Kepala BNN Baru: Tak Ada Toleransi jika Aparat Terlibat Peredaran Narkoba
Kepala BNN Marthinus Hukom menegaskan pihaknya tak akan menoleransi aparat Polri, TNI, dan PNS yang terlibat peredaran narkoba. Peredaran narkoba harus diputus karena sangat membahayakan generasi muda dan negara.
JAKARTA, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional tidak akan menoleransi aparat Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan pegawai negeri sipil yang terlibat dalam peredaran narkoba. Tiga hal yang terkait peredaran narkotika dan obat-obatan, yakni pasokan, permintaan, dan dukungan keuangan, mesti dihentikan segera dan tuntas.
Pendekatan penanganan narkotika yang ada tidak berubah, tetapi harus ditingkatkan. ”(Hal) yang jelas bagi saya adalah bagaimana kita memutuskan mata rantai peredaran narkoba dengan memberhentikan suplai. Kemudian menyadarkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan untuk mengecilkan, bahkan mengurangi demand,” kata Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Inspektur Jenderal Marthinus Hukom di Istana Negara, Jakarta, Jumat (8/12/2023).
Dalam catatan Kompas, dalam dua tahun terakhir ini, selain mengungkap aparat TNI, juga terungkap perwira di Mabes Polri. Pada Juli 2022, BNN mengungkapkan ada keterlibatan tiga anggota TNI dan satu anggota Polri dalam kasus peredaran gelap narkotika. Hal itu diungkapkan oleh Deputi Pemberantasan BNN Irjen Kenedy dalam konferensi pers, Kamis (14/7/2022). Dalam penangkapan itu aparat mengamankan narkotika golongan 1 jenis ganja seberat 61,10 kilogram.
Pada Januari 2023, masyarakat dihebohkan dengan ditangkapnya salah seorang perwira Mabes Polri, yakni Kombes Yulius Bambang Karyanto. Ia ditangkap akibat kepemilikan sabu. Yulius bukanlah satu-satunya anggota kepolisian berpangkat perwira pertama yang terjerat kasus narkoba. Setidaknya hingga kini ada lima perwira polisi yang tersandung kasus obat-obatan terlarang.
Sebut saja, mulai dari Irjen Teddy Minahasa, eks Kapolda Sumatera Barat, setelah kasusnya terbuka dari penangkapan tiga orang sipil oleh penyidik Polda Metro Jaya. Lalu ada Ajun Komisaris Besar Dody Prawiranegara, eks Kapolres Bukittinggi. Dody terseret kasus narkoba yang menjerat mantan atasannya, yakni Irjen Teddy Minahasa.
Baca juga: Peringatan, Ada 4,8 Juta Penduduk Terpapar Narkotika
Setelah Teddy dan Dody, Polda Metro juga menyibak keterlibatan Ajun Komisaris Besar Benny Alamsyah, eks Kapolsek Metro Kebayoran Baru. Kasus narkoba yang menjerat Benny sebelumnya terungkap sejak Agustus 2019, tetapi baru terbongkar.
Gantikan Petrus Golose
Marthinus dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Kepala BNN menggantikan Petrus Golose yang memasuki masa pensiun. Pelantikan berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 182/TPA Tahun 2023 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan dari dan dalam Jabatan Pimpinan Tinggi Utama di Lingkungan Badan Narkotika Nasional.
Yang jelas bagi saya adalah bagaimana kita memutuskan mata rantai peredaran narkoba dengan memberhentikan suplai. Kemudian menyadarkan masyarakat Indonesia secara keseluruhan untuk mengecilkan, bahkan mengurangi demand.
Seperti diketahui, Marthinus adalah lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) angkatan tahun 1991. Sebelum dilantik sebagai Kepala BNN, Marthinus menjabat sebagai Kepala Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri.
Acara pelantikan diakhiri pemberian ucapan selamat oleh Presiden Jokowi yang diikuti para tamu undangan. Turut hadir dalam acara pelantikan tersebut, antara lain, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo, Ketua Mahkamah Agung Muhammad Syarifuddin, Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Kalau generasi muda kita sudah dihancurkan, siapa yang akan melanjutkan keberlanjutan negara ini kalau kita tidak selesaikan dari generasi muda.
Seusai pelantikan, Marthinus menuturkan, narkotika menyerang hingga ke syaraf. Narkotika berbahaya karena mengancam generasi muda dan bahkan mengancam keberlanjutan negara. ”Kalau generasi muda kita sudah dihancurkan, siapa yang akan melanjutkan keberlanjutan negara ini kalau kita tidak selesaikan dari generasi muda,” ujarnya.
Marthinus menegaskan, pihaknya tidak akan menoleransi keterlibatan anggota, baik Polri, TNI, maupun pegawai negeri sipil. BNN akan bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan untuk koreksi ke dalam.
Saya memberi pesan juga kepada siapa pun aparat yang terlibat (bahwa) kita akan melakukan tindakan tegas. Sebelum ke sini, saya sudah berkoordinasi dengan Kapolri. Saya meminta dukungan beliau untuk menyelesaikan ke dalam struktur kita yang coba-coba bermain dengan bandar narkoba.
”Jadi, saya memberi pesan juga kepada siapa pun aparat yang terlibat (bahwa) kita akan melakukan tindakan tegas. Sebelum ke sini, saya sudah berkoordinasi dengan Kapolri. Saya meminta dukungan beliau untuk menyelesaikan ke dalam struktur kita yang coba-coba bermain dengan bandar narkoba,” katanya.
Baca juga: BNN Ungkap Keterlibatan 4 Aparat dalam Kasus Narkotika
Marthinus menjelaskan, dirinya juga dimungkinkan akan menghadap Panglima TNI untuk meminta bantuan ketika ada keterlibatan anggotanya dalam peredaran narkoba. ”Begitu juga dengan ASN. Saya akan berkoordinasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (dan Reformasi Birokrasi) dan menteri-menteri lain yang mungkin bisa membantu kita membersihkan ke dalam struktur,” ujarnya.
Keterlibatan struktur
Lebih jauh, menurut dia, keterlibatan struktur dalam peredaran narkoba akan semakin menguatkan kekuatan jaringan. ”Maka, kita harus melemahkan segala struktural, semua jaringan tersebut. Kita juga harus melemahkan sumber-sumber keuangannya sehingga mereka tidak mempunyai kesempatan sedikit pun untuk mengedarkan narkoba,” kata Marthinus.
Kita harus melemahkan segala struktural, semua jaringan tersebut. Kita juga harus melemahkan sumber-sumber keuangannya sehingga mereka tidak mempunyai kesempatan sedikit pun untuk mengedarkan narkoba.
Saat ditanya terkait tantangan yang dihadapi mengingat latar belakangnya yang aktif di Detasemen Khusus 88, Marthinus menuturkan struktur Densus dan BNN tidak jauh berbeda. Setidaknya ada tiga pendekatan besar, yakni penegakan hukum melalui suatu operasi pengumpulan informasi intelijen, pencegahan, dan rehabilitasi atau kalau di Densus berupa deradikalisasi.
”Jadi, bagi saya, ini sesuatu yang polanya sama. Namun, hal kedua yang harus saya pertimbangkan adalah bahwa ketika bicara terorisme, kita bicara tentang mindset, ideologi, maka yang diserang adalah pemikiran. Tetapi, ketika kita bicara tentang narkotika, maka yang diserang adalah keinginan atau kehendak,” ujar Marthinus.
Ketika bicara terorisme, kita bicara tentang mindset, ideologi, maka yang diserang adalah pemikiran. Tetapi, ketika kita bicara tentang narkotika, maka yang diserang adalah keinginan atau kehendak.
Dengan demikian, perlu dirumuskan pendekatan tiga hal dimaksud, yakni pendekatan hukum, pencegahan, dan rehabilitasi dengan menggunakan pola berbeda. ”Tetapi, paling tidak kita akan melakukan pemetaan untuk melihat atau meng-assessment setiap pelaku untuk melihat motivasinya apa,” ujarnya.
Paling tidak kita akan melakukan pemetaan untuk melihat atau meng-assessment setiap pelaku untuk melihat motivasinya apa.
Marthinus berpendapat, ada tiga hal yang mesti menjadi perhatian terkait peredaran narkoba, yakni suplai, permintaan, dan dukungan keuangan. ”Tiga itu harus kita hentikan, kita miskinkan bandar-bandar narkoba tersebut,” ujarnya.
Tanaman kratom
Marthinus pun ditanya terkait zat-zat adiktif yang juga punya manfaat lain, semisal tanaman kratom dan juga adanya kebutuhan masyarakat terhadap ganja untuk kepentingan pemulihan atau kesehatan. ”Ya, saya lihat kepada undang-undang saja. Kalau undang-undang melarang, ya, kita larang,” ucapnya.
Baca juga: Ganja untuk Kesehatan, Diperlukan Regulasi, Bukan Legalisasi
Berkaitan dengan tanaman kratom, Marthinus mengatakan, dirinya akan mempelajari terlebih dahulu dan berkoordinasi dengan kementerian terkait. ”Saya harus pelajari dulu, ya, karena saya bukan ahli kimia, bukan ahli tentang kesehatan, (jadi) kita perlu koordinasi dengan Menteri Kesehatan. Dan, kebijakan pemerintah (seperti) apa itu yang kita ikuti,” katanya.
Ini juga, kan, menyangkut keselamatan manusia dan kita menggunakan kemanfaatan. Kalau memang lebih banyak manfaatnya, itu pertimbangan hukumnya apa? Pertimbangan etisnya apa? Tetapi, kalau lebih banyak mudaratnya atau daya rusaknya, untuk apa kita lakukan?
Aspek manfaat dan mudarat mesti dilihat. ”Ini juga, kan, menyangkut keselamatan manusia dan kita menggunakan kemanfaatan. Kalau memang lebih banyak manfaatnya, itu pertimbangan hukumnya apa? Pertimbangan etisnya apa? Tetapi, kalau lebih banyak mudaratnya atau daya rusaknya, untuk apa kita lakukan?” tanya Marthinus.
Secara terpisah, beberapa waktu lalu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah akan menata perdagangan kratom. Tanaman kratom dinilai menguntungkan petani di Provinsi Kalimantan Barat.
”Ya, laporan pekerjaan, antara lain laporan mengenai jenis tanaman kratom,” kata Zulkifli saat menjawab pertanyaan awak media terkait pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (27/11/2023).
Baca juga: Ribuan Petani di Kalimantan Terdampak Larangan Kratom
Pada kesempatan tersebut Zulkifli menyebut manfaat ekonomi kratom bagi petani. ”(Tanaman kratom) itu, kan, menguntungkan petani di Kalimantan Barat. Jadi, untuk ditata perdagangannya,” ujar Zulkifli sembari bergegas masuk ke mobilnya.
Saat ditanya mengenai nilai ekonomi kratom, Zulkifli belum menyebut pasti. ”Ya belum, baru akan ditata, ya,” ujarnya saat sudah berada di dalam mobil yang kemudian ditutup pintunya.