Jaksa Agung Banding Putusan PTUN tentang Jaksa Pensiun
Kuasa hukum para jaksa yang dipensiunkan menyayangkan langkah Jaksa Agung.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Jaksa Agung memutuskan banding atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN Jakarta yang memerintahkan Jaksa Agung mengaktifkan kembali para jaksa yang dipensiunkan sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi No 70/PUU-XX/2022 dan Putusan MK No 37/PUU-XXI/2023. Para jaksa yang dipensiunkan bersiap untuk membuat surat permohonan kepada Jaksa Agung agar segera melaksanakan putusan tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Senin (29/1/2024), membenarkan bahwa Jaksa Agung sebagai pihak tergugat mengajukan banding terhadap perkara Nomor 346 Tahun 2023 tentang gugatan peristiwa melanggar hukum yang diajukan para jaksa yang dipensiunkan setelah pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. ”Ya, benar,” kata Ketut.
Sebelumya, PTUN Jakarta dalam amar putusan terhadap perkara nomor 346 memutus mengabulkan seluruh gugatan pihak penggugat. Gugatan diajukan oleh sejumlah jaksa terhadap keputusan Jaksa Agung yang hanya mengaktifkan 25 dari total 142 jaksa yang dipensiunkan karena pemberlakuan UU No 11/2021 tentang Kejaksaan.
Para jaksa yang tidak diaktifkan kemudian mengajukan gugatan perbuatan melanggar hukum (onrechtmatige overheidsdaad)berupa perbuatan tidak bertindak (omision) Jaksa Agung. Pada perkara itu, Jaksa Agung dianggap tidak melaksanakan Putusan Mahkamah Konstitusi No 70/PUU-XX/2022 yang kemudian ditegaskan oleh Putusan MK 37/PUU-XXI/2023 yang pada intinya menyatakan bahwa tidak hanya 25 jaksa yang diaktifkan, tetapi juga 116 jaksa lain. Adapun satu jaksa lain sudah meninggal.
Terhadap banding Jaksa Agung tersebut, kuasa hukum penggugat, Viktor Santoso Tandiasa menyayangkan langkah hukum tersebut. Hal itu mengharuskan pihaknya untuk mengikuti proses banding yang memakan waktu, sementara yang diharapkan penggugat adalah Jaksa Agung memulihkan hak mereka sebagai jaksa.
”Alangkah lebih bijak apabila Jaksa Agung tidak banding karena sudah ada keputusan MK,” kata Viktor.
Meski demikian, ia mempertanyakan keseriusan pengajuan banding Jaksa Agung. Dari aplikasi e-court yang bisa diakses para pihak yang berperkara, Viktor menyebut, Jaksa Agung tidak memasukkan memori banding sebagaimana prosedur dalam proses banding.
Hal itu, kata Viktor, ibarat mengirimkan amplop surat tetapi di dalamnya tidak ada isinya. Memang pada prinsipnya tidak ada kewajiban untuk memasukan memori banding apabila pihak yang kalah mengajukan permohonan banding. Namun, secara psikologis, hal itu biasanya dilakukan sebagai bentuk untuk mengulur waktu. Sikap tersebut dinilai tidak sepatutnya dilakukan seorang Jaksa Agung.
”Masalahnya, dalam perkara ini terdapat nasib banyak jaksa sudah mengabdi puluhan tahun dan di akhir pengabdiannya jadi harus mengalami penderitaan karena menghadapi tagihan utang yang begitu besar dan semakin membengkak,” terangnya.
Dengan diajukannya banding tersebut, pihak penggugat harus menunggu putusan banding. Proses tersebut tetap harus dijalani walaupun memori banding tidak dimasukkan sehingga seharusnya Pengadilan Tinggi PTUN DKI Jakarta menolak permohonan banding tersebut karena tidak terdapat alasan hukum dari pihak pembanding melakukan banding.
Ketika ditunjukkan tangkapan layar aplikasi e-court yang menunjukkan tulisan peringatan bahwa batas akhir memasukkan memori banding dari pembanding adalah pada 26 Januari 2024, Ketut membantah bahwa Jaksa Agung tidak memasukkan memori untuk menindaklanjuti pengajuan banding tersebut. Menurut Ketut, ketika mengajukan banding, pihaknya selalu menindaklanjuti dengan mengajukan memori banding. ”Tidak benar. Itu informasi dari mana,v ujar Ketut.
Ketut memastikan, pihaknya selalu menaati proses hukum beserta prosedurnya. Kejaksaan, lanjutnya, juga selalu menghormati setiap putusan pengadilan apa pun bentuk putusannya.
Mengajukan surat
Menindaklanjuti putusan PTUN Jakarta tersebut, menurut Viktor, pihak penggugat akan berkirim surat kepada Jaksa Agung. Isi suratnya adalah mengajukan permohonan kepada Jaksa Agung agar segera melaksanakan putusan tersebut, yakni memulihkan hak mereka sebagai jaksa.
Selain itu, sekitar 60 orang jaksa yang telah dipensiunkan tersebut juga berencana untuk mengajukan lagi gugatan perbuatan melawan hukum terhadap Jaksa Agung. Gugatan tersebut sama persis sebagaimana gugatan nomor 346 yang telah diajukan dan diputus oleh PTUN Jakarta.