Tiga Prajurit TNI Dinyatakan Terbukti Menculik dan Membunuh Imam Masykur
Majelis hakim menyatakan, ketiga prajurit, terdakwa pembunuhan Imam Masykur, terbukti melakukan pembunuhan berencana. Para terdakwa, yang salah satunya anggota Paspampres, itu menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Majelis Hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta memvonis tiga prajurit TNI pembunuh Imam Masykur dengan hukuman pidana penjara seumur hidup dan pemecatan. Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, ketiganya terbukti menculik dan melakukan pembunuhan berencana terhadap Masykur. Baik terdakwa maupun oditur atau jaksa militer menyatakan pikir-pikir, apakah menerima putusan atau banding.
Tiga prajurit tersebut adalah Prajurit Kepala (Praka) Riswandi Manik dari satuan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres), Praka Heri Sandi dari Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat, dan Praka Jasmowir dari Komando Daerah Militer Iskandar Muda Aceh.
Adapun terdakwa Riswandi mengamuk dan mengumpat kata-kata kasar seusai persidangan saat digiring untuk kembali ke ruang tahanan.
”Satu, menyatakan para terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana: Kesatu, pembunuhan berencana yang dilakukan bersama-sama sebagaimana dakwaan kesatu primer. Kedua, penculikan yang dilakukan secara bersama-sama,” ujar Hakim Ketua Kolonel Rudy Dwi Prakamto saat membacakan vonis di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Senin (11/12/2023), dengan didamping dua hakim anggota, yakni Letnan Kolonel Idolohi dan Mayor Aulisa Dandel.
Dalam persidangan yang turut dihadiri Fauziah, ibunda Masykur, dengan didamping tim kuasa hukumnya, majelis hakim menyampaikan pertimbangannya bahwa hukuman pidana mati sesuai tuntutan oditur tidak diberikan karena para terdakwa memiliki hak untuk hidup dan negara tidak berhak untuk mencabutnya. Karena itu, majelis hakim memberikan hukuman pidana penjara seumur hidup kepada setiap terdakwa. Selain itu, tuntutan pemecatan dari dinas militer juga dikabulkan oleh majelis hakim.
Dalam pertimbangannya, lanjut Rudy, hukuman diberikan berdasarkan aspek kepentingan militer, keadilan masyarakat, dan batin pelaku. Para terdakwa sebagai prajurit dibentuk untuk melindungi, bukan membunuh masyarakat. Tindakan mereka juga mencoreng nama baik TNI AD dan bertentangan dengan kepentingan militer.
Pembunuhan dilakukan secara berencana terlihat dari rentang waktu yang dimiliki para terdakwa tidak digunakan untuk melapor ke pihak berwajib, melainkan membuang jasad korban.
”Perbuatan para terdakwa sudah sedemikian berat dan kejinya, maka kondisi psikologi sosial masyarakat secara umum dan secara khusus kondisi psikologi para keluarga harus dipulihkan dengan pemberian hukuman setimpal,” katanya.
Selain itu, majelis hakim menyatakan, para terdakwa membunuh Imam Masykur secara sengaja dan dalam keadaan sadar. Pembunuhan dilakukan secara berencana terlihat dari rentang waktu yang dimiliki para terdakwa bukan digunakan untuk melapor kepada pihak berwajib, melainkan membuang jasad korban.
Terdakwa berterus terang
Di sisi lain, Rudy memandang tetap ada pertimbangan yang meringankan hukuman para terdakwa, seperti berjanji untuk tidak mengulangi kembali, berterus terang dalam persidangan, dan belum pernah dihukum disiplin ataupun pidana.
Seusai membacakan putusan, majelis hakim memberikan kesempatan bagi ketiga terdakwa untuk berdiskusi dengan penasihat hukum masing-masing. Setelah berunding, ketiga terdakwa dan penasihat hukum mereka; Kapten Budiyanto, Kapten Fadly Sitorus, dan Mayor Manang; sepakat untuk pikir-pikir. Hal serupa disampaikan oditur militer, Letnan Kolonel Upen Jaya Supena.
Saat para terdakwa digiring untuk kembali ke ruang tahanan sementara, terjadi keributan kecil akibat saling dorong antarpengunjung sidang. Para petugas pun mempercepat gerak perpindahan para terdakwa. Heri Sandi dan Jasmowir kompak menutup kepala mereka dengan tangan masing-masing. Sementara Riswandi Manik memberontak dan mengumpat pada pihak yang mendorongnya.
Berharap banding
Seusai sidang, Fauziah, ibunda Masykur, tak kuasa mengomentari hasil vonis. Meski demikian, kuasa hukumnya, Putra Safriza, menyebutkan, kliennya mengharapkan oditur militer untuk banding hingga hukuman pidana mati. Pernyataan pikir-pikir dari oditur militer diharapkan merupakan persiapan untuk mengajukan banding.
Pernyataan pikir-pikir dari oditur militer diharapkan merupakan persiapan untuk mengajukan banding.
”Kami sudah koordinasi dengan oditur militer dan memohon putusan yang dijatuhkan, yaitu seumur hidup, untuk dilakukan banding ke hukuman mati. Harapan dari seorang ibu juga meminta kepada oditur militer memohon, tepatnya untuk banding, ke hukuman mati,” katanya.
Adapun hukuman mati merupakan hukuman maksimal atas pelanggaran Pasal 340 KUHP, yakni pidana mati. Pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu—paling lama 20 tahun—merupakan alternatif pidana mati.