900 Pelaku Perdagangan Orang Ditangkap, Semua ”Ikan Teri”
Gugus Tugas Penanganan Perdagangan Orang sudah menangkap 900 tersangka, tetapi semua masih sebatas ”ikan teri” atau anak buah, belum kepala sindikatnya.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemberantasan tindak pidana perdagangan orang atau TPPO harus lebih efektif untuk melindungi pekerja migran Indonesia. Sejauh ini, para pelaku TPPO yang tertangkap baru di jajaran anak buah, belum sampai pada dalangnya.
Wakil Presiden Ma’ruf Amin meminta seluruh institusi menindak serius kejahatan ini. ”Semua instansi yang berwenang untuk serius memerangi TPPO yang sejatinya bertentangan dengan hak asasi manusia,” tuturnya dalam sambutan peringatan Hari Pekerja Migran Internasional, Senin (18/12/2023), di Gelora Bung Karno, Jakarta.
Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Rhamdani dalam keterangan kepada wartawan mengatakan, sejauh ini pemerintah berkomitmen untuk menegakkan hukum dan menindak TPPO yang kerap menjerat pekerja migran Indonesia.
Karena itu, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang diubah. Bila dalam Perpres No 22/2021 Gugus Tugas dipimpin Ketua I Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Ketua II Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, serta Ketua Harian Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, maka dalam Perpres Nomor 49 Tahun 2023, ketua harian dipegang Kepala Kepolisian Negara RI.
”Menteri PPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) tidak punya struktur sampai ke bawah dan tidak punya kewenangan penegakan hukum. Setelah gugus tugas dipimpin Kapolri, sudah 900 tersangka ditangkap dan 3.000 (warga) diselamatkan, padahal hampir diberangkatkan. Tapi yang ditangkap masih ikan teri (hanya anak buah). Kami harap bandar, kepala sindikatnya juga bisa ditangkap,” tambah Benny.
Wapres pun meminta masyarakat untuk saling mengingatkan tentang risiko berangkat sebagai pekerja ilegal dan TPPO. Apabila warga berangkat tanpa dokumen resmi dan ditempatkan secara resmi, banyak risiko seperti terjadinya kekerasan, gaji tidak dibayarkan, eksploitasi jam kerja, dan diperjualbelikan antarmajikan.
Wapres menambahkan, untuk melindungi warga Indonesia yang memilih menjadi pekerja migran, pemerintah wajib memberikan pelayanan dan perlindungan memadai. Untuk itu, harus dipastikan persiapan sebelum keberangkatan maupun pelatihan dan penempatannya dilakukan secara tertib dan sesuai ketentuan berlaku.
Selain itu, Pemerintah Indonesia juga akan terus menjalin dan memperluas hubungan kerja sama yang baik dengan sejumlah negara untuk memperluas potensi kesempatan kerja. Salah satu tujuan untuk para pekerja migran, menurut Wapres, adalah Slowakia.
Kewajiban melindungi pekerja migran ini, selain para pekerja ini adalah warga Indonesia, kontribusi terhadap penerimaan negara juga tinggi. Tahun 2022, devisa melalui remitansi atau pengiriman uang dari luar negeri mencapai Rp 139 triliun atau terbesar kedua setelah sektor migas. Malah, Benny menyebut sumbangan para pekerja migran mencapai Rp 159 triliun per tahun. Karena itu, buruh migran pun disebut pahlawan devisa.
Menteri PPA (Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) tidak punya struktur sampai ke bawah dan tidak punya kewenangan penegakan hukum.
Wapres menambahkan, pemerintah, baik pusat maupun daerah, mempunyai kewajiban untuk menyiapkan calon pekerja migran yang kompeten, baik teknis maupun bahasa. Dengan demikian, pekerja migran dapat merebut peluang kerja di luar negeri.
”Penyiapan kompetensi ini penting untuk mewujudkan pekerja migran yang berdaya,” ujarnya.
Sebagai wujud komitmen negara, beberapa kemudahan dan fasilitas sudah ada saat ini, antara lain pembiayaan proses penempatan melalui Kredit Usaha Rakyat dan Kredit Tanpa Agunan yang mudah bagi pekerja migran; fasilitas jalur cepat keimigrasian di delapan bandara internasional di Indonesia; penerbitan surat kepercayaan negara untuk menjamin hak-hak pekerja migran; serta keringanan biaya pengiriman barang milik pekerja migran.
Benny menambahkan, ke depan diharapkan pekerja migran benar-benar tak dibebani biaya penempatan. Sejauh ini, Pasal 30 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia menegaskan bahwa pekerja migran tidak dibebani biaya penempatan. ”Kenyataannya, biaya pembuatan paspor, pengajuan visa, pemeriksaan kesehatan, biaya pelatihan, dan tes psikologi masih bayar,” tuturnya.
Jika biaya penempatan setiap pekerja migran Rp 30 juta, untuk 270.000 pekerja, kata Benny, investasi yang diperlukan untuk biaya penempatan hanya Rp 8,2 triliun. Investasi ini dinilai tak seberapa ketimbang sumbangan remitansi pekerja migran yang mencapai Rp 159 triliun.
Wapres Amin, dalam keterangan kepada wartawan, mengatakan akan dicek seberapa kemampuan pemerintah untuk itu. ”Komitmen pemerintah untuk memberikan yang terbaik untuk buruh migran, baik kemudahan dan keringanan. BP2MI juga akan terus mengolah itu,” tambahnya.