JAKARTA, KOMPAS — Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi nonaktif Firli Bahuri mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK di tengah dugaan korupsi dan pelanggaran kode etik yang menjeratnya. Seiring dengan pengunduran diri tersebut, Dewan Pengawas KPK memastikan tetap melanjutkan pemeriksaan dugaan pelanggaran etik terhadap Firli karena belum ada keputusan presiden terkait dengan pengunduran dirinya.
Firli menyampaikan pengunduran dirinya seusai menemui Dewan Pengawas (Dewas) KPK, di Jakarta, Kamis (21/12/2023) sore. Hal itu ia sampaikan setelah Dewas KPK selesai menggelar sidang terkait pelanggaran etik yang diduga ia lakukan. Selama sidang etik berlangsung, Firli tidak hadir.
”Ya, saya katakan, saya menyatakan berhenti dari Ketua KPK dan tidak melanjutkan masa perpanjangan, suratnya tertanggal 18 Desember 2023. Sudah disampaikan kepada Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara,” kata Firli.
Selama sidang etik berlangsung, Firli tidak hadir.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Kompas, Kementerian Sekretariat Negara telah menerima surat pengunduran diri yang diajukan Firli, dari jabatannya sebagai Ketua dan pimpinan KPK. Surat tersebut tertanggal 18 Desember 2023.
Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana menyampaikan, saat ini permohonan pengunduran diri yang diajukan Firli tengah diproses untuk segera ditetapkan dengan keputusan presiden. Terkait dengan hal itu, kata Ari, Presiden baru tiba di Jakarta pada Kamis sore setelah melakukan kunjungan kerja ke Ibu Kota Nusantara.
Sejauh ini ada tiga dugaan pelanggaran etik oleh Firli, yakni pertemuan dan komunikasi beberapa kali dengan bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, harta kekayaan yang tidak dilaporkan secara benar di laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) termasuk utangnya, dan juga terkait dengan penyewaan rumah di Jalan Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Pemeriksaan etik itu mulai dilakukan Dewas KPK setelah Firli ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, akhir November 2023, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi terkait dengan pemeriksaan dugaan korupsi di Kementerian Pertanian yang ditangani KPK. Firli ditetapkan sebagai tersangka setelah KPK menetapkan Syahrul Yasin Limpo sebagai tersangka dugaan korupsi di Kementan, pertengahan Oktober 2023.
Hingga kini perkara Firli masih diusut Polda Metro Jaya. Firli sempat berupaya mengajukan praperadilan tentang tidak sahnya penetapan dirinya sebagai tersangka, tetapi ditolak hakim tunggal PN Jakarta Selatan, Imelda Herawati.
Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango telah menerima surat permohonan pengunduran diri yang diajukan Firli. Ia mengatakan, jika telah ada ketentuan pemberhentian tetap terhadap Firli, Presiden akan mengirimkan nama-nama yang pernah melalui uji kelayakan dan kepatutan sebagai pimpinan KPK kepada DPR, untuk kemudian dipilih menggantikan Firli.
Pemeriksaan dilanjutkan
Sementara itu, Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan, pihaknya belum menerima keputusan presiden (keppres) terkait dengan pengunduran diri Firli sebagai pimpinan KPK. Menurut dia, selama keppres tersebut belum ada, sidang etik Firli tetap dilanjutkan.
Tumpak menjelaskan, sidang etik Firli berbeda dengan mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar. Dalam kasus Lili, ketika sidang baru dimulai, Lili sudah memberikan keppres terkait pemberhentian dirinya sebagai wakil ketua merangkap anggota KPK di persidangan. Lili mengundurkan diri saat Dewas KPK akan menggelar persidangan etik terhadap Lili atas dugaan penerimaan gratifikasi berupa akomodasi dan tiket menonton MotoGP di Mandalika, Nusa Tenggara Barat, dari sebuah perusahaan milik negara.
Firli memiliki hak untuk mundur. Meskipun demikian, lanjut Syamsuddin, sidang etik akan terus berjalan.
Adapun saat Firli menemui Dewas, menurut Tumpak, Firli baru menyerahkan tembusan surat pengunduran dirinya sebagai Ketua KPK kepada Presiden. Saat itu pun, lanjutnya, sidang etik dengan agenda pemeriksaan para saksi sudah hampir selesai. Persoalan ini, lanjutnya, akan dimusyawarahkan oleh Majelis Dewas pada Jumat (22/12/2023).
Anggota Dewas KPK, Syamsuddin Haris, menambahkan, Firli memiliki hak untuk mundur. Meskipun demikian, lanjut Syamsuddin, sidang etik akan terus berjalan.
Dihubungi secara terpisah, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan, ICW mendesak Presiden Joko Widodo untuk menunda penerbitan keppres terkait dengan pengunduran Firli sebagai pimpinan KPK hingga proses persidangan etik di Dewas KPK selesai.
”Kami menduga Firli ingin meniru cara Lili Pintauli Siregar dengan cara mengundurkan diri sebagai pimpinan KPK agar kemudian proses etik dihentikan. Cara-cara semacam ini kian menunjukkan bahwa Firli penakut dan ingin lari dari pertanggungjawaban etik di KPK,” kata Kurnia.
Menurut dia, penundaan penerbitan keppres tersebut penting dilakukan Presiden Joko Widodo. Sebab, jika cara seperti Lili diteruskan, maka berpotensi ditiru oleh pimpinan KPK mendatang jika tersangkut dugaan pelanggaran kode etik berat.