Tersangka Kasus Timah Bertambah, Kerugian Negara Capai Puluhan Triliun Rupiah
Kejaksaan tetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi di wilayah penambangan PT Timah.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan Agung kembali menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah izin usaha pertambangan atau IUP PT Timah Tbk tahun 2015-2022, dua di antaranya adalah bekas Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT Timah Tbk. Dari penyidikan yang sudah berjalan sampai saat ini, penyidik semakin yakin kerugian yang ditimbulkan dari kegiatan ilegal tersebut mencapai puluhan triliun rupiah.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Kuntadi menyampaikan, penyidik menetapkan lima orang yang sebelumnya berstatus sebagai saksi menjadi tersangka. Penetapan tersebut dilakukan setelah pemeriksaan para saksi dan adanya alat bukti yang cukup.
”Perbuatan para tersangka mengakibatkan kerugian keuangan negara yang dalam penghitungannya melebihi kerugian negara dari perkara korupsi lain, seperti PT Asabri dan Duta Palma Group,” kata Kuntadi dalam keterangan pers daring, Jumat (16/2/2024).
Dalam kasus PT Asabri, kerugian negara Rp 22,7 triliun. Sementara dalam kasus lahan sawit Duta Palma Group, kerugian negara dan kerugian perekonomian negara mencapai Rp 78,8 triliun.
Kelima tersangka tersebut adalah MRPT alias RZ selaku Direktur Utama PT Timah Tbk tahun 2016-2021; EE alias EML selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk tahun 2017-2018; SG alias AW selaku pengusaha tambang di Kota Pangkal Pinang, Kepulauan Bangka Belitung; MBG selaku pengusaha tambang di Kota Pangkal Pinang; serta HT alias ASN selaku Direktur Utama CV VIP. CV VIP merupakan perusahaan milik Tamron alias Aon, sosok yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka pada kasus yang sama.
Kuntadi menuturkan, MRPT alias RZ dan EE alias EML adalah pihak yang menandatangani perjanjian dengan tersangka SG alias AW dan MBG untuk penyewaan alat peleburan timah. Kemudian, AG alias AW memerintahkan MBG untuk mengumpulkan biji timah yang diperoleh secara ilegal dari wilayah IUP PT Timah Tbk dengan persetujuan PT Timah Tbk. Timah tersebut lantas dijual kepada PT Timah Tbk.
Bijih timah tersebut dikumpulkan di perusahaan boneka yang dikendalikan MBG, yakni CV Bangka Jaya Abadi dan CV Rajawali Total Persada. Agar kegiatan perusahaan tersebut menjadi legal, PT Timah Tbk mengeluarkan surat perintah kerja borongan pengangkutan sisa hasil pengolahan (SHP) mineral timah.
Pada kurun waktu 2019-2022, PT Timah Tbk mengeluarkan biaya pelogaman sebanyak Rp 975,5 miliar. Sementara uang yang dikeluarkan PT Timah Tbk untuk membayar biji timah tersebut adalah Rp 1,7 triliun. Keuntungan atas transaksi pembelian biji timah tersebut diduga dinikmati tersangka MBG dan SG alias AW.
Di sisi lain, kata Kuntadi, tersangka MBG atas persetujuan AG dan AW juga mengakomodasi penambang timah ilegal yang menambang di wilayah IUP PT Timah Tbk. Hasil penambangan tersebut dikirim ke smelter milik SG alias AW. Selain kerugian keuangan, terdapat pula kerugian berupa kerusakan lingkungan akibat penambangan ilegal.
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menambahkan, untuk kepentingan penyidikan, kelima tersangka tersebut langsung ditahan oleh penyidik. Tersangka MRPT alias RZ, HT alias ASN, dan MBG ditahan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Jakarta Pusat. Sementara tersangka SG ditahan di Rutan Kejaksaan Agung dan tersangka EE alias EML di Rutan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung telah menetapkan Tamron alias Aon dan Achmad Albani sebagai tersangka dalam kasus tersebut Tamron merupakan beneficial ownership CV VIP dan PT MCM, sementara Achmad selaku Manajer Operasional Tambang CV VIP dan PT MCM.