Kapolri: Kepercayaan Publik Harga Mati yang Harus Diperjuangkan
Mengacu survei Litbang ”Kompas” bekerja sama dengan Polri, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Polri mencapai 87,8 persen.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepolisian Negara Republik Indonesia memperoleh apresiasi publik atas kinerjanya sepanjang 2023. Hasil survei Litbang Kompas bekerja sama dengan Polri menunjukkan tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Polri mencapai 87,8 persen.
Kapolri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo dalam paparannya menyampaikan, tingkat kepuasan dari hasil survei Litbang Kompas yang dirilis pada Selasa (26/12/2023) mencakup kepuasan terhadap kinerja penegakan hukum (82,8 persen), pelayanan publik (91,2 persen), serta kinerja keamanan dan ketertiban (89,4 persen).
”Bagi kami, kepercayaan publik adalah harga mati yang harus kita perjuangkan dan harus kita tingkatkan. Angka kepercayaan publik tinggi, maka upaya pemolisian tentunya akan berjalan lebih optimal dalam menghadapi situasi sulit. Ini yang terus kita jaga dan kita kawal,” kata Listyo dalam acara Rilis Akhir Tahun 2023, Rabu (27/12/2023).
Menurut Listyo, pencapaian tersebut salah satunya karena pelaksanaan program Quick Wins Presisi, antara lain program Jumat Curhat oleh kepala satuan wilayah dan lomba kampung bebas narkoba. Program tersebut dievaluasi secara berkala hingga akhirnya mendapatkan apresiasi positif dari publik.
Di dalam paparannya, Listyo menyampaikan berbagai kinerja Polri, termasuk di bidang penegakan hukum. Semisal, jumlah kejahatan sepanjang 2023 sebanyak 288.472 perkara atau naik 11.965 perkara jika dibandingkan 2022. Hingga akhir tahun, jumlah perkara yang diselesaikan Polri sebanyak 203.293 perkara.
Terkait hal itu, menurut Listyo, Polri mengedepankan pendekatan keadilan restoratif dengan harapan agar dapat memenuhi rasa keadilan semua pihak. Hal itu, katanya, dibuktikan dengan penyelesaian perkara melalui pendekatan keadilan restoratif sebanyak 18.175 perkara pada 2023, naik dari tahun 2022 sebanyak 2.366 perkara.
”Namun, khusus untuk kejahatan tertentu yang mengganggu ketertiban umum, menjadi perhatian publik, mencederai hati masyarakat, merugikan keuangan negara, maupun merugikan masyarakat kecil ataupun kelompok rentan seperti perempuan dan anak, tetap kami lakukan tindakan tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku,” ujar Listyo.
Untuk penanganan konflik sosial, sepanjang 2023, Polri menangani 78 kejadian konflik. Konflik tersebut terdiri dari konflik sumber daya alam atau lahan sebanyak 6 kejadian, konflik vertikal 7 kejadian, serta konflik karena suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) 65 kejadian.
Terkait penanganan konflik sosial tersebut, Polri telah memetakan adanya 663 potensi konflik di seluruh Indonesia yang didominasi oleh konflik berlatar belakang sumber daya alam atau lahan, selanjutnya disusul berlatar belakang SARA dan konflik vertikal. Terhadap potensi konflik tersebut, Polri melakukan upaya penyelesaian akar konflik sehingga tidak meluas ke konflik fisik.
Kasus Sambo
Ketika memaparkan hasil evaluasi terhadap media daring dan media sosial terhadap Polri sepanjang 2023, Direktur Komunikasi Indonesia Indicator Rustika Herlambang mengatakan, pada Januari dan Februari 2023, opini publik masih diwarnai sentimen negatif karena masih adanya isu menyangkut Ferdy Sambo, bekas Kepala Divisi Propam Polri, dan adanya kejadian lain yang menyangkut anggota kepolisian.
Namun, setelah itu bahkan berlanjut hingga akhir tahun, sentimen berubah menjadi positif, termasuk jika dilihat dari pemberitaan media.
Menurut Rustika, porsi terbesar media daring terkait Polri sepanjang 2023 adalah tentang kedekatan Polri dengan TNI. Kemudian disusul isu tentang Pemilu 2024, kebakaran hutan, hingga isu pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat, serta netralitas TNI/Polri. Terkait isu tersebut, Rustika menyarankan agar Polri langsung memberikan solusi agar suatu peristiwa tidak terus-menerus viral dan berlarut-larut.
Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Benny Mamoto mengaku sempat mempertanyakan alasan tingginya kepuasan publik terhadap Polri. Namun, setelah menyimak pemaparan Kapolri, pertanyaan itu diklaimnya sudah terjawab.
”Jawabannya, karena banyak hal yang sudah dilakukan, inovasi yang dilakukan, sehingga wajar hasilnya begitu tinggi,” kata Benny.
Ia pun mengapresiasi Kapolri karena telah melibatkan Kompolnas untuk mengawal kasus-kasus yang mendapat perhatian publik, seperti mengundang Kompolnas untuk mengikuti gelar perkara kasus tertentu. Menurut Benny, langkah tersebut menjadi solusi karena Kompolnas menyaksikan penanganan suatu kasus dilakukan dengan pendekatan ilmiah dan dilakukan oleh ahli, bukan oleh anggota Polri. Dengan demikian, publik percaya dan kasus pun tidak sampai berlarut-larut.
”Kami berharap ke depan komunikasi tetap terus ditingkatkan, khususnya kepada publik. Juga transparansi gelar perkara dengan menghadirkan pelapor dan ahli, juga bagaimana akuntabilitas disampaikan kepada publik,” ujar Benny.
Menyangkut Pemilu 2024, Kompolnas hingga kini belum pernah menerima laporan tentang pelanggaran netralitas Polri. Kompolnas juga berkomitmen untuk tetap netral meskipun Ketua Kompolnas yang adalah Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD turut serta menjadi calon wakil presiden dalam Pilpres 2024.
Peneliti dari Litbang Kompas, BE Satrio, menjelaskan, survei Litbang Kompas yang disampaikan Kapolri merupakan kerja sama Litbang Kompas dengan Polri. Responden survei tersebut tidak hanya masyarakat umum, tetapi juga masyarakat yang pernah bersentuhan langsung dengan Polri. Hasilnya, terdapat apresiasi positif terhadap kinerja Polri sebesar 87,8 persen sebagaimana telah dipaparkan Kapolri.
”Sekali lagi, ini berdasarkan pada responden yang punya pengalaman bersentuhan langsung dengan polri, meliputi aspek yaitu pelayanan publik, penegakan hukum, dan harkamtibmas,” ujar Satrio.
Sementara itu, pada survei reguler Litbang Kompas yang dilakukan awal Desember 2023, citra Polri berdasarkan persepsi publik adalah 71,6 persen, naik 4,8 persen dibandingkan Agustus 2023 sebesar 66,8 persen. Menurut Satrio, survei ini berdasarkan pada persepsi publik.