Komnas HAM: Pemerintah Harus Pastikan Penampungan Pengungsi Rohingya
Komnas HAM meminta pemerintah menangani pengungsi Rohingya sesuai Perpres Nomor 125 Tahun 2016. Di antaranya harus ada lokasi penampungan tersentral. Warga lokal juga harus dihindarkan dari praktik penyelundupan manusia.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah pengusiran pengungsi etnis Rohingya oleh mahasiswa di Aceh, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta pemerintah mengedepankan penanganan pengungsi sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Pemerintah juga diminta memastikan tersedianya lokasi penampungan tersentral terhadap pengungsi Rohingya di Aceh.
Anggota Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, Jumat (29/12/2023), mengatakan, Komnas HAM telah memantau kondisi pengungsi Rohingya di Aceh sejak November sampai Desember 2023. Proses pemantauan itu menitikberatkan pada aspek penanganan pengungsi serta dinamika sosial yang muncul baru-baru ini, termasuk pengusiran terhadap pengungsi Rohingya oleh mahasiswa. Proses pemantauan dilakukan sesuai dengan Pasal 76 juncto Pasal 89 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
”Pemerintah perlu memastikan tersedianya lokasi penampungan tersentral terhadap pengungsi Rohingya saat ini. Kriterianya, antara lain, tidak terlalu dekat dengan permukiman masyarakat, terjangkau aksesibilitas terkait penyediaan kebutuhan dasar, serta jaminan faktor keamanan,” ujar Uli melalui keterangan resmi.
Uli menegaskan, dalam situasi seperti ini dibutuhkan opsi-opsi terbaik selama proses penampungan pengungsi Rohingya di Indonesia. Sebab, opsi mengembalikan mereka ke negara asal tidak dapat dilakukan jika para pengungsi itu masih ada dalam ancaman persekusi, penyiksaan, perlakuan, dan hukuman yang tidak manusiawi serta merendahkan martabat kemanusiaan. Hal itu sesuai dengan prinsip non-refoulement (dasar perlindungan internasional bagi pengungsi) yang tercantum dalam Konvensi Antipenyiksaan yang sudah diratifikasi Indonesia.
”Kemendagri (Kementerian Dalam Negeri) dan Polri diminta menghindari keterlibatan pemanfaatan WNI (warga negara Indonesia), terutama warga lokal di Aceh sebagai perpanjangan tangan jaringan penyelundupan manusia ataupun jaringan perdagangan orang,” ucapnya.
Kementerian Dalam Negeri juga diminta untuk memastikan pemerintah daerah sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dalam hal penanganan pengungsi, yaitu sesuai dengan Perpres 125 Tahun 2016. Aturan itu menjadi landasan normatif dan koordinatif bagi pemerintah dalam mengambil langkah-langkah dan kebijakan penanganan pengungsi luar negeri.
Pemerintah daerah dan aparat keamanan diminta untuk lebih proaktif memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa pemerintah akan bertanggung jawab terhadap penanganan pengungsi serta menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat.
”Pemerintah dapat memberikan bantuan terhadap pengungsi Rohingya dari APBN dengan mempertimbangkan kesanggupan pemerintah dan mempertimbangkan masyarakat lokal,” ujarnya.
Komnas HAM juga meminta Polri untuk menjamin keamanan terhadap pengungsi Rohingya, terutama untuk memberikan perlindungan dan mencegah benturan dengan masyarakat.
Terkait situasi keamanan terkini di Aceh, Komnas HAM juga meminta Polri untuk menjamin keamanan terhadap pengungsi Rohingya, terutama untuk memberikan perlindungan dan mencegah benturan dengan masyarakat. Polri juga berwenang memastikan para pengungsi tidak melarikan diri atau diselundupkan. Oleh karena itu, Polri diharapkan memperkuat penegakan hukum dan bekerja sama dengan otoritas keamanan di ASEAN, termasuk Interpol, untuk memberantas sindikat penyelundupan manusia, terutama terhadap pengungsi Rohingya.
Selain itu, Komnas HAM juga meminta Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia melaksanakan fungsi keimigrasian untuk menangani pengungsi secara maksimal sesuai dengan mandat dan kewenangan yang telah diatur dalam ketentuan Perpres No 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
Kementerian Luar Negeri pun diminta mengambil langkah-langkah diplomasi dan mengintervensi secara lebih maksimal forum-forum bilateral, regional, ataupun multilateral untuk forum-forum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam rangka penuntasan konflik di Myanmar, terutama terkait pengakuan kewarganegaraan dan pemulihan status nasional terhadap etnis Rohingya.
”Kemenlu juga diminta mengambil langkah-langkah diplomatis melalui Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) dalam rangka memastikan negara-negara pihak Konvensi Pengungsi 1951 agar berperan aktif mengambil tanggung jawab dan komitmen secara lebih untuk menerima dan menampung pengungsi internasional, terutama etnis Rohingya,” katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD menuturkan, pihaknya sudah mengambil keputusan dan tindakan agar para pengungsi Rohingya ditempatkan di lokasi yang aman. Mereka akan ditempatkan di gedung Palang Merah Indonesia (PMI) dan di Gedung Yayasan Aceh. Ia juga berpesan agar aparat keamanan menjaga para pengungsi dengan alasan kemanusiaan.
”Indonesia memang tidak terikat dengan konvensi PBB tentang pengungsi. Namun, kami terikat dengan ikatan yang lain, yaitu kemanusiaan. Kalau sampai mereka terusir tidak bisa pulang ke negerinya karena terkatung-katung. Kami tampung sementara melalui PBB karena yang punya aturan PBB,” jelas Mahfud di Jawa Timur, Kamis (28/12/2023).
Mahfud menjelaskan, karena tidak meratifikasi konvensi pengungsi, pemerintah sebenarnya bisa mengusir para pengungsi Rohingya. Namun, menurut dia, memberikan tempat yang aman bagi mereka adalah urusan kemanusiaan. Ia juga mengingatkan bahwa pada saat tsunami Aceh tahun 2004, masyarakat dari berbagai dunia juga bergerak menolong. Jika sekarang kemudian ada masalah pengungsi Rohingya, masyarakat Aceh tidak mau menolong, hal itu dinilainya sangat ironis.
”Saya sudah berkoordinasi dengan pemerintah lokal melalui deputi saya, Pak Irjen Rudolf, agar ditempatkan di tempat yang aman. Sekarang sudah ditemukan, yaitu di gedung PMI. Saya juga sudah berkoordinasi dengan Ketum PMI Pusat Jusuf Kalla,” jelasnya.
Terkait dengan rencana penempatan pengungsi Rohingya di tempat khusus, menurut dia, sampai saat ini belum ada keputusan soal itu. Pemerintah masih menyimulasikan hal tersebut.
”Pokoknya ditampung sementara dulu. Karena ini tanggung jawab PBB, bukan tanggung jawab kita. PBB adalah penanggung jawab tertinggi tentang masalah pengungsi,” tegasnya.