Tindak Tegas Polisi yang Tak Netral Selama Pemilu 2024
Tingginya kepercayaan publik terhadap Polri harus dijaga dengan tetap bersikap netral selama Pemilu 2024. Kepala Polri perlu menegaskan kembali komitmen netralitas itu kepada seluruh jajarannya.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Keraguan bahwa Kepolisian Negara RI atau Polri akan bersikap netral selama Pemilu 2024 tak juga memudar meski komitmen netralitas itu sudah ditegaskan sejumlah pejabat Polri. Kepala Polri Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo diminta kembali menegaskan komitmen tersebut kepada seluruh jajarannya hingga di tingkat paling bawah.
Terkait hal itu, personel Polri yang terbukti melanggar harus dijatuhi sanksi guna memberikan efek jera. Sebagai bagian dari upaya mengawal netralitas Polri, Komisi III DPR berencana membentuk panitia kerja.
Keraguan pada netralitas Polri itu dikemukakan sejumlah anggota Komisi III DPR saat rapat kerja dengan Polri di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (15/11/2023). Polri diwakili Kepala Badan Pemelihara Keamanan (Kabaharkam) Komisaris Jenderal Fadil Imran karena Kapolri berhalangan hadir.
Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), I Wayan Sudirta, misalnya, mengatakan, netralitas Polri belakangan ini tengah disorot publik. Sebab, dilihat dari pemberitaan sejumlah media massa, ada anggota Polri yang terkesan telah menunjukkan keberpihakannya kepada salah satu pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres).
Ia pun mengingatkan kepada Polri agar ekstra hati-hati, selalu waspada, dan penuh perhitungan dalam menentukan kebijakan. Polri harus berani tegas menolak apabila ada ajakan dari pihak tertentu untuk mencopot atau memasangkan baliho pasangan capres-cawapres tertentu.
Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, bahkan menyebut adanya aparat yang bermain politik praktis dan bertugas memasang baliho partai politik tertentu menjelang Pemilu 2024. ”Mohon maaf sekali, Pak Kabaharkam. Tidak bisa kita tutupi bahwa memang ada anggota yang kerjanya memasang baliho parpol tertentu,” ujarnya.
Benny yakin publik juga melihat realitas itu. Ia justru menyayangkan mengapa Polri terkesan mendiamkan anggotanya yang telah bertindak tidak netral tersebut.
Konflik kepentingan
Menurut anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil, keraguan pada netralitas Polri di pemilu kali ini menguat. Ini karena ada potensi konflik kepentingan di tubuh kepolisian dengan majunya putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, sebagai cawapres dari Prabowo Subianto. Apalagi, jika merujuk Pasal 8 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, maka disebutkan bahwa Polri ada di bawah Presiden.
”Sehingga orang mempertanyakan apakah akan terjadi conflict of interest di kepolisian,” ucap Nasir.
Ia pun meminta komitmen Kapolri dan Kabaharkam terkait independensi serta netralitas Polri dalam seluruh kegiatan pemilu. Kapolri juga harus tegas menyampaikan kepada seluruh jajarannya sampai tingkat di bawah soal sanksi yang akan dijatuhkan jika melanggar dari komitmen. Kemudian, harus tegas pula menjatuhkan sanksi kepada aparat yang melanggar guna memberikan efek jera.
”Ingat, kepercayaan publik terhadap kepolisian telah mencapai 76,4 persen. Itu bukan angka kecil dan itu mahal bagi Polri. Karena itu, apakah hanya karena tidak netral, lalu kita ingin menurunkan kepercayaan publik itu,” ujar Nasir.
Masih kuatnya keraguan pada netralitas Polri membuat anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, Trimedya Panjaitan, mengusulkan agar Komisi III membentuk Panitia Kerja (Panja) Pengawasan Netralitas Polri.
Atas usulan tersebut, Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto mengatakan, fraksi-fraksi di Komisi III sudah sepakat untuk membentuknya. ”Nanti akan dibentuk. (Semua) sudah sepakat. Melalui rapat internal dulu,” katanya.
Sebelum muncul usulan Panja Netralitas Polri, Komisi I DPR telah membentuk Panja Netralitas TNI. Tugasnya untuk mengawal komitmen netralitas TNI selama pemilu.
Fadil Imran menyerahkan sepenuhnya pembentukan panja tersebut kepada Komisi III DPR. Yang jelas, sesuai perintah Kapolri dan Pasal 28 UU Polri, Polri tak boleh terlibat politik praktis. Hal itu juga telah ditegaskan dalam Peraturan Polri Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik. Tak hanya itu, Kapolri juga telah mengeluarkan petunjuk dan arahan soal netralitas kepada jajarannya yang tertuang dalam Surat Telegram No 2407/X/2023.
”Jadi, kalau ada yang tak netral, bisa kena disiplin, bisa kena kode etik. Kalau dia masuk dalam kategori tindak pidana pemilu, bisa dikenai tindak pidana pemilu melalui Gakkumdu (Penegakan Hukum Pemilu),” kata Fadil.
Terkait informasi pemasangan baliho oleh polisi, Fadil menepisnya. ”Sampai hari ini, tidak ada fakta yang ditemukan bahwa ada pemasangan baliho oleh polisi,” ujarnya.
Ia pun meminta semua pihak membedakan fakta, asumsi, dan rumor. Jika memang ditemukan pelanggaran, siapa pun bisa melaporkannya ke Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Inspektorat Pengawasan Umum Polri, atau instansi penyelenggara pemilu seperti Badan Pengawas Pemilu.
”Kami terbuka dan Kapolri sudah menyampaikan komitmennya untuk bertindak sesuai SOP. Bila ada anggota yang melanggar, pasti akan ada sanksi, mulai kode etik, sanksi disiplin, sampai sanksi pidana,” kata Fadil.