Timbulkan Kegaduhan, PDI-P dan Nasdem Minta KPU Hentikan Sirekap
PDI-P dan Nasdem menolak penggunaan Sirekap dalam penghitungan perolehan suara pemilu di semua jenjang tingkatan.
Oleh
IQBAL BASYARI, HIDAYAT SALAM
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan dan Partai Nasdem menolak penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi atau Sirekap dalam proses rekapitulasi penghitungan perolehan suara hasil pemilu di semua jenjang tingkatan. Kedua partai politik peserta Pemilu 2024 itu menilai, data penghitungan suara di Sirekap tidak akurat sehingga menimbulkan kegaduhan publik.
Penolakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) terhadap penggunaan Sirekap disampaikan melalui surat tertulis kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, Selasa (20/2/2024). Surat pernyataan penolakan bernomor 2599/EX/DPP/II/2024 itu ditandatangani Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto dan Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P Bambang Wuryanto.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Menurut PDI-P, Sirekap telah gagal menjadi alat bantu dalam proses rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat kecamatan. Masalah hasil penghitungan perolehan suara pada Sirekap bahkan diikuti dengan perintah dari KPU RI kepada KPU kabupaten/kota untuk menunda proses rekapitulasi di tingkat kecamatan pada 18-19 Februari 2024.
Oleh karena itu, PDI-P secara tegas menolak penggunaan Sirekap dalam proses rekapitulasi penghitungan perolehan suara hasil Pemilu 2024 di semua jenjang tingkatan pleno. PDI-P juga meminta audit forensik digital atas penggunaan Sirekap dan membuka hasil audit tersebut kepada masyarakat sebagai bentuk pertanggungjawaban KPU dalam penyelenggaraan pemilu.
Di sisi lain, PDI-P menolak keputusan KPU yang menunda tahap rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat kecamatan. Penundaan selama dua hari tersebut telah membuka celah kecurangan serta melanggar asas kepastian hukum, efektivitas-efisiensi, dan akuntabilitas penyelenggaraan pemilu.
PDI-P menilai tidak perlu terjadi penundaan tahap rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara di tingkat kecamatan. Hal ini disebabkan tidak terdapat situasi kegentingan yang memaksa atau tidak terdapat kondisi darurat.
Kegagalan Sirekap dalam mengonversi data hasil penghitungan suara di tempat pemungutan suara (TPS) dengan proses rekapitulasi di tingkat kecamatan adalah dua hal yang berbeda. Dengan demikian, penundaan rekapitulasi penghitungan suara di tingkat kecamatan akibat kendala Sirekap menjadi tidak relevan.
”Masalah kegagalan Sirekap sebagai alat bantu harus segera ditindaklanjuti dengan mengembalikan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara manual berdasarkan sertifikat hasil penghitungan suara atau formulir C.Hasil,” demikian salah satu petikan dalam surat pernyataan penolakan dari PDI-P.
Secara terpisah, Bendahara Umum Partai Nasdem Ahmad Sahroni saat dihubungi Rabu (21/2/2024) mengatakan, sampai hari ini, data yang diunggah ke Sirekap tidak akurat dan malah menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Menurut dia, masih wajar jika kesalahan pada sistem hanya selisih 10-30 suara. Namun, data Sirekap yang masuk justru puluhan kali lipat kesalahannya. Apalagi, kesalahan ini cenderung menguntungkan pihak tertentu.
”Kami ini politisi selalu sportif. Kalah, ya, kalah, menang, ya, menang. Tapi, kalau sudah kacau begini, yang kasihan rakyat,” kata Sahroni.
Senada dengan PDI-P, ia juga meminta KPU menghentikan Sirekap. KPU harus transparan dan sistem tersebut harus dibuka serta diaudit oleh lembaga independen yang disaksikan semua pihak. Langkah tersebut dapat meninggalkan kesan baik bagi semua pihak.
Masalah kegagalan Sirekap sebagai alat bantu harus segera ditindaklanjuti dengan mengembalikan proses rekapitulasi hasil penghitungan suara manual berdasarkan sertifikat hasil penghitungan suara.
Sahroni menuturkan, akurasi dan validitas rekapitulasi suara harus terjamin. Jangan sampai proses rekapitulasi justru menimbulkan tanda tanya dan keraguan publik.
”Sembari menunggu hasil resmi berdasarkan hasil rekap berjenjang dan manual, KPU tidak memublikasikan hasil di Sirekap yang berbeda dan banyaknya temuan kesalahan sistem tersebut,” ujar Sahroni yang juga calon anggota legislatif DPR dari Dapil III DKI Jakarta.