Ombudsman RI: Pelanggaran Netralitas ASN Jelang Pemilu 2024 Semakin Serius
Ombudsman RI akan ikut mengawasi tegaknya netralitas aparat penyelenggara pelayanan publik selama Pemilu 2024. Tak hanya itu, Ombudsman juga akan memberikan perlindungan kepada ASN.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman RI melihat berbagai potensi pelanggaran netralitas dari aparat penyelenggara pelayanan publik menjelang Pemilu 2024 semakin serius. Terlebih, Komisi Aparatur Sipil Negara yang bertugas mengawal netralitas itu akan dihapuskan.
Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, dalam konferensi pers secara daring, Senin (27/11/2023), melihat, semakin dekat pergelaran Pemilu 2024, semakin vulgar pula berbagai bentuk pelanggaran terhadap netralitas ASN, semisal penggunaan fasilitas publik yang digunakan untuk kegiatan politik serta ASN yang semakin tidak fokus melaksanakan tugasnya karena mengurusi hal terkait politik.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Di sisi lain, Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) yang selama ini menjadi pengawas agar ASN tetap netral akan dihapus berdasarkan Undang-Undang tentang ASN yang disahkan pada Oktober lalu.
”Kami membaca arah kecenderungan berbagai potensi pelanggaran netralitas dari aparat penyelenggara pelayanan publik ini semakin serius sehingga Ombudsman harus mengantisipasi dan menyiapkan rencana kerja ketika terjadi pelanggaran,” kata Robert.
Menegakkan netralitas ASN menjadi tidak mudah karena terkait dengan kebijakan dan pelaksanaan di lapangan. Di tingkat kebijakan, nasib ASN tergantung Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), yakni kepala daerah yang juga merupakan pejabat politik.
Sementara kepala daerah memiliki kewenangan yang hampir mutlak untuk memindahkan ASN dan memiliki kuasa terhadap aset ataupun anggaran. Hal itu menimbulkan kerentanan bagi mereka untuk memobilisasi sumber daya tersebut.
”Memang kondisi kita tidak ideal. Tetapi, kita harus terus berupaya agar kepala daerah ataupun penjabat kepala daerah sungguh menunjukkan netralitasnya, sikap negarawan. Acuan atau rujukan mereka adalah pada pelayanan rakyat sesuai perintah undang-undang,” ujar Robert.
Di tingkat pelaksanaan, penegakan hukum dan pengawasan administrasi terhadap ASN dinilai lemah. Terlebih, KASN akan dihapus. Untuk itu, Ombudsman sesuai kewenangannya akan turut melakukan pengawasan meski terkait pemilu sudah ada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Untuk itu, lanjut Robert, Ombudsman akan fokus untuk mengawasi kepala daerah atau penjabat kepala daerah, ASN, pegawai honorer pemerintahan, kepala desa, serta perangkat desa.
Beberapa temuan Ombudsman tentang pelanggaran netralitas ASN belakangan adalah adanya pernyataan keberpihakan dari beberapa ASN melalui media sosial, penggunaan atribut tertentu, atau hadir pada kegiatan salah satu kegiatan partai politik.
Di sisi lain, kata Robert, pihaknya juga telah mendapatkan laporan bahwa ASN juga rentan terhadap intimidasi agar ASN berpihak atau menuruti kemauan pihak tertentu. Oleh karena itu, Ombudsman tidak hanya berfungsi mengawasi ASN, tetapi juga memberikan perlindungan.
”ASN tidak hanya diawasi, tapi juga perlu perlindungan karena rentan diintimidasi. Semisal, kami mendengar kepala desa atau perangkat desa yang dicari-cari kesalahan keuangannya sehingga membuat kepala desa pasrah dan ikut apa yang diinginkan mereka dan menuruti kepentingannya,” tutur Robert.
Ombudsman akan berkoordinasi dengan instansi pengawas dan penyelenggara pemilu. Ombudsman juga membuka diri terhadap pengaduan masyarakat. Dengan upaya itu diharapkan jalannya proses politik ini tidak malah mengorbankan masyarakat dan menjadikan pelayanan publik menjadi taruhan.
Secara terpisah, Direktur Pusat Studi Konstitusi Universitas Andalas Charles Simabura berpandangan, dihapuskannya KASN telah menimbulkan kekhawatiran berupa mandulnya pengawasan terhadap ASN. Dampak berikutnya, bisa jadi akan terjadi tebang pilih terhadap ASN yang kemudian terbukti tidak netral karena tidak adanya lembaga pengawasan yang sama.
Sementara posisi ASN juga tidak mudah. Ketika ASN netral, dia bisa dicap tidak mendukung rezim pemerintah atau kepala daerah yang berkuasa. Sementara jika dia cawe-cawe, dia telah tidak netral.
”Apa perlindungan bagi ASN yang netral. Biasanya ASN yang netral itu kemudian menjadi urusan pribadi, tanpa ada perlindungan. Sementara kepala daerah bisa memindahkan ASN dengan mudah,” kata Charles.
Meski pengawasan terhadap ASN dinilai melemah setelah KASN dihapus, Charles berharap Bawaslu ataupun Ombudsman agar tetap mengawasi netralitas ASN. Hal itu tidak mudah karena kondisi untuk pengawasan dan perlindungan jauh dari ideal.