Pelonggaran Aturan Dinilai Membuka Potensi Korupsi APD Covid-19
Kasus dugaan korupsi pada situasi bencana seperti Covid-19 terjadi karena adanya pelonggaran penerapan aturan pengadaan barang dan jasa.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi terus mengusut kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat pelindung diri (APD) untuk Covid-19 di Kementerian Kesehatan RI tahun anggaran 2020-2022. Potensi korupsi pada situasi bencana seperti Covid-19 dinilai terjadi karena adanya pelonggaran penerapan aturan pengadaan barang dan jasa dalam situasi darurat dan bencana.
Terkait penanganan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan alat pelindung diri (APD) untuk Covid-19, KPK memanggil anggota Komisi VI DPR, Gde Sumarjaya Linggih, sebagai saksi. Pemeriksaan Gde Sumarjaya dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (11/12/2023).
Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya juga memanggil Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan RI Murti Utami Andyanto dan PNS Ditjen Bea Cukai/Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai Bogor tahun 2020, Pius Rahardjo.
”Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi. Penyidikan perkara dugaan korupsi pengadaan APD di Kemenkes RI,” ucap Ali Fikri dalam keterangannya.
Pada pertengahan November 2023, KPK telah menetapkan para tersangka dalam perkara ini, yang diduga telah merugikan keuangan negara ratusan miliar rupiah. Adapun nilai proyek pengadaan alat pelindung diri Covid-19 di Kementerian Kesehatan mencapai Rp 3,03 triliun untuk kebutuhan 5 juta set APD pada periode 2020-2022.
Meski sudah ada sejumlah pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, Ali Fikri belum bersedia mengumumkan nama-nama tersangka. Menurut dia, nama-nama tersangka akan diumumkan pada saat penahanan.
Selain menetapkan tersangka, KPK juga telah mencegah lima orang bepergian ke luar negeri. Lima orang dimaksud ialah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Budi Sylvana, Direktur PT Permana Putra Mandiri Ahmad Taufik, Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (EKI) Satrio Wibowo, A Isdar Yusuf (advokat), dan Harmensyah (PNS BNPB).
Dalam perkara ini, KPK menerapkan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk menjerat para tersangka. Pasal itu menyangkut dugaan perbuatan melawan hukum, memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi yang menimbulkan kerugian keuangan negara.
Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi UGM Zaenur Rohman mengatakan, kasus dugaan korupsi pada situasi bencana, seperti Covid-19, terjadi karena adanya pelonggaran penerapan aturan pengadaan barang dan jasa. Pengadaan barang dan jasa dalam situasi darurat tidak memakai Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007 tentang Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dalam situasi bencana, pengadaan barang dan jasa mengacu pada aturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, yaitu Peraturan Lembaga Nomor 13 Tahun 2018 tentang PengadaanBarang/Jasa dalam Penanganan Keadaan Darurat.
”Dengan syarat dan prosedur yang dipermudah untuk kebutuhan penanganan bencana, di situlah peluang dimanfaatkan oleh pelaku (korupsi), mulai dari penyelenggara negara, hingga penyedia barang dan jasa. Ini merupakan kejahatan yang serius karena menimbulkan dampak yang besar dan mengganggu penanganan bencana,” katanya.
Mengingat dampak yang ditimbulkan begitu besar, maka hukuman untuk pelaku tindak pidana korupsi pada situasi bencana juga besar. Namun, menurut Zaenur, hukuman berat bagi pelaku hanya bisa diberikan dalam situasi darurat bencana alam nasional, seperti tsunami, banjir, atau gunung meletus.
”Masalahnya, Covid-19 bukanlah bencana alam nasional sehingga tidak bisa dijatuhi hukuman mati. Hukuman berat yang dapat dijatuhi kepada pelaku tindak bidana korupsi bantuan APD Covid-19 adalah berupa pengembalian aset dan kerugian negara untuk kepentingan rakyat,” katanya.
Secara terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengatakan, Kemenkes pasti akan mengikuti proses perkara yang ditangani KPK sesuai dengan aturan yang berlaku. Kemenkes masih menunggu informasi detail dari KPK terkait dugaan korupsi tersebut.