KPK Duga Dana Hasil Potongan Insentif Pegawai Sebagian untuk Bupati Sidoarjo
KPK akan memanggil Bupati dan Kepala BPPD Sidoarjo terkait kasus dugaan pemotongan insentif pegawai BPPD Sidoarjo.
Oleh
DEFRI WERDIONO, PRAYOGI DWI SULISTYO, RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dana hasil pemotongan insentif dari pegawai di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, diduga sebagian digunakan untuk kebutuhan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali dan Kepala BPPD Ari Suryono. Oleh karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi akan memeriksa keduanya untuk klarifikasi.
Dalam jumpa pers, Senin (29/1/2024), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan penetapan Kepala Subbagian Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo Siska Wati sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pemotongan dan penerimaan uang kepada pegawai di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo. Sebelumnya, Siska ditangkap bersama 10 orang lain dalam operasi tangkap tangan pada 24 Januari 2024. Namun, hanya Siska yang ditetapkan sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dalam jumpa pers di Gedung KPK, Senin (29/1/2024), mengatakan, dalam penangkapan itu, penyidik KPK menyita uang tunai Rp 69,9 juta dari dugaan pemotongan dan penerimaan uang Rp 2,7 miliar pada 2023.
Menurut dia, tersangka memotong jasa upah pungut pajak dan retribusi daerah. Uang hasil pemotongan kemudian dikumpulkan oleh yang bersangkutan untuk selanjutnya digunakan oleh Kepala BPPD Sidoarjo dan Bupati Sidoarjo. Terkait hal itu, pihaknya akan memanggil Bupati dan Kepala BPPD Sidoarjo guna dimintai klarifikasi terkait kasus dugaan korupsi ini.
”Apakah Bupati atau Kepala BPPD akan diperiksa dan dijadikan pihak yang bertanggung jawab secara pidana? Sekali lagi kami sedang mendalami dan terus berusaha memanggil yang bersangkutan untuk kami klarifikasi. Pada hari-H (operasi tangkap tangan/OTT) itu sebenarnya kami juga sudah langsung simultan untuk menemukan yang bersangkutan,” kata Ghufron.
Menurut Ghufron, permintaan pemotongan dana insentif disampaikan secara lisan dan Siska melarang pegawai membahasnya melalui perangkat percakapan (Whatsapp). Besar potongan 10-30 persen sesuai besaran insentif yang diterima. Penyerahan dilakukan tunai dan dikoordinasi oleh setiap bendahara yang ditunjuk yang ada di tiga bidang pajak dan sekretariat daerah.
Tahun 2023 Siska mampu mengumpulkan insentif dari para pegawai senilai Rp 2,7 miliar. Uang Rp 69,9 juta menjadi bukti awal dan pintu masuk untuk pendalaman lebih lanjut. Total pendapatan pajak Sidoarjo selama 2023 mencapai Rp 1,3 triliun.
”Jasa insentif cair empat kali per tahun. Nilai yang di-OTT (Rp 69,9 juta) itu triwulan terakhir 2023 yang ditangkap pada Januari. Yang lain sudah dibelanjakan. Praktik seperti ini, pemotongan dana insentif pajak yang menjadi hak pegawai, dilakukan sejak 2021. KPK masih mendalami apakah juga sudah dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya,” kata Gufron.
Hingga Senin (29/1/2024) malam, belum ada pernyataan dari Ahmad Muhdlor Ali terkait keterangan yang disampaikan KPK. Namun, pada Sabtu (27/1/2024), di sela kunjungan kerja di SMP Negeri 2 Tanggulangin, Muhdlor mengatakan menghormati sepenuhnya proses hukum yang saat ini tengah dilakukan penyidik KPK. Pihaknya juga memiliki komitmen kuat membantu proses hukum itu sesuai ketentuan perundangan.
”Kami atas nama Pemerintah Kabupaten Sidoarjo punya komitmen yang kuat dan percaya KPK akan menjalankan tugasnya dengan baik. Pemda menghargai dan menghormati semua proses hukum yang sedang berjalan,” ujarnya.
Muhdlor menambahkan, pihaknya mendukung upaya KPK memberantas korupsi di wilayahnya karena sangat merugikan masyarakat. Dia juga percaya, KPK akan bekerja secara transparan, profesional, dan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
Pungutan liar
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menilai apa yang terjadi di Sidoarjo sebagai pungutan liar (pungli). Kasus pungli dalam pemotongan dana insentif, kata dia, terjadi di banyak daerah. Namun, biasanya nilai potongannya tidak besar dan dalihnya bermacam-macam.
”Misalnya, karena ada yang tidak mendapat insentif lalu yang dapat dipotong agar nanti diratakan. Ada juga yang insentif itu dipotong dan dananya untuk pejabat. Itu semua tetap sebagai pelanggaran hukum. Apalagi jika pemotongan itu diperuntukkan bagi kepentingan pejabat. Itu jelas-jelas pungutan liar yang merugikan pegawai,” katanya.
Menurut dia, penanganan perkara itu oleh KPK menjadi momentum untuk melakukan perubahan dan menunjukkan setiap ada pungli harus dilawan dengan cara melaporkan ke KPK. KPK punya whistleblower system bagi para pegawai yang melapor.
Zaenur menuturkan, KPK wajib menelusuri dugaan keterlibatan kepala daerah karena sejauh ini yang jadi tersangka baru pejabat tingkat rendah. Kalau hanya menjerat Siska Wati, Zaenur menyarankan agar KPK melimpahkan ke kepolisian lantaran terlalu kecil.
”Namun, jika KPK punya komitmen, kasus ini harus dikembangkan pada pemimpin tertinggi di Sidoarjo. KPK harus melihat ada atau tidak keterlibatan Bupati Sidoarjo. Toh, ketika OTT KPK sempat mengamankan orang-orang di sekitarnya. Itu satu indikasi bahwa KPK harus mendalami keterkaitan bupati dalam kasus pemotongan insentif ini.