Agar Debat Capres dan Cawapres Tak Sekadar Seremoni
KPU semestinya merumuskan strategi agar debat antarkandidat tidak sekadar ajang ritual atau seremonial belaka.
Polemik soal format debat calon presiden dan wakil presiden mengemuka beberapa hari belakangan. Perubahan format debat kandidat pada Pemilihan Presiden 2024 membuat sebagian kalangan berasumsi adanya upaya untuk memenuhi kepentingan yang menguntungkan pihak-pihak tertentu. Polemik mencuat terkait siapa pengusul format debat dan siapa yang diuntungkan dengan perubahan itu.
Rencana perubahan format debat muncul setelah Komisi Pemilihan Umum menggelar rapat membahas persiapan debat dengan tim kampanye pasangan capres-cawapres pada Rabu (29/11/2023). Setelah berdiskusi dengan perwakilan tim kampanye pasangan capres-cawapres, KPU menjelaskan bahwa debat akan tetap dilaksanakan lima kali. Tiga kali debat capres dan dua kali debat cawapres sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu serta Peraturan KPU Nomor 15 Tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Hanya saja, kandidat akan didampingi oleh pasangannya masing-masing. Misalnya ketika debat antarcapres, maka akan didampingi oleh cawapres masing-masing. Begitu juga sebaliknya saat debat antarcawapres, capres akan mendampingi.
Namun, Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, hal tersebut belum tuntas dibahas. KPU masih akan mematangkan usulan metode debat yang diusulkan oleh tim pasangan capres-cawapres masing-masing.
”KPU sudah merencanakan bahwa KPU akan melakukan rapat koordinasi kembali dengan seluruh tim kampanye. Terlepas adanya pemberitaan yang begitu masif terkait dengan debat ini, KPU sudah mengagendakan rencana mengadakan rapat koordinasi kembali,” kata anggota KPU, Idham Holik, saat dikonfirmasi ulang mengenai format debat, Senin (4/12/2023).
Baca juga: KPU Perlu Atasi Polemik Debat Cawapres dengan Duduk Bersama
Format debat yang sementara ini dirancang KPU rupanya menimbulkan kontroversi. Tidak sedikit kalangan yang menduga ada kepentingan di balik format debat karena pasangan capres dan cawapres selalu berdampingan di lima kali debat.
Deputi Hukum Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Todung Mulya Lubis, sampai menuding ada upaya akal-akalan oleh KPU pada format debat capres-cawapres. Ia menilai format tersebut sama saja meniadakan debat cawapres.
Capres nomor urut 1, Anies Rasyid Baswedan, pun menyampaikan harapan, format debat dibuat sama dengan pemilu sebelumnya. Hal itu dinilai penting untuk memberi panggung bagi calon presiden dan wakil presiden untuk bicara.
Capres dari Koalisi Perubahan itu pun menyampaikan bahwa timnya belum diajak bicara oleh KPU. ”Tim kami belum pernah diajak bicara. Pengalaman dalam pemilu sebelumnya, semua calon selalu diajak bicara untuk merumuskan (format debat) bersama. Karena itu, kami terkejut karena belum diajak bicara, tetapi sudah ditetapkan,” kata Anies seusai menghadiri Conference on Indonesian Foreign Policy (CFIP) 2023, di Jakarta, Sabtu (2/12/2023) (Kompas.id, 2/12/2023).
Pernyataan itu menuai reaksi, tak hanya publik tetapi juga tim kampanye capres-cawapres lainnya. Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo-Gibran, Dradjad H Wibowo, sampai mengeluarkan keterangan pers untuk menjelaskan duduk perkara polemik debat kandidat yang beredar dan dibahas luas di dunia nyata dan maya.
Menurut dia, merujuk pada notulensi internal yang dimiliki tim kampanye Prabowo-Gibran saat mengikuti rapat dengan KPU, format tersebut diusulkan oleh tim pasangan Anies-Muhaimin. Usulan tersebut kemudian disetujui oleh tim Prabowo-Gibran. ”Ketika perwakilan Prabowo-Gibran mendapat giliran berbicara, Pak Burhan (Ketua Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran Burhanuddin Abdullah) menyampaikan beberapa masukan dan usulan. Salah satunya adalah menyetujui usulan dari perwakilan Anies-Muhaimin,” kata Dradjad.
Baca juga: TPN Ganjar-Mahfud Menangkap Ada Akal-akalan KPU pada Format Debat Capres-Cawapres
Ketua Dewan Pakar Partai Amanat Nasional (PAN) itu juga menegaskan, pasangan Prabowo-Gibran siap dengan format debat apa pun yang ditetapkan oleh KPU. Dalam debat tersebut, keduanya akan menyampaikan program-program yang akan dilaksanakan jika terpilih, misalnya, makan siang dan susu gratis untuk anak sekolah. Juga program yang telah dirancang untuk milenial dan generasi Z.
Pernyataan Dradjad mengenai siapa pengusul format debat kemudian disambut Co-captain Timnas AMIN (Tim Pemenangan Nasional Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar), Nihayatul Wafiroh, yang hadir dalam rapat dengan KPU. Ia menjelaskan bahwa dalam rapat tersebut, timnya menyampaikan ide agar setiap pasangan calon dihadirkan dalam seluruh rangkaian debat, tetapi tidak menghilangkan debat antarcawapres. Kehadiran itu dinilai penting meski hanya capres atau cawapres yang sedang berdebat.
”Usulan kami untuk hadir berpasangan lengkap, bukan berarti hadir untuk berdebat, serta juga bukan berarti menghilangkan debat antarcawapres,” tuturnya.
Tak sekadar seremonial
Hingga saat ini, perbedaan format debat capres-cawapres itu masih diperbincangkan di ruang-ruang publik, tak terkecuali di media sosial. Beragam asumsi dan spekulasi bermunculan, termasuk perubahan untuk ”melindungi” Gibran Rakabuming Raka, cawapres dari Prabowo Subianto.
KPU semestinya merumuskan strategi agar debat antarkandidat itu tidak sekadar menjadi ajang seremonial atau ritual belaka.
Pengajar komunikasi politik di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Nyarwi Ahmad, menilai wajar munculnya beragam asumsi dan spekulasi itu. Sebab, perubahan format debat yang tak sama dengan pemilu sebelumnya disampaikan di tengah masa kampanye.
”Jika asumsi itu muncul dan berkembang luas serta dianggap benar, ini bisa meruntuhkan kredibilitas KPU. Apalagi jika dikaitkan dengan peristiwa putusan MK (Mahkamah Konstitusi) Nomor 90 (tentang batas usia capres dan cawapres), KPU bisa makin dianggap tidak kredibel seperti layaknya MK. Hal-hal seperti ini yang tentunya perlu kita hindari dan jaga bersama-sama,” katanya.
Karena itu, alih-alih menghilangkan atau mempertahankan debat antarcawapres, Nyarwi mengingatkan, KPU semestinya merumuskan strategi agar debat antarkandidat itu tidak sekadar menjadi ajang seremonial atau ritual belaka. Debat semestinya menjadi ajang yang memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi pemilih karena bisa mengeksplorasi gagasan para capres dan cawapres.
Baca juga: KPU: Tetap Ada Debat Cawapres, Cuma Urutan Debat Belum Disepakati
Menurut Nyarwi, hal itu bisa dilakukan dengan menyeleksi moderator dan tim panelis secara lebih serius. Tim panelis, misalnya, bukan sekadar kumpulan ahli yang memahami bidang pembahasan atau isu yang ada di debat. Mereka juga harus mengerti pentingnya debat di dalam sebuah negara demokrasi, yakni melahirkan sosok pemimpin yang bisa menyelesaikan permasalahan yang dibahas dalam debat.
”Tim panelis juga harus membaca dan mengerti serta mencermati apa saja kelemahan-kelemahan dokumen resmi visi dan misi capres-cawapres yang diajukan ke KPU,” tuturnya.
Selain itu, kata Nyarwi, para panelis harus mampu memetakan kelemahan para kandidat dengan melakukan riset berbasis data aktual. Sebab, debat perlu diarahkan tidak hanya untuk mengeksplorasi inovasi dan ide-ide orisinal apa saja yang dimiliki oleh para capres-cawapres. Debat juga harus bisa menguji sejauh mana gagasan yang disampaikan bisa diwujudkan dan bermanfaat bagi masyarakat.
Pemikiran mengenai pentingnya debat capres dan cawapres bermula jelang Pemilu 2004. Kendati Undang-Undang Pilpres, kala itu, tidak mengatur kewajiban debat capres-cawapres, banyak kalangan masyarakat yang menganggap penting. Sebab, pada Pemilu 2004, pertama kali capres dan cawapres dipilih langsung oleh rakyat.
Gagasan debat kandidat, kala itu, diprotes oleh partai-partai politik, tak terkecuali sebagian elite yang menjadi kontestan pilpres. Mereka khawatir debat kandidat menjadi ajang untuk menyerang pribadi, bukan adu gagasan dan program seperti harapan masyarakat.
Debat peserta pemilu baru diwajibkan setelah DPR dan pemerintah menyepakatinya untuk diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu. Dalam UU No 10/2008, debat peserta pemilu masuk dalam kategori penyiaran kampanye (Pasal 92).
Debat kandidat diatur lebih rinci dalam UU No 7/2017 tentang Pemilu. Debat menjadi salah satu bentuk kampanye pemilu (Pasal 275). Diatur pula berapa banyak debat kandidat harus digelar, yakni sebanyak lima kali dan diselenggarakan oleh KPU (Pasal 277). Bahkan, UU juga mengatur dana penyelenggaraan debat dibebankan pada APBN (Pasal 451).
Siap debat
Terlepas dari polemik format debat, semua pasangan calon menyatakan siap untuk mengikuti debat capres-cawapres. Dradjad menegaskan, pasangan Prabowo-Gibran siap dengan format debat apa pun yang ditetapkan oleh KPU. Dalam debat tersebut, keduanya akan menyampaikan program-program yang akan dilaksanakan jika terpilih, misalnya, makan siang dan susu gratis untuk anak sekolah. Juga program yang telah dirancang untuk milenial dan generasi Z.
Nihayatul juga menyampaikan, pada prinsipnya pasangan Anies-Muhaimin siap untuk mengikuti rangkaian debat dengan apa pun teknis pelaksanaan yang diputuskan KPU. Bahkan, jika diperlukan, pihaknya akan mendukung setidaknya dua agenda debat tambahan selain lima agenda yang sudah direncanakan untuk memaksimalkan kesempatan rakyat Indonesia mengenal setiap pasangan calon dan gagasannya.
Sementara itu, Direktur Juru Kampanye Tim Pemenangan Nasional Ganjar Pranowo-Mahfud MD, Choirul Anam, mengatakan, masyarakat antusias menunggu dan menyaksikan langsung debat capres dan cawapres. Namun, masyarakat juga kecewa karena ada rencana perubahan format debat, yakni tidak adanya debat antarcawapres.
”Kekecewaan masyarakat disampaikan kepada kami. Mereka mengatakan, kehilangan kesempatan untuk lebih mengenal cawapresnya, kehilangan kesempatan untuk mendengarkan langsung komitmennya, bagaimana setiap cawapres mempertahankan visi-misinya,” katanya.