Uang Rampasan KSP Indosurya Siap Dibagikan kepada Korban
Sebanyak 1.057 korban KSP Indosurya meminta pengembalian uang mereka berjalan cepat dan transparan.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kejaksaan telah mengeksekusi uang rampasan dalam kasus penggelapan dana Koperasi Simpan Pinjam Indosurya. Uang tunai yang siap dibagikan kepada sekitar 6.193 korban melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban atau LPSK berjumlah Rp 39.493.049.008,64 dan 896.988,43 dollar AS.
Pada Rabu (17/1/2024) dilaksanakan eksekusi oleh Kejaksaan Agung terhadap barang rampasan berupa uang tunai dalam kasus KSP Indosurya sebesar Rp 39.493.049.008,64 dan 896.988,43 dollar AS. Uang yang kini ditempatkan dalam rekening bank tersebut dieksekusi jaksa eksekutor untuk para korban kasus penggelapan dana KSP Indosurya.
Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Fadil Zumhana, eksekusi tersebut sesuai dengan putusan Mahkamah Agung Nomor 2113/K.Pidsus/2023 tanggal 16 Mei 2023 atas nama terpidana Henry Surya dkk. Fadil berharap eksekusi tersebut ditindaklanjuti dengan pemulihan hak korban secara proporsional dan profesional.
Seperti diketahui, MA memutus Henry Surya dengan pidana 18 tahun penjara dan denda Rp 15 miliar. Putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap.
Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi, Kamis (18/1/2024), menyampaikan, berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, terdapat 6.193 orang yang tercatat sebagai korban dan dapat mengajukan restitusi. Hingga saat ini, yang sudah mengajukan restitusi kepada LPSK 488 orang.
”Ada beberapa data yang perlu kami klarifikasi karena beberapa masalah, semisal ada yang namanya hanya berupa inisial, ada yang namanya dobel, ada pula yang tidak ada alamat jelasnya. Jadi, LPSK masih butuh waktu untuk berkoordinasi dengan pihak auditor yang juga turut dilibatkan,” kata Edwin.
Korban yang hendak mengajukan restitusi bisa mendaftar ke LPSK. Kemudian LPSK akan melakukan klarifikasi dengan berpegang pada daftar nama yang tertuang dalam putusan pengadilan.
Pembagian uang tersebut, lanjut Edwin, bukan berdasarkan jumlah klaim korban, melainkan merupakan persentase aset berdasarkan total jumlah kerugian korban yang tercantum dalam putusan pengadilan dibandingkan dengan jumlah uang yang sudah diserahkan kepada LPSK saat ini. Oleh karena itu, hampir dipastikan nilai restitusi yang diberikan kepada korban lebih kecil dari jumlah kerugian yang diajukan korban.
”Jadi, pembagian kepada korban itu proporsional, bukan berdasarkan jumlah yang diklaim korban,” kata Edwin.
Di sisi lain, menurut Edwin, masih ada aset rampasan dalam kasus KSP Indosurya yang masih berbentuk barang, baik berupa aset bergerak maupun aset tidak bergerak, yang kini masih dalam kewenangan kejaksaan. Dengan demikian, diperlukan proses agar aset tersebut bisa berbentuk uang tunai.
Edwin memperkirakan, jika semua lancar, pembagian uang kepada para korban melalui LPSK dapat selesai dalam waktu satu bulan ke depan.
Jadi, pembagian kepada korban itu proporsional, bukan berdasarkan jumlah yang diklaim korban.
Kuasa hukum 1.057 korban Indosurya dari Visi Law Office, Febri Diansyah, melalui keterangan tertulis menyambut baik langkah Kejaksaan Agung yang menyerahkan sebagian barang rampasan dalam perkara mantan bos KSP Indosurya. Meski demikian, pihaknya menegaskan, pengembalian barang rampasan tersebut belum diterima para korban.
”Hal ini sekaligus meluruskan informasi di berbagai pemberitaan bahwa seolah-olah barang rampasan perkara Indosurya sudah mulai diserahkan kepada para korban,” kata Febri.
Menurut dia, para korban berharap pengembalian bisa berjalan dengan cepat dan transparan. Sebab, hampir empat tahun para korban kehilangan haknya, sedangkan nilai pengembalian juga masih belum signifikan. Sementara jika dibandingkan dengan kerugian korban yang mencapai Rp 16 triliun, jumlah yang telah dieksekusi tersebut sangat kecil, yakni sekitar 0,33 persen.
Sebagai kuasa hukum, lanjut Febri, pihaknya berharap LPSK segera menyelesaikan verifikasi data korban sekaligus memfasilitasi pendaftaran para korban secara terbuka. Para korban yang memiliki data pendukung berhak mendapatkan penggantian kerugian.
”Ke depan, kami berharap hal ini menjadi perhatian serius karena penegakan hukum kita tidak boleh lagi hanya fokus pada pemidanaan, tetapi juga memaksimalkan pemulihan kerugian korban kejahatan,” ujarnya.