KPK Sampaikan Belasungkawa atas Meninggalnya Lukas Enembe
KPK menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya bekas Gubernur Papua Lukas Enembe. KPK menyatakan selalu mengikuti rekomendasi medis selama Lukas diproses hukum.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi menyampaikan belasungkawa atas meninggalnya bekas Gubernur PapuaLukas Enembe saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jakarta, Selasa (26/12/2024). Kuasa hukum Lukas Enembe menyebut KPK harus bertanggung jawab karena kliennya sudah dalam keadaan sakit sejak kasus hukumnya diproses.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri melalui keterangan tertulis, Selasa, menyampaikan dukacita atas meninggalnya Lukas Enembe yang sedang menjalani perawatan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto. Sejak 23 Oktober lalu, Lukas Enembe telah dibantarkan agar dapat memperoleh perawatan kesehatan secara intensif. KPK juga telah bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Tim dokter RSPAD dan pihak keluarga juga mendatangkan dokter dari Singapura untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada Lukas secara optimal.
”Setiap proses pemeriksaan oleh tim penyidik dan pelaksanaan sidang di pengadilan selalu dilakukan berdasarkan rekomendasi medis oleh tim dokter,” kata Ali.
Sejak 23 Oktober lalu, Lukas Enembe telah dibantarkan agar dapat memperoleh perawatan kesehatan secara intensif.
Jenazah dipulangkan ke Papua
Ditemui secara terpisah, kuasa hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona mengungkapkan, KPK harus bertanggung jawab atas meninggalnya Lukas Enembe di masa pembantaran. Ia meyakini, dalam hukum orang yang sedang sakit tidak boleh diadili. Sejak awal kasus hukumnya bergulir, Lukas memang berulang kali sakit. Bahkan, proses hukumnya sempat tertunda karena kondisi kesehatannya itu.
”Oh, ya, (KPK) harus bertanggung jawab apalagi jika melihat situasi di Papua. Saya ditelepon dari Papua katanya ada gejolak massa di Papua karena mereka menyebut Lukas tidak bersalah,” kata Petrus.
Saat ini, kata Petrus, jenazah Lukas sedang disemayamkan di Rumah Duka dan Krematorium Sentosa RSPAD Gatot Soebroto. Menurut rencana, jenazah akan diterbangkan ke Jayapura, Papua, pada Rabu (27/12/2023).
Lukas meninggal dunia karena menderita penyakit gagal ginjal. Menurut Petrus, Lukas sudah menjalani cuci darah sebanyak 15 kali. Sebelum meninggal, Lukas tidak menunjukkan gejala apa-apa. Dia hanya meminta turun dari tempat tidur untuk berdiri. Setelah diturunkan, dia meminta untuk berbaring lagi. Tiba-tiba, napasnya tersengal-sengal. Tak lama kemudian, dokter RSPAD menyatakan Lukas telah meninggal.
Lukas meninggal saat status hukumnya masih sebagai terdakwa kasus korupsi dan gratifikasi. Pada 11 Desember lalu, majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menyatakan Lukas bersalah dan memperberat hukumannya. Semula Lukas dijatuhi hukuman delapan tahun penjara oleh pengadilan tingkat pertama, oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta diperberat menjadi 10 tahun penjara.
Semula Lukas dijatuhi hukuman delapan tahun penjara oleh pengadilan tingkat pertama, oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta diperberat menjadi 10 tahun penjara.
Namun, Petrus mengatakan, Lukas belum menentukan sikapnya atas putusan itu karena sedang sakit dan dirawat intensif. Karena hari ini Lukas meninggal, putusan tersebut otomatis gugur dengan sendirinya.
Ia juga meyakini bahwa putusan yang dijatuhkan pengadilan terhadap Lukas tidak benar. Salah satunya adalah gratifikasi senilai Rp 1 miliar yang diberikan oleh pengusaha Rijatono Lakka. Pada putusan perkara Lukas, hakim menyatakan bahwa salah satu aset berupa hotel adalah milik Rijatono Lakka. Adapun di obyek yang sama putusan Rijatono Lakka, majelis hakim menyatakan hotel itu milik Lukas Enembe.
”Obyek yang sama tapi hakim memutuskan berbeda. Itu yang membuat kami yakin bahwa putusan pengadilan itu tidak benar. Masyarakat Papua pendukung Lukas juga meyakini bahwa putusan itu keliru," ucap Petrus.