Pembentukan Majelis Kehormatan MK Permanen Mendesak
Keberadaan MKMK sangat penting untuk mengawasi kinerja MK dan untuk mencegah pelanggaran etik.
JAKARTA, KOMPAS – Masa kerja Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi yang dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie berakhir pada Jumat (24/11/2023). Untuk mencegah kembali terulangnya pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, pembentukan Majelis Kehormatan permanen mendesak dilakukan.
Mantan hakim Mahkamah Konstitusi, I Dewa Gede Palguna, mengatakan, pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) merupakan amanat dari Pasal 27A Ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2020 tentang Mahkamah Konstitusi. ”Selain karena undang-undang menyatakan demikian, keberadaan MKMK penting untuk mengawasi kinerja MK dan upaya pencegahan agar MK tidak melakukan pelanggaran etik dan hukum,” ujarnya di Jakarta, Jumat (24/11/2023).
Pasal 27A Ayat (2) UU No 7/2020 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan, untuk menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi, dibentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.
Menindaklanjuti ketentuan tersebut, pada 3 Februari 2023, MK telah menetapkan Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. MKMK berjumlah tiga orang yang terdiri dari hakim konstitusi, tokoh masyarakat, dan akademisi di bidang hukum.
MKMK yang dipimpin oleh Jimly Asshiddiqie bekerja selama satu bulan, sejak 24 Oktober 2023 sampai dengan 24 November 2023, untuk memproses laporan dugaan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi. MKMK kemudian mencopot Anwar Usman dari jabatannya sebagai Ketua MK karena dianggap telah melanggar etik.
Baca juga: Anwar Usman Dicopot, Syarat Batas Usia Diuji Lagi
Palguna mengatakan, keberadaan MKMK sangat penting untuk mengawasi kinerja MK dan untuk mencegah pelanggaran etik dan hukum. ”Keberadaan MKMK penting untuk menegur hakim apabila ada penyimpangan tanpa harus menunggu laporan dari publik. MK itu disegani karena diisi oleh orang-orang berintegritas, negarawan, jujur, dan tidak tercela, jadi tidak boleh ada pelanggaran sedikit pun,” lanjutnya.
Pada Maret lalu, Palguna pernah menjabat Ketua MKMK. Saat itu, ia menyatakan Hakim Konstitusi Guntur Hamzah terbukti melanggar kode etik dan perilaku hakim konstitusi akibat mengubah putusan mahkamah konstitusi nomor 103/PUU/XX/2022.
”Saat itu, kami juga memberikan rekomendasi mengenai pentingnya keberadaan MKMK permanen sesuai undang-undang sehingga tidak terjadi kasus yang lebih besar lagi seperti yang ada sekarang,” katanya.
Juru Bicara MK Enny Nurbaningsih menyebutkan, MKMK permanen sebagaimana pidato perdana Ketua MK sudah direncanakan akan dibentuk. ”Saat ini sedang dibahas dalam rapat permusyawaratan hakim, tetapi belum tuntas. Insya Allah, minggu depan akan dituntaskan,” ucapnya.
Pengacara Zico Leonard Djagardo Simanjuntak menantikan kehadiran MKMK permanen. Pada 20 November lalu, Zico mengajukan surat laporan dugaan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi Anwar Usman kepada Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi. Oleh Mahkamah Konstitusi, surat itu dibalas melalui nomor surat 5627/MKMK/11/2023.
Baca juga: Gonjang-ganjing di MK Tak Juga Mereda, Anwar Usman Tak Terima Suhartoyo Pimpin MK
Dalam surat itu disebutkan bahwa laporan dugaan pelanggaran etik oleh hakim konstitusi tidak dapat ditindaklanjuti mengingat masa kerja MKMK telah berakhir. Keputusan itu diambil sesuai perintah Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie.
”Masa kerja MKMK berakhir pada pada 24 November 2023. Kiranya, laporan Saudara dapat ditindaklanjuti oleh MKMK yang akan dibentuk kemudian oleh Mahkamah Konstitusi,” tulis Ketua Sekretariat MKMK Fajar Laksono dalam surat itu.
Zico mengatakan, pihaknya berharap agar MKMK segera dibentuk dan laporannya dapat segera diproses. ”Ini menjadi pembelajaran buat semua pihak, termasuk hakim konstitusi. Tunjukkan MK sudah berbenah, jangan sampai tidak move on (dari masalah yang lalu),” ujarnya.
Dalam suratnya, Zico melaporkan Anwar Usman karena dianggap tidak berintegritas dan telah melanggar etik. Pelanggaran itu berdasarkan pernyataan bekas Ketua MK itu pada Rabu, 8 November 2023, atau sehari setelah putusan MKMK yang memberhentikan Anwar Usman dari posisi Ketua Hakim Konstitusi.
Dalam pernyataannya, Anwar Usman mengatakan beberapa hal, seperti putusan MKMK adalah ”skenario yang berupaya untuk membunuh karakter saya”, terdapat ”upaya untuk melakukan politisasi dan menjadikan saya sebagai obyek di dalam berbagai putusan MK”, serta ”perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 adalah ftnah yang amat keji dan sama sekali tdak berdasarkan atas hukum”.
Menurut Zico, pernyataan itu menunjukkan Anwar Usman tidak menerima putusan MKMK dan menganggap pelanggaran yang dilakukannya sebagai sebuah bentuk fitnah terhadap dirinya. Selain itu, dari pernyataannya, Anwar Usman beranggapan bahwa pembentukan MKMK sebagai upaya menjatuhkan dirinya.
”Padahal, MKMK dibentuk merupakan amanat undang-undang untuk menegakkan etika hakim konstitusi. Oleh karena itu, saya menduga ada pelanggaran etik yang dilakukan Anwar Usman karena merendahkan martabat MKMK, tidak bisa menerima hasil putusan MKMK, dan merendahkan putusan MKMK itu sendiri,” tutur Zico.
Ia berpandangan bahwa pelanggaran etik ini seharusnya bisa dikatakan kumulatif karena masih berkaitan dengan tidak menghormati, menyangkal, dan merendahkan putusan MKMK. ”Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada kesadaran dari hakim terlapor akan pelanggaran etik berat yang dilakukannya,” katanya.
Baca juga: Manipulasi Abaikan Politik Nurani
Dampak pernyataan itu, menurut Zico, adalah membuat masyarakat jadi tidak percaya kepada MK. ”Bahkan, masih ada orang yang menyebut MK sebagai Mahkamah Keluarga. Reaksi masyarakat akan terbelah dan jadi bertanya-tanya apakah MK ini bisa dipercaya atau tidak,” ujarnya.