Penyidik Libatkan Ahli Konstruksi Dalami Kasus Tol MBZ
Dari penghitungan sementara, proyek pembangunan Tol MBZ diperkirakan merugikan negara hingga Rp 1,5 triliun. Penyidik kini melibatkan ahli konstruksi untuk menghitung kerugian keuangan negara.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Kejaksaan Agung masih mendalami kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Tol Jakarta-Cikampek II Layang yang kini bernama Jalan Tol Layang Sheikh Mohammed bin Zayed atau Tol MBZ. Dalam penghitungan kerugian keuangan negara, penyidik melibatkan ahli konstruksi.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana, Jumat (15/12/2023), mengatakan, sampai saat ini penyidik masih terus memeriksa saksi untuk melengkapi berkas perkara. Sembari mendalami kasus tersebut, penyidik juga melakukan penghitungan kerugian keuangan negara pada proyek senilai Rp 13,5 triliun tersebut.
Kami masih terus melakukan serangkaian pemeriksaan dalam rangka pemberkasan serta secara intensif kami lakukan koordinasi dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan).
”Kami masih terus melakukan serangkaian pemeriksaan dalam rangka pemberkasan serta secara intensif kami lakukan koordinasi dengan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan),” ujar Ketut.
Ketut menyampaikan, proses pemeriksaan terhadap saksi masih terus dilakukan meski tidak dilakukan setiap hari. Beberapa hari lalu, penyidik memeriksa YM selaku Kepala Proyek Japek II Elevated periode Desember 2016 sampai Desember 2017 dan HA selaku Site Engineering and Contract Manager Proyek Japek II Elevated periode April 2017–Juli 2020.
Penyidik juga telah memeriksa FR selaku Kepala Proyek Japek II Elevated periode Januari 2018-2020; AMS selaku tenaga Staf Keuangan, Invoice, dan Penagihan PT Bukaka; AE selaku Koordinator Keuangan dan Accounting PT Bukaka; serta I selaku insinyur PT Bukaka.
Dalam kasus tersebut, penyidik telah menetapkan empat tersangka. Mereka adalah Djoko Dwijono selaku Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JCC) periode 2016-2020; Yudhi Mahyudin selaku Ketua Panitia Lelang JCC; Toni Budianto Sihige selaku tenaga ahli jembatan PT LAPI Ganeshatama Consulting; serta Sofiah Balfas, Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama.
Menurut Ketut, dalam melakukan penghitungan kerugian negara, penyidik juga melibatkan ahli konstruksi. Dari penghitungan sementara, kerugian keuangan negara dalam proyek pembangunan jalan tol tersebut mencapai Rp 1,5 triliun.
Yang jelas, apa pun bentuk penyimpangan yang ditemukan penyidik yang menyebabkan kerugian negara, itu akan menjadi fokus ahlinya.
Ketika ditanya tentang perubahan konstruksi Jalan Tol MBZ dari penggunaan balok berbahan beton menjadi beton berbahan baja, Ketut menolak menjawab. Menurut Ketut, hal itu menyangkut substansi penyidikan. ”Yang jelas, apa pun bentuk penyimpangan yang ditemukan penyidik yang menyebabkan kerugian negara, itu akan menjadi fokus ahlinya,” kata Ketut.
Memeriksa prosedur
Secara terpisah, pengajar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, pelibatan saksi ahli dalam proses pidana tidak dalam rangka menentukan suatu dugaan pidana terbukti atau tidak. Saksi ahli diperlukan untuk menjelaskan mengenai mekanisme, prosedur, atau proses dari sebuah peristiwa.
Ahli itu sebenarnya tidak tahu peristiwanya, tetapi keterangan yang diberikan atas dasar pengetahuan yang dia ketahui. Jadi, dia tidak bisa menilai itu salah atau tidak, melainkan berdasarkan prosedur.
”Ahli itu sebenarnya tidak tahu peristiwanya, tetapi keterangan yang diberikan atas dasar pengetahuan yang dia ketahui. Jadi, dia tidak bisa menilai itu salah atau tidak, melainkan berdasarkan prosedur,” terang Fickar.
Terkait dengan kasus dugaan korupsi pembangunan Tol MBZ tersebut, lanjut Fickar, ahli konstruksi dapat memberikan keterangan tentang proses konstruksi sebuah jalan tol hingga faktor yang dapat memengaruhi proses pembangunan sebuah jalan tol. Ahli konstruksi dinilai dapat memberikan gambaran secara lebih detail terkait kewajaran sebuah proyek dari sisi konstruksi.
Menurut Fickar, proses pidana yang menyangkut proyek konstruksi di Indonesia bisa juga dipengaruhi oleh kebijakan politik. Sebab, pergantian pimpinan dapat berdampak pada perubahan kebijakan. Oleh karena itu, jika sebuah proyek diduga merugikan keuangan negara, penyidik mestinya tidak hanya melibatkan ahli konstruksi, tetapi juga lembaga yang berwenang untuk mengaudit sebuah proyek, yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).