Wapres: Meneruskan Bansos Berarti Melestarikan Kemiskinan
Wapres Ma’ruf Amin menegaskan perlu adanya pemberdayaan untuk masyarakat menjadi pengusaha agar semakin mandiri. Bansos bukan solusi jangka panjang.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Ma’ruf Amin menyampaikan, penyaluran bantuan sosial bisa membantu masyarakat yang sangat miskin. Namun, ia juga menegaskan bahwa bansos bukan solusi jangka panjang. Untuk itu, perlu ada pemberdayaan supaya masyarakat bisa menjadi pengusaha dan semakin mandiri.
Wapres pun tidak berharap anggaran bansos terus-menerus ditambah. Hal ini dinilainya bukan upaya menghilangkan kemiskinan. ”Kalau bansos ditambah dan diberikan terus, kan, namanya melestarikan kemiskinan. Jadi, bagaimana supaya lama-lama bansos ini semakin sedikit, semakin sedikit, semakin sedikit,” tuturnya seusai menunaikan ibadah shalat Jumat dan makan siang bersama staf, perangkat, dan wartawan peliput di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (5/1/2024).
Ke depan, menurut Wapres, anggaran pemberdayaan masyarakat yang perlu lebih diperkuat.
Ke depan, menurut Wapres, anggaran pemberdayaan masyarakat yang perlu lebih diperkuat. Dengan demikian, masyarakat bisa semakin mandiri dan menjadi pengusaha, mulai dari usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) sampai menjadi pengusaha besar.
”Itu berbanding lurus dengan yang saya bilang, peningkatan pengusaha kecil. UMKM itu jangan stunting (tengkes) terus,” ujarnya.
Untuk mengatasi kemiskinan, pelaku UMKM harus naik kelas menjadi pengusaha menengah dan kemudian menjadi pengusaha besar. Kendati diakui ada yang stagnan. Meski demikian, sebagian lainnya bisa terus berkembang menjadi pengusaha menengah dan pengusaha besar sepanjang ada pemberdayaan dan pendampingan.
”Tergantung daripada upaya-upaya kita, dalam rangka pemberdayaannya. Itu nanti kita dorong itu supaya mempercepat pemberdayaan UMKM,” ujarnya.
Sejauh ini, alokasi anggaran perlindungan sosial terus meningkat. Pada 2023, alokasi anggaran perlindungan sosial di angka Rp 433 triliun, pada 2024 alokasi anggaran perlindungan sosial melonjak menjadi Rp 496,8 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam penyerahan DIPA dan dana transfer ke daerah di Istana Negara, Jakarta, 29 November 2023, menyebutkan, program perlindungan sosial ini mencakup bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) kepada 10 juta keluarga, kartu sembako untuk 18,8 juta penerima, Bantuan Langsung Tunai (BLT) El Nino, bantuan pangan berupa 10 kilogram beras untuk 21,3 juta keluarga serta bantuan tengkes.
Program-program bansos yang dimulai pada pertengahan 2023, seperti bantuan pangan berupa 10 kg beras, juga dilanjutkan. Bantuan pangan yang dimulai pada September 2023 ini, dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta, 6 November 2023, diputuskan berlanjut sampai Juni 2024. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, seusai rapat terbatas, mengatakan, selain bantuan pangan, ada pula bantuan untuk anak balita tengkes (stunting) di 1,45 juta keluarga rawan tengkes.
Selain itu, BLT El Nino yang dimulai pada akhir 2023 juga diteruskan. ”BLT El Nino ini digunakan karena ada kenaikan barang, beras yang naik sedikit. Ini dipakai untuk menutup itu,” kata Presiden Jokowi saat menyerahan BLT El Nino kepada sejumlah penerima manfaat di Kantor Pos Genteng, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, Rabu (27/12/2023).
Bansos yang disalurkan secara gebyah-uyah tak efektif. Bantuan sosial seharusnya hanya mencakup warga yang berada di luar kategori miskin aktif (active poor).
Saat menyampaikan keterangan kepada wartawan seusai mengunjungi Pasar Rogojampi, Banyuwangi, Presiden Jokowi menambahkan, BLT merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan daya beli rakyat, terutama yang terdampak El Nino. Akibat Super El Nino, produktivitas petani menurun, banyak gagal panen. Karena itu, BLT El Nino senilai Rp 400.000 yang diberikan perdua bulan dinilai mampu menaikkan daya beli masyarakat.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto, Kamis (4/1/2024), juga menilai bansos yang disalurkan secara gebyah-uyah tak efektif. Bansos seharusnya hanya mencakup warga yang berada di luar kategori miskin aktif (active poor).
”Artinya, bansos hanya untuk mereka yang tidak mempunyai kemampuan sama sekali, misalnya yang berada dalam kondisi terkena bencana,” katanya.
Adapun warga miskin aktif atau mereka yang miskin, tetapi tetap berusaha melalui usaha mikro, menurut Suroto, sebaiknya diberikan akses kredit.