logo Kompas.id
Politik & HukumJaga Demokrasi, Aparatur...
Iklan

Jaga Demokrasi, Aparatur Negara Dituntut Buktikan Netralitas di Pemilu

Ketidaknetralan aparat dikhawatirkan akan mendegradasi kepercayaan serta menimbulkan keraguan atas kredibilitas dan legitimasi proses serta hasil pemilu.

Oleh
NINA SUSILO
· 3 menit baca

Masalah netralitas aparat pada Pemilu 2024 menjadi perhatian para akademisi dan masyarakat. Netralitas aparat dalam penyelenggaraan pemilu menentukan kualitas dan legitimasi pemerintahan yang terbentuk sebagai hasil pemilu. Hal ini dibahas dalam diskusi Outlook Demokrasi 2024 yang diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) secara daring dan luring, Selasa (26/12/2023).
TANGKAPAN LAYAR

Masalah netralitas aparat pada Pemilu 2024 menjadi perhatian para akademisi dan masyarakat. Netralitas aparat dalam penyelenggaraan pemilu menentukan kualitas dan legitimasi pemerintahan yang terbentuk sebagai hasil pemilu. Hal ini dibahas dalam diskusi Outlook Demokrasi 2024 yang diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) secara daring dan luring, Selasa (26/12/2023).

JAKARTA, KOMPAS — Komitmen netral dari aparatur negara dalam penyelenggaraan Pemilu 2023 memerlukan pembuktian nyata. Tanpa adanya netralitas aparatur negara, pemerintahan yang terbentuk dari hasil pemilu diperkirakan akan kesulitan mendapatkan legitimasi dari masyarakat.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Keraguan akan netralitas aparatur negara terungkap dalam diskusi Outlook Demokrasi 2024 yang diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) secara daring dan luring, Selasa (26/12/2023). Diskusi bertema ”Netralitas Aparat Negara dalam Pemilu 2024” menghadirkan narasumber, antara lain, Direktur Pusat Hukum dan HAM LP3ES Hadi Rahmat Purnama; peneliti dan dosen Pascasarjana Universitas Paramadina, Herdi Syahrasad; Dekan Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Krisnadwipayana Ade Reza Hariyadi; dosen Fisipol UKI dan penulis buku Posisi Polri di Bawah Presiden, Sidratahta Mukhtar; pengajar hukum Universitas Indonesia, Chudry Sitompul; dan pengajar hukum pemilu Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini.

Herdi Syahrasad menyampaikan adanya kekhawatiran masyarakat sipil bahwa aparatur sipil negara (ASN) dan polisi dengan posisi sangat strategis akan melakukan tindakan yang melanggar prinsip netralitas. Apalagi, Polri saat ini sangat sentralistik dan berada di bawah kendali presiden. Karena itu, masyarakat sipil khawatir akan ada mobilisasi untuk memenangkan salah satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) dalam Pemilu 2024.

Baca juga: Tindak Tegas Polisi Tak Netral

Sidratahta Mukhtar menambahkan, di Indonesia, polisi adalah bagian dari pemerintah dalam keamanan dan hukum. ”Artinya, bosnya polisi adalah presiden, tetapi kalau dilihat dari fungsi-fungsinya sebagai bagian dari criminal justice system bersama jaksa dan hakim, polisi adalah bagian dari unsur hukum. Bagaimana meletakkan fungsi-fungsi ini dalam peran polisi mengamankan pemilu,” tuturnya.

https://cdn-assetd.kompas.id/nT5Lf1MOwP4tKH6jrwnNtaHhu2s=/1024x576/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F11%2F28%2F0ade411e-d4e3-41cc-b35b-8f93092515f0_jpg.jpg

Posisi ini sekaligus menimbulkan kerentanan polisi dalam memenuhi peran dan menjaga netralitas dalam penyelenggaraan pemilu. Untuk itu, diperlukan akuntabilitas dan pengawasan yang memadai.

”Makin rendah tingkat pengawasan, makin tinggi potensi abuse of power-nya,” tambah Sidratahta.

Langgar etika

Ade Reza Hariyadi menyoroti penegakan hukum yang adil serta birokrasi dan aparat yang netral sebagai dua dari enam aspek yang menentukan pemilu berlangsung demokratis. Adapun empat aspek lainnya adalah kerangka hukum pemilu yang demokratis dan memberi kepastian hukum; penyelenggaraan pemilu oleh penyelenggara yang independen, kredibel, dan profesional; pemilu dilakukan dalam kompetisi yang adil dan setara; serta pemilih yang berdaya dan terinformasi.

Iklan

Ketidaknetralan aparat akan mendegradasi kepercayaan serta menimbulkan keraguan atas kredibilitas dan legitimasi proses serta hasil pemilu. Akibatnya, pemerintahan baru akan sulit untuk bekerja secara efektif sebab terus diganggu isu legitimasi oleh lawan politik yang tidak puas.

Masalahnya, keenam aspek ini mulai diragukan keterpenuhannya, dimulai dari fakta bahwa Mahkamah Konstitusi memutus perkara batas usia capres dan cawapres melalui proses yang melanggar etika hingga penyelenggara pemilu, baik KPU maupun Bawaslu, pernah dinyatakan melanggar etika oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Terkait netralitas ASN, lanjut Ade, kenyataannya Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menemukan 2.073 kasus dugaan pelanggaran netralitas sepanjang 2020-2022 dengan 77,5 persen terbukti melanggar. Masalahnya, dalam revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang baru disahkan Oktober lalu, KASN dibubarkan. Sementara DPR dan DPRD akan lebih sibuk berkampanye ketimbang mengawasi birokrasi. ”Jadi, potensi ketidaknetralan (ASN) sangat tinggi,” kata Ade.

Titi juga menyayangkan pelemahan pengawasan netralitas ASN dalam revisi UU ASN. ”Semestinya ada terobosan dari negara bahwa KASN baru dibubarkan setelah semua tahapan krusial Pemilu 2024 selesai,” katanya.

Selain itu, dalam Pasal 93 Huruf f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum disebutkan Bawaslu bertugas mengawasi netralitas ASN, anggota TNI, dan Polri. Namun, kendati diberi kewenangan sangat besar, lanjut Titi, khusus untuk netralitas TNI-Polri belum ada kasus yang diproses.

https://cdn-assetd.kompas.id/hKCmQRf7slbX_KjvMR7iMGZDsns=/1024x2850/https%3A%2F%2Fasset.kgnewsroom.com%2Fphoto%2Fpre%2F2023%2F10%2F05%2F316d099a-e372-47c9-a9a5-d77a9870e335_png.png

Ketidaknetralan aparatur negara akan merusak prinsip pemilu demokratis, yakni pemilu yang bebas, adil, dan setara. Ketidakpuasan pada proses pemilu bisa menimbulkan konflik horizontal atau benturan antarpendukung. Tindakan sewenang-wenang atau membiarkan penyimpangan juga biasanya akan melanjutkan bibit laten praktik koruptif, termasuk saat pemerintahan baru terbentuk.

Lebih lagi, ketidaknetralan aparat akan mendegradasi kepercayaan serta menimbulkan keraguan atas kredibilitas dan legitimasi proses serta hasil pemilu. ”Akibatnya, pemerintahan baru akan sulit untuk bekerja secara efektif sebab terus diganggu isu legitimasi oleh lawan politik yang tidak puas,” ujar Titi.

Untuk itu, menurut Titi, setidaknya reformasi birokrasi harus dioptimalkan, baik di birokrasi maupun aparat penegak hukum. Kedua, perlu disediakan whistle blower system yang efektif dan aman.

Kemampuan pemilih untuk mendeteksi, menganalisis, dan mengungkap pelanggaran netralitas aparat juga harus diperkuat. Karena itu, konten mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan aparat harus diperbanyak.

Seruan netralitas ASN di lingkungan Pemkot Malang.
DOKUMENTASI PEMKOT MALANG

Seruan netralitas ASN di lingkungan Pemkot Malang.

Konsolidasi masyarakat sipil, akademisi, dan kelompok masyarakat berpengaruh juga diperlukan untuk mencegah serta melaporkan pelanggaran netralitas aparat.

Sementara itu, Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo memang sudah memberikan arahan untuk netralitas anggotanya dalam Pemilu 2024. Arahan tersebut disampaikan melalui telegram resmi nomor 2407 pada Oktober 2023.

Namun, hal terpenting, menurut Herdi, aparat negara perlu membuktikan dengan tindakan dan bukti-bukti nyata di lapangan. Dengan demikian, kepercayaan publik terjaga. ”Jangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan,” ujarnya.

Editor:
ANITA YOSSIHARA
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000