Tercatat Jadi Hakim MK Paling Sering ”Bolos”, Anwar Berdalih Ada Tugas Negara Lain
Disebut paling sering bolos RPH, Anwar Usman mengelak. Jangankan membolos, libur pun Anwar mengaku sering ke kantor.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mantan Ketua Mahkamah KonstitusiAnwar Usman menolak disebut pernah membolos 28 kali dari rapat permusyawaratan hakim pengambilan putusan. Ia mengakui ketidakhadirannya di rapat tersebut, tetapi hal itu lebih disebabkan ada tugas negara lain, bukan membolos.
”Kalau dinas, kan, melakukan tugas negara juga. Saya, kan, waktu itu Ketua (MK), sering tugas ke luar negeri dan dalam negeri juga,” kata Anwar saat ditemui di gedung MK, Jakarta, Rabu (10/1/2024).
Dalam laporan penelitian itu disebutkan bahwa Anwar tercatat sebagai hakim yang paling sering ”bolos ”, yaitu 28 kali absen RPH.
Hal itu Anwar sampaikan untuk mengomentari hasil penelitian yang sebelumnya diungkapkan oleh Ketua Pusat Kajian Demokrasi, Konstitusi, dan HAM (Pandekha) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yance Arizona. Yance merilis hasil penelitiannya terkait kinerja MK sepanjang 2023. Dalam laporannya, ada salah satu bagian mengenai hakim yang paling sering ”bolos” saat rapat permusyawaratan hakim (RPH) pengambilan putusan.
Dalam laporan penelitian itu disebutkan bahwa Anwar tercatat sebagai hakim yang paling sering ”bolos”, yaitu 28 kali absen RPH, disusul Wahiduddin Adams 16 kali, Manahan MP Sitompul 15 kali, dan Enny Nurbaningsih 11 kali. Hakim lainnya tercatat pernah bolos tetapi di bawah 10 kali.
Anwar mengaku kaget dengan hasil penelitian tersebut. Sebab, dia merasa tidak melakukan hal tersebut. Bahkan, selama bekerja Anwar mengaku justru tidak pernah menggunakan hak cutinya. Hak cuti tersebut hanya digunakan ketika menunaikan ibadah haji.
”Saya libur saja masuk. (Ini) bukan bela diri. Hari Sabtu atau Minggu saja saya masuk, kalau tidak ada kerjaan di rumah atau tidak ada acara. Masa (bolos) 28 kali. Kaget saya,” kata Anwar.
Berkaitan dengan tanggapan tersebut, Yance kemudian menerangkan asal-muasal mengapa dirinya meneliti sekaligus mencatat mengenai kehadiran atau ketidakhadiran seorang hakim di dalam RPH pengambilan putusan. Inspirasi itu diperoleh dari perkara pengujian syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden di dalam Undang-Undang Pemilu. Dalam perkara yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia, Partai Garuda, dan sejumlah kepala daerah, Anwar Usman tidak hadir. Namun, ia hadir dalam RPH perkara 90/PUU-XXI/2023 yang kemudian hal ini membuat peta posisi putusan berubah.
Penjelasan ketidakhadiran itu dimuat dalam dissenting opinion atau pendapat berbeda dari hakim konstitusi Saldi Isra pada perkara 90. Disampaikan bahwa Anwar Usman tidak ikut mengadili perkara di dalam RPH perkara serupa sebelumnya karena menghindari konflik kepentingan, sementara itu hakim konstitusi Arief Hidayat menyebut yang bersangkutan sakit.
”Peristiwa ini kemudian membuat kami menelusuri informasi mengenai kehadiran hakim di dalam RPH. Kehadiran hakim di dalam RPH sangatlah penting sebab di dalam RPH hakim mengambil posisi dan memutuskan perkara yang menjadi kewenangan konstitusionalnya,” kata Yance.
Ia pun mengutip ketentuan di dalam Undang-Undang MK, yaitu hakim bisa diberhentikan tidak dengan hormat apabila tidak menghadiri persidangan yang menjadi tugas dan kewajibannya selama lima kali berturut-turut tanpa alasan yang sah. Oleh karenanya, kehadiran hakim dalam RPH sangat krusial kecuali ada hal-hal khusus dan dengan alasan yang sah yang bisa membuat para hakim tidak bisa menghadiri persidangan dan RPH.
Dalam penelitiannya terhadap 137 putusan MK sepanjang 2023, Yance menemukan Anwar tidak hadir 28 kali RPH pengambilan putusan. ”(Adanya) 28 kali (tidak hadir) itu berarti 20,43 persen dari 137 putusan/ketetapan di mana Anwar Usman tidak ikut memutusnya pada tahun 2023. Secara lebih rinci 20 kali pada saat Anwar Usman sebagai Ketua MK, dan 8 kali terjadi setelah Anwar Usman tidak lagi menjabat sebagai Ketua MK karena diberhentikan oleh Majelis Kehormatan MK. Kami punya tanggal persisnya berdasarkan putusan MK,” kata Yance.
Dalam penelitiannya terhadap 137 putusan MK sepanjang 2023, Yance menemukan Anwar tidak hadir 28 kali RPH pengambilan putusan.
Lebih jauh, angka ketidakhadiran hingga 20 persen itu, menurut Yance, terlalu banyak. ”Apa pun alasannya, apalagi misalkan alasan tugas ke luar negeri, padahal tugas konstitusional paling utama seorang hakim konstitusi adalah memutus perkara. Dan, hal itu dilakukan dengan menghadiri RPH,” ungkapnya.
Dalam kondisi demikian, Yance pun mengungkapkan patut diduga bahwa hakim konstitusi yang sering tidak ikut RPH sama halnya dengan mengabaikan tugas konstitusional utamanya sebagai hakim konstitusi.