Aroma Rekayasa Silaturahmi Kepala Desa untuk Presiden Jokowi Tiga Periode
Aroma rekayasa acara silaturahmi kepala desa dan perangkat desa beberapa waktu lalu, tercium. Selain karena munculnya dukungan untuk Presiden Joko Widodo menjabat tiga periode, gelaran acara itu juga sarat kejanggalan.
Tengah malam, Senin (28/3/2022), waktu istirahat Abdi Rahman terusik oleh pesan yang masuk dalam akun Whatsapp-nya. Melalui pesan itu, pengurus Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia atau Apdesi Kabupaten Serang, Banten, menginstruksikan semua kepala desa dan perangkat desa menghadiri Silaturahmi Nasional Apdesi di Istora Senayan, Jakarta, keesokan harinya atau Selasa (29/3) pagi. ”Semua wajib hadir.” Demikian bunyi instruksi itu.
Kantuk yang terasa pun langsung lenyap, berganti dengan beragam pertanyaan dan setumpuk analisis yang memadati benak Sekretaris Desa Kramatwatu, Serang, Banten, ini. ”Mengapa acara itu tiba-tiba? Mengapa tidak ada pembicaraan sebelumnya akan menggelar acara silaturahmi semua kepala desa dan perangkat desa? Apakah ada kaitannya dengan bergulirnya wacana perpanjangan masa jabatan presiden?” tanya Abdi saat menceritakan isi pikirannya setelah menerima pesan itu kepada Kompas, Jumat (1/4).
Pertanyaan demi pertanyaan itu tebersit karena tidak lazim Apdesi menggelar acara silaturahmi dengan semua kepala desa dan perangkat desa dari Sabang sampai Merauke tanpa pembahasan jauh hari sebelumnya. Begitu pula undangan menghadiri acara besar Apdesi tak pernah dikirim selang sehari sebelum acara. ”Pasti jauh-jauh hari,” ujarnya.
Ia lantas mencoba mengendapkan pertanyaan-pertanyaan itu untuk dikomunikasikan dengan kepala desa di Kramatwatu. Hasilnya, pimpinan desa Kramatwatu memutuskan tak ada perwakilan yang akan hadir dalam acara meski dalam pesan instruksi tertulis acara tersebut akan dihadiri oleh Presiden Joko Widodo.
Baca juga: Muncul Kekhawatiran di Balik Lontaran Jokowi Tiga Periode dari Silaturahmi Nasional Pemerintah Desa
Kekhawatiran persamuhan akbar kepala desa dan perangkat desa itu akan ditunggangi untuk wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden jadi salah satu pertimbangan. Selain itu, karena kepala desa dan perangkat desa sedang dihadapkan pada persoalan besar di depan mata. Sejak Oktober 2021, mereka belum menerima penghasilan tetap. Tak hanya di Kramatwatu, tetapi semua desa di Kabupaten Serang.
”Jadi, ngapain berangkat ke sana? Untuk urusan perut saja kami pusing,” keluhnya.
Berjarak sekitar 3 kilometer dari Kramatwatu, persisnya di Desa Lebakwana, Kabupaten Serang, sekretaris desa setempat, Mulyadi, juga merasa janggal dengan instruksi itu, terutama karena undangan yang datang mendadak.
Ia pun menceritakan bahwa Apdesi tidak memiliki mekanisme iuran rutin untuk disimpan dalam kas guna membiayai agenda tertentu. Sebelum acara silaturahmi nasional (silatnas), ia juga tidak pernah dimintai iuran untuk kegiatan tersebut.
Kepala desa dan perangkat desa yang diundang di acara silatnas difasilitasi oleh panitia. Dikutip dari pesan instruksi Apdesi Kabupaten Serang, panitia menyiapkan bus yang akan menjemput ke kecamatan masing-masing pada pukul 22.00, Senin (28/3). Di dalamnya sekaligus dikoordinasikan pemberangkatannya hingga tenggat tiba di Senayan, pukul 07.00, Selasa.
Adapun bagi peserta yang jauh dari Jakarta, semisal dari Kalimantan, pengundang menyiapkan akomodasi selama acara. Mereka menginap di sejumlah hotel di seputaran Senayan, tak jauh dari lokasi acara di Istora Senayan.
Hitung-hitungan kasar, tak sedikit biaya dikeluarkan untuk menggelar acara yang disebut panitia dihadiri oleh 16.400 kepala desa dan perangkat desa. Untuk menyewa tempat selama 12 jam di Istora Senayan saja dibutuhkan Rp 150 juta. Belum lagi hotel di kawasan Senayan yang tarifnya paling murah Rp 300.000 semalam. Ditambah lagi biaya sewa bus yang tarifnya bisa di atas Rp 2,5 juta, apalagi bus yang berbeda digunakan untuk menjemput peserta di setiap kecamatan. Maka, untuk Kabupaten Serang dengan 29 kecamatan saja, misalnya, bisa jadi menghabiskan biaya sampai Rp 70 juta.
Baca juga: Ide Perpanjangan Jabatan Presiden Terus Bergulir, Perlu Kolaborasi Menghentikannya
Kubu seberang
Surat instruksi untuk hadir di Istora Senayan ternyata tak hanya diterima kepala desa dan perangkat desa yang tergabung dalam organisasi Apdesi di bawah pimpinan Surta Wijaya, tetapi juga mereka yang tergabung dalam Apdesi di bawah pimpinan Arifin Abdul Majid.
Kepala Desa Pesayangan Utara, Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan (Kalsel), Muhammad Gazali mengungkapkan hal ini. ”Saya kaget dan bingung ketika mendapat undangan itu. Banyak kepala desa juga bertanya terkait undangan itu. Saya katakan kepada mereka, kita tidak usah hadir karena undangan itu bukan dari ketua umum kita,” jelas Gazali yang juga menjabat Ketua DPC Apdesi Kabupaten Banjar pimpinan Arifin.
Selain dibuat geram karena Apdesi Surta Wijaya disebut mencatut nama Apdesi di bawah pimpinan Arifin yang legalitasnya tercatat di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, kegeramannya juga memuncak karena kepala desa dan perangkat desa di Istora Senayan seolah ditunggangi untuk kepentingan politik.
Ini terlihat dari munculnya dukungan dari sejumlah kepala desa dan perangkat desa agar Presiden Jokowi menjabat tiga periode. Bahkan, Surta Wijaya sempat menyatakan akan mendeklarasikan dukungan itu setelah Lebaran. Baru belakangan, ide deklarasi dukungan itu diubah menjadi rencana rapat koordinasi guna menentukan sikap yang hasilnya disampaikan seusai Lebaran.
”Dalam AD/ART Apdesi disebutkan bahwa Apdesi tidak berpolitik. Kepala desa juga tidak boleh berpolitik, seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,” tuturnya. Apdesi di bawah pimpinan Arifin menegaskan tidak membuat sikap dan pernyataan politik yang mendukung masa jabatan Presiden Jokowi selama tiga periode.
Seusai Apdesi di bawah pimpinan Arifin bersuara, Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri Bahtiar dengan segera menerangkan status kedua Apdesi itu. Menurut dia, ada dua Apdesi dengan dua nama berbeda, yakni DPP Apdesi di bawah pimpinan Surta Wijaya dan Perkumpulan Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia di bawah pimpinan Arifin.
”Kedua ormas itu berbeda. Akta notaris dan pengurusnya beda. Kantornya juga beda. Organisasi di desa ada banyak dan Undang-Undang Desa tak mengatur wadah tunggal. Jadi, haknya mereka sebagai warga negara,” ucapnya.
Namun, dari informasi yang diperoleh, Kemendagri baru mengeluarkan surat keterangan terdaftarnya Apdesi sebagai ormas sehari sebelum silatnas, 28 Maret 2022. "Itu perpanjangan saja, diterbitkan pada 28 Maret 2022," ujar Sekretaris Direktorat Jenderal Politik dan Pemerintahan Kemendagri Imran.
Bahtiar menguatkan. "Akta notarisnya sejak 2005. Jadi sudah beberapa kali di perpanjang SKT (Surat Keterangan Terdaftar)-nya," katanya. SKT sebelumnya, bernomor 01-00-00/094/D.IV.1/X/2016 telah berakhir masa berlakunya pada 6 Oktober 2021. Namun, DPP Apdesi baru mengajukan perpanjangan melalui surat Nomor 017/B/DPP-APDESI/II/2022 pada 17 Februari 2022. "Soal pengajuan perpanjangan urusan internal dari ormasnya," ujarnya.
Dewan Pembina Apdesi
Dalam struktur organisasi Apdesi yang sempat menggulirkan rencana dukungan Presiden Jokowi tiga periode, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjabat sebagai ketua dewan pembina. Saat acara silaturahmi di Senayan, Luhut juga hadir dan menjadi pembicara utama di acara tersebut.
Untuk diketahui, Luhut merupakan salah satu tokoh yang menggulirkan wacana penundaan Pemilu 2024 yang berimplikasi pada perpanjangan masa jabatan presiden. Ia mengklaim gagasan itu didukung mayoritas masyarakat setelah melihat mahadata 110 juta warganet. Namun, klaim itu dikritik banyak pihak dan dipertanyakan validitasnya.
Surta Wijaya mengakui, beberapa hari sebelum acara di Istora Senayan, ia memang sempat menemui Luhut. Namun, pertemuan terbatas untuk memastikan kehadiran Luhut dalam acara silatnas.
Terkait undangan yang mendadak, Sekretaris Jenderal DPP Apdesi sekaligus Ketua Panitia Silatnas Asep Anwar Sadat, saat dikonfirmasi, Sabtu (2/4), berkilah, silatnas sudah direncanakan sejak jauh-jauh akhir 2021. Akan tetapi, persiapan acara baru dilaksanakan beberapa hari sebelum silatnas. ”Rencananya sudah lama, tetapi persiapan menyesuaikan dengan agenda Pak Presiden, cuma satu minggu,” katanya.
Dalam jumpa pers, Kamis (31/3), Asep pun membantah adanya mobilisasi pihak tertentu untuk menggerakkan Apdesi guna menyuarakan wacana Jokowi tiga periode. Suara yang muncul dalam silatnas diklaim spontanitas para kepala dan perangkat desa yang mengapresiasi kebijakan Jokowi dalam pembangunan desa. Selain itu, karena sejumlah tuntutan yang mereka sampaikan diterima oleh Jokowi.
Adapun terkait asal anggaran untuk silatnas, Anwar juga menyebut hal itu murni biaya masing-masing. ”Tidak ada yang membiayai. Semua hasil urunan pengurus DPP dan kas DPP Apdesi,” ucapnya.
Juru bicara Luhut Binsar Pandjaitan, Jodi Mahardi, pun membantah munculnya tudingan bahwa Luhut di balik munculnya dukungan Presiden Jokowi tiga periode di silatnas. ”Mobilisasi? Enggak lha, mana bisa kades dimobilisasi gitu? Mereka datang kemauan sendiri,” ujar Jodi.
Terlepas dari bantahan itu, Luhut kembali terlihat hadir saat wacana penundaan Pemilu 2024 dan perpanjangan masa jabatan presiden disuarakan di kediaman Mulyadi Jayabaya, Bupati Lebak (2003-2013) yang saat ini menjabat Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia, di Lebak, Kamis (31/3). Adalah Jayabaya yang disebut menggulirkan wacana itu di tengah acara silaturahmi dengan 3.000 tokoh masyarakat, tokoh agama, camat, dan kepala desa dari 340 desa di Lebak (Kompas, 2/4/2022).
Jodi Mahardi membenarkan Luhut menghadiri acara tersebut. Ia pun membenarkan bahwa keinginan untuk menambah masa jabatan Presiden disampaikan oleh tuan rumah. Namun, ia mengatakan hal itu tidak ada kaitannya dengan kehadiran Luhut. ”Itu spontanitas Pak Jayabaya saja,” katanya.
Baca juga: Luhut Kembali Terlihat Saat Wacana Perpanjangan Masa Jabatan Presiden Disuarakan di Lebak
Aroma rekayasa
Meski demikian, Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti melihat munculnya wacana Presiden Jokowi tiga periode, penundaan Pemilu 2024, hingga perpanjangan masa jabatan presiden di acara-acara tersebut, mengindikasikan acara memang didesain untuk kepentingan menggulirkan wacana tersebut. ”Aroma ke arah sana memang terasa. Sekalipun belum sepenuhnya dapat dibuktikan. Hal-hal seperti ini memang akan sulit disimpulkan karena tali simpulnya ada di belakang. Tapi, dengan berbagai indikasi dan jalinan yang terkait, masyarakat cukup mengerti apa yang sedang terjadi,” ucapnya.
Siapa pun auktor intelektualis di baliknya, Ray berharap manuver-manuver yang dijalankan segera dihentikan. Konstitusi sudah jelas mengatur pembatasan masa jabatan presiden. Mengubah konstitusi untuk memperpanjang masa jabatan sama saja mengkhianati amanat Reformasi 1998. Belum lagi potensi gangguan stabilitas politik jika wacana itu terus digulirkan. ”Presiden seharusnya juga lebih tegas. Bukan sekadar menyatakan tunduk pada konstitusi, tetapi menjadi penjaga konstitusi,” ujarnya.
Hasil survei dari berbagai lembaga telah memperlihatkan sikap mayoritas publik yang menolak wacana perpanjangan masa jabatan itu. Survei terbaru Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang dirilis Jumat (1/4) juga memperlihatkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden yang menurun, salah satunya karena terimbas dari terus bergulirnya wacana-wacana itu.
Jadi, untuk apa wacana tersebut terus digulirkan?