurang 2 persen lebih,” ujar Wapres Amin seusai memimpin rapat tingkat menteri terkait perkembangan pelaksanaan program percepatan penanggulangan kemiskinan di Istana Wapres.
Rapat tingkat menteri, antara lain, dihadiri Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, Menteri Sosial Tri Rismaharini, serta Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki.
Muhadjir menegaskan tidak terlalu optimistis pemerintah bisa mencapai target kemiskinan 7,5 persen dan kemiskinan ekstrem nol persen pada 2024. ”Karena berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, penurunan kemiskinan itu hanya 0,3 sampai 0,5 (persen), 0,3 paling tinggi, ya,” ucap Muhadjir.
Ini artinya masih kurang 2 persen lebih.
Oleh karena itu, target kemiskinan 7,5 persen pada 2024 dipastikan bakal tidak tercapai. ”Ya itu, kemungkinan besar tidak akan tercapai kalau targetnya 7,5 (persen). Sekarang posisinya masih 9,3 (persen). Beda dengan kemiskinan ekstrem, kemiskinan ekstrem itu sekarang posisinya sudah 1,12 (persen). Ada penurunan sampai 0,90 persen pada tahun 2022-2023,” kata Muhadjir.
Demikian pula target kemiskinan ekstrem dipastikan tak bisa sepenuhnya bisa mencapai nol persen. Walakin, pemerintah masih berupaya setidaknya bisa mencapai di bawah 0,5 persen. Program penanggulangan kemiskinan ekstrem merupakan salah satu program prioritas Pemerintah Indonesia.
Target nol persen kemiskinan ekstrem sulit dicapai karena populasi orang miskin ekstrem tercatat masih sekitar 6 juta orang, sedangkan populasi orang miskin sebanyak 26 juta orang.
”Karena itu, tahun 2024 ini untuk kemiskinan ekstrem kita harapkan bisa walaupun tidak nol benar, nol persis saya kira tidak mungkin. Paling tidak di bawah 0,5 persen menjadi target kita,” ujar Muhadjir.
Target nol persen kemiskinan ekstrem sulit dicapai karena populasi orang miskin ekstrem tercatat masih sekitar 6 juta orang, sedangkan populasi orang miskin sebanyak 26 juta orang. ”Jadi, nilai angka absolut kemiskinannya masih sangat besar,” ucapnya.
Partikularistik
Selain itu, sebaran faktor-faktor penyebab kemiskinannya juga sangat bervariasi. ”Karena bervariasi sekali, maka tidak bisa satu aturan digunakan untuk semua. Jadi harus ada pendekatan partikularistik,” kata Muhadjir.
Pendekatan partikularistik merupakan pendekatan yang berawal dari sesuatu yang terbatas, kemudian ditarik kesimpulan yang lebih luas dan umum. Wapres kemudian mendorong agar para menteri mempunyai strategi khusus agar target pencapaian penanggulangan kemiskinan bisa tercapai.
Waktunya tidak panjang lagi. Karena itu, kita perlu ada kebijakan-kebijakan khusus di kementerian/lembaga dan juga pemerintah daerah dan dukungan nonpemerintah untuk mencapai 7,5 persen pada 2024.
Apalagi, masa pemerintahan Kabinet Indonesia Maju hanya tersisa 7-8 bulan. ”Waktunya tidak panjang lagi. Karena itu, kita perlu ada kebijakan-kebijakan khusus di kementerian/lembaga dan juga pemerintah daerah dan dukungan nonpemerintah untuk mencapai 7,5 persen pada 2024,” tambah Wapres.
Wapres menegaskan, sejak lima tahun terakhir, pemerintah telah melakukan berbagai upaya penanggulangan kemiskinan. Upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah, antara lain, melalui perluasan bantuan sosial serta inovasi program peningkatan pendapatan melalui kebijakan pasar tenaga kerja.
Selain itu, juga mobilisasi perlindungan sosial pada masa pandemi Covid-19 hingga mempertahankan angka kemiskinan di bawah 10 persen. Namun, Wapres menegaskan masih ada tantangan seperti ketepatan jumlah dan waktu penyaluran. Pemerintah juga perlu memastikan komplementaritas program bagi kelompok tingkat kesejahteraan 25 persen terbawah.
Penataan kembali
Menurut Muhadjir, Wapres memberikan beberapa catatan, salah satunya agar ada penataan kembali kebijakan penganggaran dalam penanganan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem. Hal ini termasuk perlunya mempertegas definisi antara perlindungan sosial dan bantuan sosial. Kedua program tersebut sebenarnya berbeda, tetapi sering dicampuradukkan.
Perlindungan sosial mencakup salah satu di dalamnya adalah bantuan sosial. Namun, tidak semua perlindungan sosial adalah bantuan sosial. Mengutip Menteri Keuangan, Muhadjir menyampaikan, program perlindungan sosial pada tahun 2024 akan naik menjadi Rp 490 triliun. Namun, kenaikan ini bukanlah bantuan sosial.
Wapres memberikan beberapa catatan, salah satunya agar ada penataan kembali kebijakan penganggaran dalam penanganan kemiskinan dan kemiskinan ekstrem.
Anggaran bantuan sosial di Kementerian Sosial sebesar Rp 97 triliun. ”Mungkin akan ada penambahan-penambahan dari lembaga-kementerian yang lain, misalkan dari ketahanan pangan, itu paling tinggi Rp 190 triliun. Jadi tidak Rp 490 triliun seperti yang dipahami itu. Itu perlinsos (perlindungan sosial),” ucapnya.
Bantalan penyangga
Perlindungan sosial tidak melulu ditujukan bagi masyarakat miskin. Wujud perlindungan sosial, antara lain, berupa subsidi bahan bakar minyak, subsidi elpiji, subsidi listrik, subsidi pupuk, termasuk subsidi untuk bunga kredit usaha rakyat (KUR).
Pak Wapres meminta supaya ada penajaman kebijakan penanganan penanggulangan kemiskinan ini.
”Jangan sampai ada rekan-rekan wartawan menyampaikan anggaran Rp 490 triliun untuk menangani orang miskin kok kemiskinannya tidak turun-turun, bukan itu. Jadi karena itu tadi Pak Wapres meminta supaya ada penajaman kebijakan penanganan penanggulangan kemiskinan ini,” tambahnya.
Dalam praktik di lapangan, Muhadjir menegaskan perlu ada penataan, terutama masalah koordinasi serta perubahan-perubahan aturan. Dengan demikian, anggaran-anggaran di kementerian/lembaga bisa diakses untuk digunakan masyarakat miskin. Kementerian Sosial, misalnya, Muhadjir menyebut bahwa bantuan uang tunai lebih bagus dikonversi berupa alat produksi.
Saat ini, sebanyak 75 kabupaten/kota mengalami peningkatan kemiskinan ekstrem, sedangkan 7 kabupaten/kota justru stagnan. Sisanya, mengalami penurunan. Provinsi dengan kemiskinan ekstrem terbanyak didominasi wilayah Indonesia timur. Salah satu hipotesis penyebabnya adalah kebijakan penganggaran yang pukul rata, tanpa memperhitungkan tingkat kemahalan biaya hidup satu daerah dengan daerah lainnya seperti di Jawa dan Papua.
Seiring tekanan inflasi yang makin meningkat, pemerintah, antara lain, akan melakukan intervensi kebijakan yang diharapkan ikut mempercepat penurunan kemiskinan, termasuk penghapusan kemiskinan ekstrem. ”Sekarang kita keluarkan cadangan pangan pemerintah kan beras ya, terutama untuk keluarga miskin yang secara peringkat itu mulai desil 1 sampai desil 4 yang sasarannya 22,4 juta keluarga penerima manfaat. Dengan begitu, kita harapkan ada semacam bantalan penyangga,” ujarnya.