logo Kompas.id
Politik & HukumIhwal Larangan Pejabat Negara ...
Iklan

Ihwal Larangan Pejabat Negara Berpihak, Istana Tegaskan Terkait Kebijakan

Istana menegaskan, Pasal 283 UU No 7/2017 mesti diartikan pejabat negara tak boleh membuat kebijakan memihak kontestan.

Oleh
CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO
· 3 menit baca
Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana saat menjawab pertanyaan awak media di Gedung Utama Sekretariat Negara, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/1/2024).
KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO

Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana saat menjawab pertanyaan awak media di Gedung Utama Sekretariat Negara, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/1/2024).

JAKARTA, KOMPAS — Istana menjelaskan ihwal larangan keperpihakan pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional, serta aparatur sipil negara pada peserta pemilu yang diatur dalam Pasal 283 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Koordinator Staf Khusus Presiden, AAGN Ari Dwipayana, mengungkapkan, pasal itu mesti diartikan bahwa pejabat negara, pejabat fungsional, dan ASN tidak boleh membuat atau melaksanakan kebijakan yang menguntungkan kontestan pemilu.

”Konteks dari pasal itu yang harus kita lihat. Jadi, dalam menjalankan kebijakan, membuat keputusan, bahkan itu terkait dengan pelayanan publik, itu tidak boleh berpihak. Jadi, kaitan dengan pengambilan keputusan,” tutur Ari saat menjawab pertanyaan awak media di Gedung Utama Sekretariat Negara, Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (29/1/2024).

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Ari menjelaskan makna ketentuan dalam Pasal 283 UU Pemilu karena awak media menanyakan perihal munculnya pandangan Presiden Joko Widodo, dalam menyampaikan pendapatnya, belum memperhatikan ketentuan larangan pejabat negara berpihak pada kontestan pemilu tersebut. Beberapa waktu lalu, Presiden Jokowi menyampaikan bahwa presiden dan menteri boleh berkampanye serta memihak, tetapi tidak boleh menggunakan fasilitas negara.

Konteks dari pasal itu yang harus kita lihat. Jadi, dalam menjalankan kebijakan, membuat keputusan, bahkan itu terkait dengan pelayanan publik, itu tidak boleh berpihak. Jadi, kaitan dengan pengambilan keputusan.

Pernyataan tersebut disampaikan Presiden Jokowi ketika menjawab pertanyaan awak media seusai menyaksikan acara penyerahan pesawat di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Rabu (24/1/2024). Saat itu, awak media menanyakan tanggapan Presiden terkait adanya sejumlah menteri yang tidak ada hubungan dengan partai politik, tetapi menjadi tim sukses pasangan kandidat presiden dan wakil prsiden di Pemilu 2024.

”Itu, kan, hak demokrasi, hak politik setiap orang. (Hak) setiap menteri, sama saja. (Hal) yang paling penting, presiden itu boleh lho kampanye, presiden itu boleh lho memihak. Tapi, yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” tutur Presiden Jokowi, kala itu.

Baca juga: Presiden: Saya Sampaikan Ketentuan di UU Pemilu

Iklan

Pernyataan Presiden Jokowi bahwa presiden dan menteri boleh berpihak sepanjang tidak menggunakan fasilitas negara itu pun mendapat respons dari berbagai kalangan. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) melalui Direkturnya, Khoirunnisa Agustyati, dan Manager Program, Fadli Ramadhanil, dalam rilisnya menyebut pernyataan Presiden tersebut sangat dangkal.

Perludem berpandangan, pernyataan Presiden Jokowi hanya merujuk ketentuan Pasal 281 Ayat (1) UU Pemilu yang berbunyi, ”Kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan (a) tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara. Dan, (b) menjalani cuti di luar tanggungan negara.”

Suasana Deklarasi Netralitas Pegawai ASN pada Pemilihan Umum dan Pemilihan Tahun 2024 secara Serentak se-Sumsel di Griya Agung Palembang, Sumsel, Rabu (27/12/2023).
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Suasana Deklarasi Netralitas Pegawai ASN pada Pemilihan Umum dan Pemilihan Tahun 2024 secara Serentak se-Sumsel di Griya Agung Palembang, Sumsel, Rabu (27/12/2023).

Padahal, di Pasal 282 UU Pemilu terdapat aturan bahwa pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye. Selain itu Pasal 283 Ayat (1) UU No 7/2017 juga melarang pejabat negara serta ASN melakukan kegiatan yang mengarah keberpihakan kepada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah kampanye.

Baca juga: RUU Lembaga Kepresidenan Mendesak untuk Batasi Presiden

Ari Dwipayana menuturkan, dalam konstruksi yang lebih luas atau lebih umum, pejabat negara itu juga ada yang berasal dari partai politik. ”Atau pejabat negara yang kemudian terlibat di dalam proses kampanye karena mereka tergabung dalam tim kampanye, misalnya. Sebab, pejabat-pejabat negara seperti itu diberikan keleluasaan untuk melakukan kampanye, terlibat dalam kampanye,” katanya.

https://cdn-assetd.kompas.id/10O970kLCNYaxbJu6BrgIs7Ycu4=/1024x1278/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2024%2F01%2F25%2F5574d9b0-1676-452f-9912-72b23c3d321f_png.png

Namun, menurut Ari, dalam kampanye itu ada pagar atau ada koridornya, yaitu harus cuti. ”Jadi, semua atribut sebagai pejabat negara pada saat cuti itu tidak bisa dipergunakan, termasuk dalam penggunaan fasilitas negara. Misalnya, untuk menggunakan semua hal yang sebenarnya ada ketika menjabat, pada saat cuti itu, kan, tidak terjadi, tidak diberikan kesempatan,” ujar Ari.

Baca juga: Presiden Membolehkan Kampanye, Wapres Tegaskan Tidak Memihak

Lebih lanjut Ari menuturkan, hal ini pun termasuk dalam pengambilan keputusan. ”Pengambilan keputusan juga tidak boleh berpihak karena itu kaitannya dengan satu koridor dalam tata kelola pemerintahan kita yang asas-asasnya juga harus kita pegang. Jadi, intinya itu sebenarnya (yakni) untuk memastikan bahwa dalam pengambilan keputusan, dalam proses pelayanan publik, itu tidak boleh berpihak. (Oleh) karena itu, semua masyarakat kita harus dilayani, seperti tidak ada perbedaan dari latar belakang politik,” tuturnya, menjelaskan.

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000