Peringatan, Ada 4,8 Juta Penduduk Terpapar Narkotika
Total dari rentang usia 15-64 tahun ada sekitar 4,8 juta penduduk desa dan kota pernah memakai narkoba sepanjang 2022-2023. BNN mengungkap 768 kasus tindak pidana narkotika dengan tersangka sebanyak 1.209 orang.
Oleh
AGUIDO ADRI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Narkotika Nasional mengungkap 49 jaringan narkotika internasional dan nasional yang telah menyasar seluruh kalangan di desa dan kota di Indonesia. Prevalensi pengguna narkoba menunjukkan peningkatan mencapai 4,8 juta orang sehingga perlu sinergi kuat antarlembaga dan warga untuk memberantas narkorba.
Kepala BNN Komisaris Jenderal Petrus Reinhard Golose menjelaskan, Indonesia masih menjadi pasar potensial peredaraan narkotika. Hal itu dilihat dari hasil sitaan barang haram dan tingkat prevalensi yang masih tinggi.
”Sepanjang 2022, BNN menangkap 23 jaringan internasional dan 26 jaringan nasional,” kata Petrus dalam keterangan resminya yang Kompas terima pada Sabtu (25/3/2023).
Terbaru, melalui operasi gabungan pada pada 24 Febuari 2023, BNN mengungkap jaringan narkotika internasional yang melibatkan 8 warga negara Iran dengan barang bukti 319 kilogram sabu.
Secara keseluruhan, sepanjang 2022-19 Maret 2023, dari pengungkapan 768 kasus tindak pidana narkotika dengan tersangka sebanyak 1.209 orang, BNN telah menyita barang bukti narkotika dengan jumlah yang besar.
Adapun hasil sitaan narkotika itu seperti metafetamin sebanyak 2,429 ton, 1,902 ton sabu, 1,6 ton ganja, 184,1 ton ganja basah, lahan ganja seluas 79,4 hektar, ektasi 262.983 butir, dan ektasi serbuk 16,5 kg. BNN juga telah memusnahkan 152,8 ton ganja basah di lahan seluas 63,9 hektar.
Sementara pada periode 2021-2023, BNN sudah menyita sekitar 5,6 ton sabu, 6,4 ton ganja, dan 454.475 butir ekstasi.
Dari jumlah barang bukti itu, memperlihatkan ada peningkatan prevalensi pengguna narkoba di Indonesia.
Berdasarkan data Indonesia Drugs Report 2022 Pusat Penelitian Data dan Informasi BNN, pada 2019, prevalensinya sebesar 1,80 persen. Lalu 2021 sekitar 1,95 persen atau naik 0,15 persen. Total dari rentang usia 15-64 tahun, ada sekitar 4,8 juta penduduk desa dan kota pernah memakai narkoba.
Angka ini meningkat dari tahun sebelumnya sekitar 4,5 juta penduduk. Pada peta rawan narkotika, ada total 8.002 kawasan. Angka ini sudah turun dari tahun sebelumnya yang mencapai 8.691 kawasan.
Menurut Petrus, kejahatan luar biasa narkotika sudah merasuki seluruh sendi kehidupan di Indonesia. Para bandar atau pengedaran tidak hanya mengedarkan barang haram ke tempat hiburan, tetapi sudah masuk ke dalam tempat-tempat privasi, seperti indekos dan rumah, dan ruang publik. Begitu pula dengan status yang terpapar sudah masuk dari para pekerja, sekolah, pekerja rumah tangga, hingga tidak bekerja.
”Ini alarm bagi Indonesia. Dari pelajar hingga penegak hukum,” kata Petrus.
Sinergi
Dalam upaya pemberantasan jaringan sindikat narkotika, kata Petrus, pihaknya menindaklanjuti pengungkapan tindak pidana pencucian uang (TPPU) untuk memiskinkan para bandar.
Pada 2021-2022, ada 31 kasus peredaran narkoba yang beririsan dalam kasus TPPU dengan 36 tersangka dan aset sitaan mencapai Rp 142,12 miliar. Pada 2022-2023, BNN mengungkap 17 kasus TPPU dengan 20 tersangka dan total aset sitaan senilai Rp 33,8 miliar.
Menurut Petrus, kasus korupsi hingga terorisme kerap bersinggungan atau berkait erat dalam pengungkapan kasus narkotika. Oleh karena itu, dalam pengungkapan tidak pidana narkotika perlu kolaborasi lintas instansi, seperti Komisi Pemberantasan Korupsi dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme. Institusi seperti Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban pun perlu diperkuat untuk pengungkapan kasus.
Lembaga seperti Kementerian Kesehatan juga perlu sinergi kuat dengan BNN untuk mengklasifikasi jenis narkotika. Saat ini setidaknya ada 1.150 narkoba jenis baru new psychoactive subtances (NPS) di dunia.
Dari 360 sampel NPS di antaranya sudah uji laboratorium dengan hasil 91 jenis telah teridentifikasi di Indonesia. Ada 85 jenis sudah diatur dalam Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 36 Tahun 2022. Sementara 6 jenis lainnya belum diatur dalam permenkes tersebut.
Diberitakan Kompas.id (1/3/2023), Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi BNPT Mayor Jenderal Nisan Setiadi mengatakan, narkoba dan terorisme sangat berkaitan. Beberapa terpidana terorisme adalah bekas pengedar narkoba. Bahkan, narkoba dijadikan salah satu cara untuk menggalang dana guna membiayai aksi terorisme.
Karena itu, menurut Nisan, terpidana kasus terorisme harus dipisahkan dengan narapidana tindak kejahatan lain, terutama narkoba. Dikhawatirkan, mereka bisa tergiur untuk melakukan tindak kejahatan yang lain.
”Ada beberapa kasus mantan pengedar narkoba kemudian beralih untuk memperdalam ilmu agama yang cenderung radikal akhirnya menjadi pelaku terorisme,” ujarnya.
Ketua KPK Firli Bahuri mengungkapkan, dalam penyelidikan sejumlah kasus, KPK dan BNN selalu bertukar informasi, misalnya dalam mengungkap adanya tindakan potensi pencucian uang dengan memperkuat alat bukti penelusuran aset.
Potensi korupsi juga bisa terjadi saat adanya pengaturan pasar narkoba di dalam lapas. Dalam beberapa kasus, pengedar narkoba bisa leluasa mengatur transaksi narkoba dari dalam lembaga pemasyarakatan. Tentu ada oknum yang bermain, mulai dari oknum sipir dan kepala lapas.
Bukan tidak mungkin hasil korupsi yang merugikan negara juga digunakan untuk membeli narkoba. ”Di sinilah KPK berusaha untuk mengungkap kemungkinan adanya suap tidak hanya di lapas, tetapi juga di lembaga atau instansi lain,” ujar Firli.