logo Kompas.id
Politik & HukumHaul Gus Dur, Momentum...
Iklan

Haul Gus Dur, Momentum Refleksi untuk Perbaikan Demokrasi

Bagi Gus Dur, tolok ukur pengelolaan kekuasaan ialah kemaslahatan rakyat. Karena itu, haul ke-14 Gus Dur seyogyanya menjadi refleksi akan kondisi demokrasi saat ini yang mengalami kemunduran.

Oleh
HIDAYAT SALAM, DIAN DEWI PURNAMASARI, MAWAR KUSUMA WULAN
· 3 menit baca
Mural presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bersanding dengan tokoh pembela hak asasi manusia yang dibunuh penguasa menghiasi dinding di Cipayung, Depok, Jawa Barat, Rabu (15/3/2023). Gus Dur tidak hanya mewariskan nilai pluralisme dan toleransi sebagaimana diketahui banyak orang selama ini, tetapi juga mewariskan nilai-nilai yang lain, seperti keadilan dan membantu mereka yang terzalimi.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Mural presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur bersanding dengan tokoh pembela hak asasi manusia yang dibunuh penguasa menghiasi dinding di Cipayung, Depok, Jawa Barat, Rabu (15/3/2023). Gus Dur tidak hanya mewariskan nilai pluralisme dan toleransi sebagaimana diketahui banyak orang selama ini, tetapi juga mewariskan nilai-nilai yang lain, seperti keadilan dan membantu mereka yang terzalimi.

JAKARTA, KOMPAS — Haul ke-14 presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang menurut rencana digelar pada Sabtu (16/12/2023), di Ciganjur, Jakarta, menjadi momentum mengingatkan kembali para elite politik yang kini di antara mereka tengah berkontestasi di Pemilihan Umum 2024 untuk memiliki komitmen terhadap demokrasi seperti yang diperjuangkan Gus Dur, yakni berpihak pada kemanusiaan dan keadilan.

Terkait dengan kondisi demokrasi saat ini, kalangan akademisi memandang demokrasi Indonesia tengah mengalami kemunduran. Hal itu ditandai adanya pemberangusan demokrasi oleh pemimpin yang justru terpilih secara demokratis.

Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Kunjungi Halaman Pemilu

Gus Dur dalam berpolitik merupakan pribadi yang sangat menghargai kekuatan dan suara rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Karena itu, Gus Dur tak mengejar kekuasaan.

Baca juga: Budaya Etika Berdemokrasi ala Gus Dur yang Tetap Relevan

Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII) Komaruddin Hidayat mengatakan, ⁠politik Gus Dur adalah untuk membela hak-hak warga negara yang memiliki kedudukan sama di depan hukum, dengan tak memandang suku, golongan, dan agama. ”Gus Dur selalu ⁠menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan keluarga dan golongan,” ucapnya saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (15/12/2023).

Menurut Komaruddin, Gus Dur dalam berpolitik merupakan pribadi yang sangat menghargai kekuatan dan suara rakyat sebagai pemilik kedaulatan. Karena itu, Gus Dur tak mengejar kekuasaan, apalagi mengakumulasi kekuasaan. Kekuasaan juga dikelola tidak untuk dilanggengkan atau memperkaya diri sendiri atau bahkan untuk mendapatkan penghormatan. Bagi Gus Dur, tolok ukur pengelolaan kekuasaan ialah kemaslahatan rakyat.

Prof Dr Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Prof Dr Komaruddin Hidayat, Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia

Tokoh agama Romo Antonius Benny Susetyo atau dikenal Romo Benny mengungkapkan bahwa bagi Gus Dur, persatuan itu segala-galanya. Romo Benny kemudian mengingatkan agar para elite politik dalam menghadapi Pemilu 2024 tak mengejar kekuasaan, apalagi melegalkan sesuatu dengan menafikan hati, nurani, akal budi, dan akal sehat.

Romo Benny pun mengajak agar nilai-nilai yang diperjuangkan Gus Dur bisa diimplementasikan oleh peserta, pemilih, dan penyelenggara pemilu. Demokrasi ini harus dijaga dan harus tunduk pada etika dan nilai kesadaran etis dan tidak melegalkan segala cara,” ujarnya.

Baca juga: Gus Dur, Sang Guru Bangsa Pembela Minoritas

Kemunduran demokrasi

Iklan

Dalam sebuah diskusi, Direktur Pusat Media dan Demokrasi Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Wijayanto mengungkapkan, kemunduran demokrasi di Indonesia belakangan ini ditunjukkan dengan adanya pemberangusan demokrasi oleh pemimpin yang justru terpilih secara demokratis. Pemberangusan dilakukan lewat kontrol terhadap kelembagaan, oposisi politik, pers yang independen, dan masyarakat sipil yang kritis.

Kemunduran demokrasi juga terlihat dari laporan berbagai lembaga pemantau demokrasi, salah satunya The Economist Intelligence Unit (EIU), pada 2021, Indonesia masuk kategori negara demokrasi cacat (flawed democracy) dengan skor indeks demokrasi 6,71. Kondisi itu sedikit membaik jika dibandingkan tahun sebelumnya dengan skor indeks demokrasi 6,30 atau terendah dibandingkan capaian 14 tahun sebelumnya (Kompas, 21 Mei 2022).

Bivitri Susanti, pengajar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, saat menyampaikan pendapatnya tentang hasil pilihan panitia seleksi calon pimpinan KPK di kantor Pusat Kajian Anti Korupsi UGM, Yogyakarta, Rabu (28/8/2019).
KOMPAS/NINO CITRA ANUGRAHANTO

Bivitri Susanti, pengajar hukum tata negara dari Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Jentera, saat menyampaikan pendapatnya tentang hasil pilihan panitia seleksi calon pimpinan KPK di kantor Pusat Kajian Anti Korupsi UGM, Yogyakarta, Rabu (28/8/2019).

Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, pun mengungkapkan bahwa saat ini masyarakat dipertontonkan praktik autocratic legalism. Dalam praktik ini, sistem hukum dan mekanisme berdemokrasi digunakan sebagai alat politik yang justru melemahkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip demokrasi itu sendiri.

Hal yang terlihat nyata adalah adanya pelemahan DPR sebagai kekuatan check and balances kekuasaan eksekutif, pelemahan pada masyarakat sipil, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui revisi Undang-Undang KPK, serta pelemahan pada Mahkamah Konstitusi (MK).

Semua (pelemahan demokrasi) dilakukan dalam koridor hukum melalui pembentukan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum. Bivitri

Baca juga: Akal-akalan Lemahkan MK

Khusus untuk pelemahan MK, Bivitri melihat gejala itu sudah tampak saat hakim Aswanto digantikan Guntur Hamzah. Kemudian diikuti dengan jatuhnya putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang dianggap sebagai karpet merah bagi putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, maju sebagai calon wakil presiden. Putusan Majelis Kehormatan MK pun menyatakan Ketua MK Anwar Usman yang mengadili persidangan perkara itu, yang merupakan paman dari Gibran, melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi terkait dengan Putusan MK No 90 tersebut.

”Semua (pelemahan demokrasi) dilakukan dalam koridor hukum melalui pembentukan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum,” kata Bivitri.

Untuk mengatasi pelemahan demokrasi itu, Bivitri mengajak agar kegelisahan warga terus dipelihara. Ia mengajak masyarakat tidak membenarkan cara berpolitik yang tidak beradab.

Ketiga calon presiden (kanan ke kiri), Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, mengikuti debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat pertama dari total lima debat capres-calon wakil presiden selama gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 ini mengangkat tema pemerintahan, hukum, hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, pelayanan publik, penanganan disinformasi, dan kerukunan warga. Debat menjadi momentum bagi kandidat untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya guna meyakinkan pemilih.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ketiga calon presiden (kanan ke kiri), Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, mengikuti debat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di kantor KPU, Jakarta, Selasa (12/12/2023). Debat pertama dari total lima debat capres-calon wakil presiden selama gelaran Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 ini mengangkat tema pemerintahan, hukum, hak asasi manusia, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, pelayanan publik, penanganan disinformasi, dan kerukunan warga. Debat menjadi momentum bagi kandidat untuk menyampaikan visi, misi, dan program kerjanya guna meyakinkan pemilih.

Wijayanto pun menyayangkan tak ada satu pun dari tiga calon presiden di Pilpres 2024 yang menyatakan adanya kemunduran demokrasi di debat perdana antar-capres pada Selasa (12/12/2023). Capres nomor urut 1, Anies Baswedan, yang menyebutkan adanya fenomena kemunduran demokrasi pun tak mengungkapkannya secara komprehensif.

Untuk memperbaiki demokrasi, kata Wijayanto, perlu menyasar aspek struktural, institusional, agensi, dan kultural. Untuk aspek institusional, contohnya, perlu perbaikan politik supaya tak berbiaya tinggi, perbaikan pada penegakan hukum, dan penguatan mekanisme check and balances.

Presiden Joko Widodo, di Jakarta, menyatakan, dirinya tidak pernah melakukan pembatasan terhadap demokrasi masyarakat Indonesia. Masyarakat pun punya ruang untuk berunjuk rasa. ”Di Patung Kuda, di depan Istana hampir setiap minggu ada demo. Enggak ada masalah,” tambah Jokowi.

Terkait dengan capres nomor urut 1, Anies Baswedan, yang menyinggung indeks demokrasi Indonesia turun, Presiden menyatakan akan melakukan evaluasi. ”Yaaaa, itu sebagai evaluasi. Tetapi, yang jelas kita ini, kan, tidak pernah melakukan pembatasan-pembatasan dalam berbicara, berpendapat,” tambah Presiden.

Editor:
MADINA NUSRAT
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000