KPK Sempat Buru Harun Masiku di Filipina dan Malaysia
Tak kunjung ditangkapnya Harun Masiku mendorong MAKI beserta sejumlah lembaga lain mengajukan permohonan praperadilan.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) mengenakan topeng wajah Harun Masiku dan membawa poster ketika menggelar aksi teatrikal 4 Tahun Harun Masiku Tak Tertangkap di depan Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (15/1/2024).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi sempat mengejar tersangka kasus suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024, Harun Masiku, hingga ke Filipina dan Malaysia, tetapi masih belum ditemukan. KPK masih berusaha mencari Harun, salah satunya dengan meminta bantuan Polri dan Interpol.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata, saat dihubungi di Jakarta, Minggu (21/1/2024), mengungkapkan, hingga kini KPK belum berhasil menemukan persembunyian Harun. ”Ada informasi, katanya, ada di Filipina, dicari ke sana tidak ada. Ada informasi di Malaysia, tim bergerak ke sana tidak ketemu,” kata Alexander.
KPK disebutnya sudah meminta bantuan kepada Polri dan Interpol. Mereka masih berusaha mencari Harun hingga ketemu.
Tak kunjung tertangkapnya Harun membuat Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (16/1), dan meminta pengadilan mengeluarkan putusan yang meminta agar Harun disidangkan secara in absentia (tanpa kehadiran terdakwa).
Permohonan praperadilan diajukan karena hingga saat ini KPK belum ada rencana menyidangkan Harun secara in absentia. Padahal, KPK belum bisa menangkapnya. Atas keengganan KPK menyidangkan Harun secara in absentia, maka MAKI mendalilkan bahwa KPK telah menghentikan penyidikan secara materiil.
Demi mendorong tuntasnya perkara yang melibatkan Harun, diperlukan langkah pengajuan permohonan praperadilan untuk meminta hakim memerintahkan KPK melakukan sidang in absentia.
Boyamin menambahkan, permohonan praperadilan juga diajukan untuk mencegah kasus Harun dijadikan sandera atau komoditas politik menjelang pemilu. KPK harus menuntaskan perkara ini. Dengan berlarutnya perkara ini, menurut Boyamin, perkara ini akan selalu didaur ulang untuk kepentingan politik.
Dihubungi secara terpisah, Pejabat Humas Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan Djuyamto mengatakan, permohohan praperadilan tersebut tak hanya diajukan oleh MAKI, tetapi juga Lembaga Pengawasan, Pengawalan, dan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI); dan Lembaga Kerukunan Masyarakat Abdi Keadilan Indonesia (Kemaki). Sidang perdana akan dilaksanakan pada 29 Januari 2024 dengan hakim tunggal Abu Hanifah.
Ketua sementara KPK, Nawawi Pomolango, menghargai permohonan praperadilan yang diajukan MAKI.
Namun, menurut dia, sejauh ini belum ada urgensi untuk menyidangkan Harun secara in absentia. Sebab, konsep peradilan in absentia lebih tertuju pada penyelamatan kekayaan negara sehingga berbeda dengan kasus Harun. Di sisi lain, penyidik KPK masih terus bekerja mencari Harun.
Dalam kasus Harun Masiku ini tidak ada kerugian keuangan negara. Yang ada adalah praktik suap-menyuap.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mendorong KPK agar mencari Harun serta mengevaluasi tim dan cara pencarian. Ia pun mendorong agar KPK mengevaluasi satuan tugas yang diminta mencari Harun. Evaluasi dapat dimulai dari struktur Kedeputian Penindakan yang dimulai dari Deputi Penindakan, Direktur Penyidikan, dan Direktur Penyelidikan.
Kurnia tidak sependapat dengan pihak-pihak yang mendorong agar dilakukan peradilan in absentia dalam kasus Harun. Sebab, prinsip peradilan in absentia adalah merampas aset hasil kejahatan yang tidak bergantung kepada pelaku.
”Dalam kasus Harun Masiku ini tidak ada kerugian keuangan negara. Yang ada adalah praktik suap-menyuap. Oleh sebab itu, kami masih mendorong agar KPK mencari lebih lanjut (Harun) ketimbang menggunakan konsep peradilan in absentia,” kata Kurnia.
Ia juga yakin, di balik Harun masih ada pihak lain yang diduga terlibat dalam praktik korupsi. KPK harus menangkap orang yang memberikan modal kepada Harun untuk menyuap bekas anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022, Wahyu Setiawan. Untuk diketahui, Harun sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 9 Januari 2020 atau sehari setelah KPK menangkap Wahyu.