MK: Pemberlakuan Aturan Pensiun Jaksa 60 Tahun Ditunda hingga Lima Tahun
MK memutuskan percepatan usia pensiun jaksa menjadi 60 tahun ditunda berlakunya hingga lima tahun ke depan. Pertimbangannya, perlu waktu yang cukup agar pelaksanaan aturan peraturan peralihan bisa dilakukan seimbang.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perubahan usia pensiun jaksa dari 62 tahun menjadi 60 tahun sesuai dengan aturan terbaru Undang-Undang Kejaksaan dinilai konstitusional oleh Mahkamah Konstitusi. Penetapan batas usia pensiun merupakan open legal policy atau kebijakan hukum terbuka yang menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.
Hanya saja, Mahkamah Konstitusi (MK) menilai aturan peralihan dalam penerapan ketentuan tersebut dalam Pasal 40A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan telah menimbulkan ketidakpastian hukum yang adil dan bersifat diskrimatif. Sebab, ketentuan peralihan itu hanya memberi perlindungan kepada jaksa yang berusia 60 tahun atau lebih saat UU Kejaksaan terbaru diundangkan. Namun, ketentuan tersebut merugikan bagi jaksa yang belum berusia 60 tahun saat UU Kejaksaan diundangkan.
Untuk melindungi hak-hak jaksa yang belum berusia 60 tahun saat UU Kejaksaan diundangkan, MK menyatakan bahwa percepatan usia pensiun jaksa menjadi 60 tahun ditunda berlakunya hingga lima tahun ke depan.
MK mengabulkan permohonan yang diajukan oleh enam jaksa yang terkena dampak aturan percepatan pensiun itu, Selasa (20/12/2022), dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Anwar Usman dan dihadiri para pihak secara daring.
Dalam pertimbangannya, MK menyatakan perlu ada waktu yang cukup agar pelaksanaan aturan peralihan dapat dilakukan secara seimbang. Sebab, aturan peralihan tidak boleh dilaksanakan secara seketika.
”Karena (itu) tidak memberikan perlindungan hukum terhadap jaksa yang seketika terdampak dengan pensiun yang secara tiba-tiba, namun juga tetap pula mengakomodasi tujuan pemberdayaan sumber daya manusia kejaksaan yang lebih mampu menghadapi tantangan karena adanya beban kerja yang makin bertambah seiring dengan bertambahnya kewenangan institusi kejaksaan,” kata Hakim Konstitusi Suhartoyo.
Dalam keterangan tertulisnya, kejaksaan sebelumnya menyampaikan hasil indeks evaluasi kinerja beberapa kejaksaan tinggi yang menyatakan jaksa berusia 60-62 tahun berkurang produktivitasnya dalam melaksanakan tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan atau tugas lain yang diberikan undang-undang. Selain itu, berdasarkan hasil evaluasi menyeluruh, jaksa-jaksa dalam rentang usia tersebut sulit ditingkatkan semangat kerja dan kinerjanya. Oleh karena itu, Kejaksaan sepakat dengan rumusan Pasal 12 huruf c UU No 11/2011 bahwa usia pensiun jaksa adalah 60 tahun.
Jaksa senior yang telah berpengalaman praktik cukup lama dengan berbagai varian perkara dapat memberikan alih pengetahuan dan pengalaman kepada jaksa yang lebih muda.
Berkenaan dengan pandangan tersebut, Suhartoyo saat membacakan pertimbangan juga mengungkapkan bahwa menjadi tugas kejaksaan untuk dapat mengatasi persoalan tersebut. Hal itu baik terkait dengan bagaimana meningkatkan produktivitas dan memberdayakan jaksa yang berusia di atas 60 tahun maupun memberikan job description yang berorientasi pada tugas-tugas fungsionalnya secara maksimal seiring dengan tugas dan wewenang jaksa yang kian bertambah.
”Sehingga adanya pandangan bahwa jaksa yang telah berusia 60 tahun tidak diberikan penugasan yang maksimal karena hanya sekadar menunggu waktu usia pensiun dapat dieliminasi. Bahkan jaksa tersebut sebagai jaksa senior yang telah berpengalaman praktik cukup lama dengan berbagai varian perkara dapat memberikan alih pengetahuan dan pengalaman kepada jaksa yang lebih muda dalam rangka menghadapi tantangan tugas institusi kejaksaan ke depan,” ujar Suhartoyo.
Kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso Tandiasa, berharap, dengan adanya putusan MK, kejaksaan dapat mengaktifkan kembali jaksa yang telah diberhentikan secara hormat karena memasuki usia 60 tahun. Di antara enam pemohon, terdapat dua jaksa yang sudah mendapatkan SK pensiun, satu jaksa sudah dipensiunkan tetapi belum menerima SK, dan tiga lainnya baru akan dipensiunkan.
”Kalau putusan dimaknai hanya berlaku kepada jaksa yang akan dipensiunkan, maka putusan tersebut menjadi tidak bermanfaat dan tidak berkeadilan kepada pemohon sendiri sebagai pihak yang terdampak,” ujar Viktor.
Dalam permohonannya, MK diminta untuk memberlakukan putusan tersebut secara retroaktif atau berlaku surut ke belakang, tepatnya sejak Undang-Undang Kejaksaan terbaru diberlakukan pada 31 Desember 2021. Akan tetapi, MK menyatakan permohonan itu menjadi tidak relevan untuk dipertimbangkan. Alasannya, dengan adanya pemaknaan dalam aturan peralihan (pemberlakuan usia pensiun 60 tahun dilakukan lima tahun sejak putusan MK diucapkan), maka dengan sendirinya jaksa yang berusia 60 tahun tetap akan pensiun pada usia 62 tahun.