Jaksa Agung perintahkan jajarannya untuk segera menangkap para buron, termasuk terpidana kasus korupsi.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin memerintahkan jajarannya untuk segera menangkap atau mengeksekusi orang yang masuk dalam daftar pencarian orang atau DPO Kejaksaan, termasuk para buron kasus korupsi. Hal itu dianggap penting untuk memberikan kepastian hukum.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana pada Jumat (16/2/2024) mengatakan, Kejaksaan Agung memiliki program tangkap buron atau tabur. ”Melalui program Tabur, Jaksa Agung meminta jajarannya untuk memonitor dan segera menangkap buron yang masih berkeliaran,” kata Ketut dalam keterangan pers.
Terakhir, hari ini tim Tabur Kejagung menangkap seorang buron yang juga merupakan terpidana kasus korupsi dan pencucian uang yang merugikan keuangan negara Rp 1,2 miliar bernama Yusri. Yusri ditangkap di Kabupaten Kampar, Riau. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2170 K/Pid.Sus/2013 tanggal 17 Februari 2013, Yusri dijatuhi pidana 15 tahun penjara dan membayar denda sebesar Rp 5 miliar.
Melalui program Tabur, Jaksa Agung meminta jajarannya untuk memonitor dan segera menangkap buron yang masih berkeliaran.
Sehari sebelumnya, pada Kamis (15/2/2024), tim Tabur Kejaksaan menangkap seorang narapidana kasus korupsi bernama Suradi. Berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya Nomor: 12/Pid.Sus-TPK/2017/PN.Sby tanggal 8 Juni 2017, Suradi dihukum 13 tahun penjara, didenda Rp 500 juta, dan dipidana membayar uang pengganti sebesar Rp 10,3 miliar.
Buron yang masuk DPO Kejaksaan Tinggi Jawa Timur tersebut baru ditangkap setelah lebih dari enam tahun putusan itu keluar. Suradi ditangkap di Kota Bogor tanpa perlawanan. ”Selanjutnya, terpidana dibawa ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk kemudian dilakukan serah terima kepada tim jaksa eksekutor Kejaksaan Negeri Surabaya,” ujar Ketut.
Sejak 2019 sampai akhir November 2023, Tim Tabur Kejagung menangkap 629 buron yang masuk dalam DPO kejaksaan. Sepanjang Januari-November 2023, kejaksaan menangkap 133 orang. Sementara sejak Desember 2023 sampai Februari 2024, Kejagung tercatat menangkap 10 buron. Namun, Ketut tidak merinci total jumlah buron kejaksaan yang hingga kini belum ditangkap.
Menurut Ketut, terhadap para buron yang juga merupakan terpidana dari berbagai kasus tersebut, kejaksaan akan segera melakukan eksekusi demi kepastian hukum. ”Jaksa Agung mengimbau kepada seluruh buron dalam daftar pencarian orang kejaksaan untuk segera menyerahkan diri dan mempertanggung-jawabkan perbuatannya karena tidak ada tempat bersembunyi yang aman,” ujarnya.
Secara terpisah, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, berpandangan, peristiwa terpidana korupsi yang dijebloskan ke penjara lama setelah putusan berkekuatan hukum tetap cukup sering terjadi. Mereka biasanya melarikan diri dan bersembunyi karena memiliki sumber daya sehingga aparat kejaksaan kesulitan untuk mengeksekusi putusan.
Untuk mengatasi hal itu, kata Zaenur, aparat penegak hukum, termasuk kejaksaan, diharapkan sudah lebih dulu membuat penilaian, apakah tersangka atau terdakwa itu berpotensi melarikan diri. Jika memang berisiko tinggi, mestinya orang tersebut ditahan sedari awal.
Setelah tiga tahun dinyatakan buron, Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen Krishna Murti menyebut Harun Masiku terdeteksi berada di Indonesia. Hal ini diungkapkan Irjen Krishna seusai bertemu pimpinan KPK di Gedung Merah Putih, Senin (7/8/2023).
Sementara untuk terpidana yang sudah divonis penjara, putusan terhadap yang bersangkutan harus segera dieksekusi. Jika yang bersangkutan melarikan diri sebelum menjalani hukuman, aparat kejaksaan dapat bekerja sama dengan fungsi intelijen dari lembaga atau penegak hukum lain.
”Sebab, ujung dari proses penegakan hukum pidana itu eksekusi itu menjadi bagian penting. Eksekusi menjadi bagian untuk memasyarakatkan terpidana agar siap kembali ke masyarakat,” ujarnya.