Menyoal Azab, Perempuan, dan Korupsi
Ketika korupsi merugikan semua lapisan masyarakat, perempuan dan anak-anak menjadi pihak paling menderita. Namun, dalam upaya pemberantasan korupsi, perempuan justru kerap dianggap sebagai sumber masalah.
Tindak pidana korupsi dapat menjerat siapa saja. Baik pejabat publik, pihak swasta, anggota DPR, maupun tenaga pengajar. Kasus korupsi juga tidak mengenal jender karena dapat melibatkan perempuan ataupun laki-laki baik sebagai pelaku maupun korban.
Ketika korupsi merugikan semua lapisan masyarakat, perempuan dan anak-anak menjadi pihak paling menderita. Namun, dalam upaya pemberantasan korupsi, perempuan justru kerap dianggap sebagai sumber masalah.
Gambaran bagaimana perempuan dianggap sebagai sumber masalah korupsi terlihat dalam pemaparan Direktur Pembinaan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kumbul Kusdwidjanto Sudjadi. Ia menyampaikan pemaparannya dalam peringatan Hari Antikorupsi Sedunia 2023 di Jakarta, Selasa (12/12/2023) dan Rabu (13/12/2023).
Kumbul kemudian menayangkan sejumlah foto dan video mengenai tindakan sebagian perempuan pamer harta kekayaan di media sosial.
Kumbul membuka pemaparannya dengan mengatakan perempuan mempunyai peran penting sebagai istri, ibu, dan bagian dari masyarakat. Ia berargumen bahwa mengingat pentingnya peran perempuan, maka kehadiran perempuan untuk memberantas korupsi dibutuhkan.
Kumbul kemudian menayangkan sejumlah foto dan video mengenai tindakan sebagian perempuan pamer harta kekayaan di media sosial. Misalnya, ia menampilkan berita dengan judul ”Pejabat Setneg Dinonaktifkan Setelah Istri Pamer Harta, Beli Mobil Mewah Kayak Jajan Kacang”. Berita itu disiarkan oleh Warta Kota, Minggu (19/3/2023).
Ia juga menayangkan berita lain dengan sudut pandang pemberitaan serupa, misalnya: ”Potret Olivia Istri Pejabat Setneg Esha Rahmanshah yang Gaya Hidup Mewahnya Dikuliti Netizen” (Dream.co.id), ”Gaya Hedon Istri Pejabat Setneg Viral, Pamer Logam Mulia hingga Mobil Mewah” (Sindonews), ”Potret Istri Pejabat Kemenhub Muhammad Rizky Alamsyah, Harta ‘Cuma’ Rp 1,4 Miliar Tapi Gaya Bak Sosialita” (Kilat.com).
Kumbul mengatakan, sikap istri yang boros dan suka pamer kekayaan membuat ”nila setitik rusak susu sebelanga”, perumpamaan untuk menggambarkan keadaan yang membuat pasangan jadi kehilanggan jabatan. ”Hari ini (suami) pejabat, apakah besok tetap tergantung ibu-ibu,” katanya.
Kumbul juga menunjukkan video seorang perempuan yang marah karena suaminya tidak pulang. Lalu istri tersebut berubah menjadi baik setelah sang suami memberikan uang. Pada tayangan lain, ditampilkan foto aktor Suzzanna dengan tulisan ”Azab, Istri Meninggal Disambar Petir karena Terlalu Banyak Minta Uang Sama Suami”.
”Hati-hati, ibu-ibu banyak menuntut bisa kena (azab) ini,” ujar Kumbul.
Baca juga: Ruang Politik bagi Perempuan Harus Diciptakan Bersama
Terjebak paradigma patriarkis
Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, KPK terjebak pada paradigma patriarkis yang menempatkan perempuan dalam stereotipe dan stigma diskriminatif. ”KPK terjebak pada generalisasi di mana perilaku segelintir orang menjadi justifikasi keseluruhan persoalan korupsi yang melibatkan perempuan,” katanya.
Dalam paradigma patriarkis, perempuan ditempatkan sebagai warga kelas dua yang memiliki ketergantungan penuh pada sosok laki-laki, khususnya suami. Istri diposisikan sebagai aktor domestik, tidak mandiri, dan bergantung pada insentif pendapatan dari suami. Perempuan yang diposisikan sebagai pihak antagonis kemudian dinilai memicu praktik korupsi akibat perilaku serta gaya hidup yang konsumtif dan boros.
Padahal, ada persoalan yang lebih besar dari itu, yaitu diskriminasi yang menjebak perempuan untuk masuk perangkap lingkaran korupsi. ”KPK mestinya mampu melihat lebih utuh relasi antara korupsi dan ketidakadilan jender sehingga tidak malah menguatkan stigma bahwa perempuan sebagai pemicu korupsi yang dilakukan para koruptor,” katanya.
Padahal, ada persoalan yang lebih besar dari itu, yaitu diskriminasi yang menjebak perempuan untuk masuk perangkap lingkaran korupsi.
Selama ini, perempuan juga sering dianggap sebagai penyebab laki-laki atau suami korupsi. Gaya hidup yang konsumtif, suka pamer, dan boros diidentikkan terjadi karena sang istri. Korupsi memang tidak mengenal seksualitas dan jender. Akan tetapi, pernyataan mengenai perempuan sebagai penyebab perilaku korup suami kerap dikemukakan oleh pejabat pemerintahan bahkan petinggi ataupun komisioner KPK.
Padahal, ada integritas personal, etika jabatan, dan aturan hukum yang mengikat pejabat. ”Justru jangan-jangan justru sikap permisif, tamak, dan pragmatis dari si pejabat koruplah yang menciptakan tindakan orang sekitarnya jadi toleran pada perilaku koruptif,” ujar Titi.
Peran perempuan
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan, perempuan memegang peranan penting dalam pemberantasan korupsi. Dengan setengah dari total populasi masyarakat Indonesia (di angka 49,8 persen), perempuan dapat menjadi penggerak utama untuk mendorong perubahan ke arah lebih baik.
Sejak 2004-2023, KPK telah memproses hukum sebanyak 1.648 tersangka dengan 141 orang (11 persen) di antaranya adalah perempuan. Modus suap dan gratifikasi juga sudah merambah dan melibatkan keluarga, istri-suami, suami-anak, atau istri-anak.
Korupsi telah memengaruhi baik buruknya akses pada layanan kesehatan, pendidikan, perumahan, ataupun politik. Kasus korupsi merugikan semua lapisan masyarakat, tetapi perempuan menjadi pihak paling terdampak. Akibat politik biaya tinggi, misalnya, perempuan menjadi sulit untuk mengakses berbagai jabatan publik melalui pemilu.
Dalam tulisan berjudul ”Perempuan, Korupsi, dan Kesetaraan Gender”, Koordinator ICW 2015-2022, Adnan Topan Husodo, menuliskan dampak korupsi bagi perempuan. Dalam kasus suap pengelolaan sumber daya manusia, misalnya, perempuan jadi korban karena kehilangan kesempatan lebih besar untuk mendapatkan pekerjaan. Korupsi di bidang transportasi menyebabkan stagnansi ekonomi yang merugikan perempuan. Demikian juga korupsi dalam pelayanan publik dan sektor kesehatan merugikan ibu hamil dan anak.
United Nations Office on Drugs and Crime atau UNODC menyebutkan alasan perempuan menjadi pihak utama yang paling dirugikan dalam korupsi pelayanan publik. Pertama, adanya pembagian peran tidak setara dalam keluarga membuat perempuan paling sering berurusan dengan layanan publik, seperti menyekolahkan anak atau membawa anggota keluarga ke layanan kesehatan. Alasan lainnya adalah kebutuhan spesifik perempuan, seperti menstruasi, melahirkan, dan menyusui membuat perempuan dekat dengan layanan publik.
Baru-baru ini, KPK mengusut kasus korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19 di Kementerian Kesehatan. Kasus dengan total proyek Rp 3,03 triliun itu merugikan jutaan masyarakat. Pada perempuan, kerugiannya lebih besar karena selama pandemi perempuan menanggung beban berlapis sebagai ibu pekerja, pendamping anak sekolah, dan penjaga anggota keluarga sakit.
Baca juga: Kita Tak Ingin Indonesia Dikuasai Oligarki yang Melawan Pemberantasan Korupsi
Tak menyelesaikan masalah korupsi
Sekretaris Jenderal Koalisi Perempuan Nasional Mike Verawati Tangka mengatakan, pernyataan KPK bahwa istri menjadi penyebab suami korupsi harus dibuktikan. ”Kalau tidak, kasus korupsi hanya akan ditarik ke masalah privat, yaitu keluarga. Ini tidak menyelesaikan korupsi yang sebenarnya persoalan struktural,” kata dia.
Menurut Mike, selama ini perempuan sudah berperan besar untuk mencegah dan melaporakan kasus korupsi di sekitar mereka. Di lingkungan tingkat rukun tetangga (RT) dan rukun warga (RW), misalnya, perempuan yang paling lantang bersuara untuk menyerukan keterbukaan laporan keuangan. Perempuan juga tidak mudah disuap dan lantang berteriak apabila terjadi ketidakadilan.
Mike menilai ada perspektif bias jender yang membuat perempuan kerap disalahkan dalam kasus korupsi. ”Hal ini berdampak pada penyelesaian kasus korupsi menjadi tidak jelas. Selain itu, upaya untuk mengentaskan kasus korupsi jadi lemah,” katanya.
Untuk memberantas kasus korupsi, justru yang dibutuhkan adalah bagaimana memperkuat gerakan masyarakat sipil yang dimotori perempuan.
Untuk memberantas kasus korupsi, justru yang dibutuhkan adalah bagaimana memperkuat gerakan masyarakat sipil yang dimotori perempuan. Dengan cara itu terdapat kesempatan lebih besar bagi perempuan untuk memimpin upaya-upaya masyarakat sipil dalam memberantas korupsi.
Meski demikian, KPK belum memberikan tanggapan terkait dengan pernyataan Kumbul yang antara lain menilai bahwa perempuan mempunyai peran penting dalam memberantas korupsi, tetapi juga menganggap perempuan bisa membuat pasangannya terjerat korupsi.
Kompas telah menghubungi Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri, Jumat (15/12/2023), tetapi diminta untuk menghubungi Pelaksana Tugas Juru Bicara Pencegahan KPK Ipi Maryati. Saat dihubungi untuk dimintai penjelasan lewat aplikasi percakapan Whatsapp, Ipi tak merespons.