logo Kompas.id
Politik & HukumPartisipasi Aktif Masyarakat...
Iklan

Partisipasi Aktif Masyarakat Sipil Jadi Kunci Penguatan Demokrasi

Situasi demokrasi di Tanah Air dinilai memburuk pada periode kedua kepemimpinan Presiden Joko Widodo.

Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
· 4 menit baca
Peluncuran buku <i>Outlook LP3ES 2024</i> oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada Minggu (28/1/2024).
TANGKAPAN LAYAR

Peluncuran buku Outlook LP3ES 2024 oleh Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) pada Minggu (28/1/2024).

JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial atau LP3ES meluncurkan buku Outlook LP3ES 2024 pada Minggu (28/1/2024). Dalam buku ini, disebut bahwa salah satu faktor kunci dalam penguatan demokrasi di Indonesia adalah pentingnya partisipasi aktif masyarakat sipil. Penguatan demokrasi ini dibutuhkan karena kerusakan demokrasi terus terjadi akibat politik oligarki yang diperparah dengan hadirnya politik dinasti.

Hadir sebagai pembicara dalam webinar peluncuran buku bertajuk ”Cawe-cawe Presiden dan Senjakala Demokrasi: Outlook LP3ES 2024” adalah Direktur Ekesekutif LP3ES Fahmi Wibawa; Direktur Pusat Media dan Demokrasi LP3ES Wijayanto; peneliti KILTV Leiden, Ward Berenschot; Sekjen Aliansi Jurnalis Indonesia Ika Ningtyas; pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Titi Anggraini; dan dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Herlambang P Wiratraman.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Dalam sambutan pengantar webinar, Fahmi memaparkan tentang situasi demokrasi di Indonesia yang dinilai sedang tidak baik-baik saja karena terus terjadinya kerusakan demokrasi. Apabila tidak ada upaya yang fundamental dalam penguatan demokrasi, eksistensi dan kondusivitas demokrasi bisa terancam.

Pemilu 2024 diharapkan menjadi momentum bagi upaya kebangkitan yang berpihak pada seluruh masyarakat, bukan kepada oligarki maupun kepentingan dinasti. ”Hal ini diperparah dengan adanya politik dinasti sehingga ini bisa jadi tsunami demokrasi, kalau kemudian kita tidak secara komprehensif, tidak secara sungguh-sungguh menghentikan gempa demokrasi ini,” ujar Fahmi.

Baca juga: Aroma Rekayasa Silaturahmi Kepala Desa untuk Presiden Jokowi Tiga Periode

Suasana simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/3/2022).
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Suasana simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Selasa (22/3/2022).

Fahmi menegaskan bahwa demokrasi yang sesungguhnya adalah demokrasi yang menjunjung tinggi partisipasi masyarakat atau demokrasi yang partisipatif, bukan demokrasi yang manipulatif. Demokrasi manipulatif ini justru mencoba menjebak masyarakat ke dalam kesesatan berpikir yang membahayakan masa depan bangsa.

Salah satu faktor kunci dalam penguatan demokrasi di Indonesia adalah pentingnya partisipasi aktif masyarakat sipil. Gagasan dasar tentang masyarakat sipil lebih merupakan sebuah perangkat nilai yang menggambarkan situasi kontraktual antara negara dan masyarakat. Masyarakat bersedia menyerahkan sebagian kebebasan mereka kepada negara melalui aturan yang mengikat untuk menciptakan masyarakat yang beradab.

Wijayanto menambahkan bahwa situasi demokrasi kian memburuk terutama pada periode kedua kepemimpinan Presiden Jokowi sejak 2019. Hal ini antara lain ditandai dengan wacana presiden tiga periode yang ditolak oleh masyarakat. Presiden kemudian menemukan cara baru untuk memperpanjang kekuasaan dengan mendorong putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden.

Baca juga: Ketua MK Anwar Usman Dijatuhi Sanksi Berat, Diberhentikan hingga Dilarang Mengadili

Gibran berhasil mendampingi calon presiden Prabowo Subianto dengan terlebih dulu mengubah aturan di Mahkamah Konstitusi. Wijayanto mengingatkan bahwa Prabowo Subianto punya jejak sangat kuat yang terkait dengan pemerintahan Orde Baru. ”Jika pasangan ini menang, Indonesia sudah sepenuhnya kembali ke masa lalu. Ini adalah senjakala demokrasi kita,” ujar Wijayanto.

Pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka hadir pasca-acara kampanye untuk pemilih muda di Jakarta Convention Center, Jakarta, Sabtu (27/1/2024).
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Pasangan capres-cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka hadir pasca-acara kampanye untuk pemilih muda di Jakarta Convention Center, Jakarta, Sabtu (27/1/2024).

Iklan

Meski demikian, jika pemilu dimenangkan oleh kandidat lain, yakni Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau Ganjar Pranowo-Mahfud MD, tak ada jaminan pula bahwa demokrasi di Indonesia akan menguat. Oleh karena itu, siapa pun pemenangnya, masyarakat sipil perlu mengonsolidasikan diri.

Ward Berenschot bahkan secara keras menyebut tentang peluang berakhirnya era reformasi di Indonesia. Berakhirnya era reformasi ini dilandasi pada beberapa alasan. Alasan tersebut antara lain alasan simbolis karena rakyat Indonesia akan memilih presiden yang merupakan jenderal dari era Orde Baru pada pilpres mendatang. ”Secara simbolis menghentikan zaman reformasi karena mengembalikan pemimpin Orde Baru,” ujarnya.

Sejak beberapa tahun terakhir, Ward juga menilai terjadi pelemahan institusi negara, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi dan Mahkamah Konstitusi. ”Kalau memang reformasi selesai. Periode yang akan datang namanya apa? Salah satu unsur periode berikutnya: dominasi oligarki. Bahwa demokrasi dipimpin dan didominasi orang yang sekaligus elite politis dan ekonomis. Punya kekuatan politik dan ekonomi. Kekuatan ekonomi lebih kuat dibandingkan dengan kekuatan demokratis,” tambah Ward.

Sementara Titi Anggraini menekankan bahwa pemilu adalah kontributor strategis bagi diplomasi global Indonesia. Pemilu menjadi variabel yang mendongkrak skor Indonesia dalam berbagai pengukuran kinerja demokrasi global oleh banyak lembaga internasional.

Titi Anggraini, Senin (13/11/2023).
KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRA

Titi Anggraini, Senin (13/11/2023).

Dalam laporan ”Democracy Report 2023 V-Dem: Defiance in the Face of Autocratization”, misalnya, Indonesia disebut sebagai negara dengan rezim demokrasi elektoral peringkat ke-79 dunia. Indonesia masuk sembilan negara yang sejak tahun 2012 mengalami penurunan demokratisasi secara signifikan, bersama Afghanistan, Bangladesh, Kamboja, Hong Kong, India, Myanmar, Filipina, dan Thailand.

Laporan ”Electoral Integrity Global Report 2023” juga menyebut bahwa Indonesia mendapat skor 64 yang menempatkannya di bawah Taiwan, Jepang, Mongolia, Timor Leste, dan Bhutan. Titi menegaskan bahwa pemilu bukan sekadar basa-basi. Demokrasi modern menempatkan pemilu bukan sekadar praktik reguler untuk sirkulasi elite politik. Pemilu harus terselenggara berkala secara bebas dan adil sesuai asas dan prinsip pemilu demokratis.

Menurut Titi, Indonesia saat ini berada di persimpangan antara demokrasi elektoral dan otokrasi elektoral. Rezim demokrasi elektoral dan otokrasi elektoral sama-sama mensyaratkan pemilu multipartai untuk eksekutif yang berlangsung bebas dan adil. Namun, rezim otokrasi elektoral tidak bisa memenuhi kebutuhan mendasar seperti kebebasan berekspresi dan berserikat, serta pemilu yang bebas dan adil.

Titi menyebut Pemilu 2024 akan menjadi pemilu terbesar di dunia dengan kompleksitas teknis paling rumit. Pemilu serentak legislatif dan presiden terselenggara pada 14 Februari 2024, sedangkan pemilihan kepala daerah serentak nasional pada 27 November 2024.

Baca juga: Agar KPPS Tak Pergi Pagi Pulang Pagi

Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2024 yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Kota Mataram di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 23 Pagutan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (24/1/2024).
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA

Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pemilu 2024 yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Kota Mataram di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 23 Pagutan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Rabu (24/1/2024).

Beberapa kendala teknis tahapan pemilu juga dilihatnya masih terjadi berulang, seperti manipulasi dalam verifikasi partai politik peserta pemilu, pembiaran dugaan kecurangan pemilu, serta dana ilegal (merujuk laporan hasil analisis PPATK) yang menguap penyelesaiannya. Karut-marut penyelenggaraan pemilu yang masih terjadi inilah yang melahirkan kesadaran kewargaan (civic awareness) yang otentik untuk menjaga dan mempertahankan kemurnian suara pemilih.

Baca juga: Gerakan Kawal Pemilu Terus Bermunculan

Masyarakat melakukan gerakan pengawalan Pemilu 2024 melalui inisiatif jagapemilu.com, aplikasi jagasuara2024, gerakan dan aplikasi jagasuaramu.id, Komunitas Pemilu Bersih, Platform Peta Kecurangan Pemilu (kecuranganpemilu.com), serta berbagai koalisi masyarakat sipil peduli pemilu lainnya. Hal ini dinilai akan menjadi benteng pertahanan rakyat untuk tidak jatuh ke jurang otokrasi elektoral.

”Pertahanan demokrasi Indonesia kembali bersandar pada rakyat dan pertaruhannya ada di Pemilu 2024,” kata Titi.

Editor:
ANTONIUS PONCO ANGGORO
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000