Sederet Pekerjaan Rumah dan Gagasan Para Kandidat untuk Indonesia
Dua pasangan capres dan cawapres sepakat bahwa Indonesia butuh perbaikan. Sejumlah gagasan pun ditawarkan untuk menjawab berbagai persoalan bangsa.
Sekitar 3.000 mahasiswa memadati Airlangga Convention Centre, Universitas Airlangga, Surabaya, Rabu (22/11/2023). Sepanjang hari, dari pagi hingga malam, mereka aktif mengikuti diskusi panel bertajuk Gagas RI yang merupakan kolaborasi antara KG Media dan Universitas Airlangga.
Tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) yang akan berkontestasi pada Pemilihan Presiden 2024 diundang hadir dalam acara tersebut. Dua di antaranya memenuhi undangan, yakni Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud MD.
Setiap pasangan mengikuti diskusi panel secara terpisah dan dimoderatori oleh Vice President National News KG Media yang juga Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas Budiman Tanuredjo. Hadir sebagai penanggap, penggiat kebinekaan Sukidi, Sekretaris Eksekutif Forum Rektor Indonesia Eko Supeno, serta Ketua Pusat Studi Gender dan Inklusi Sosial Universitas Airlangga Emy Susanti.
Dalam forum diskusi, Anies Baswedan mengatakan, pasangan Anies-Muhaimin ingin memperjuangkan perubahan. Ia ingin Republik ini kembali ke tujuan awal sebagaimana telah tercantum dalam kalimat penutup Pembukaan UUD 1945, yakni menghadirkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk itu, pasangan Anies-Muhaimin mengusung visi, satu kemakmuran.
Baca juga: Mencari Bernas di Gagas RI
”Kita sudah satu bangsa di tahun 1928. Kita sudah satu negara di tahun 1945. Kita juga sudah satu kesatuan NKRI di tahun 1950. Kita juga sudah satu Tanah Air. Dan kita menuju satu yang kelima, yakni satu kemakmuran. Dan itulah yang ingin kami jangkau. Jangan kemakmurannya berbeda, antara Jawa dan luar Jawa, kemakmurannya berbeda antara kota dan desa, kemakmurannya berbeda antara kota kecil dan kota besar,” ujar Anies.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu menawarkan delapan jalan perubahan, di antaranya memastikan ketersediaan kebutuhan pokok dan biaya hidup murah, mengentaskan kemiskinan dengan memperluas kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan kerja, mewujudkan keadilan ekologis yang berkelanjutan, hingga memulihkan kualitas demokrasi, menegakkan hukum dan hak asasi manusia, serta memberantas korupsi tanpa tebang pilih.
Namun, ia menyadari, bukan hal yang mudah mencapai tujuan-tujuan tersebut. Dibutuhkan sejumlah persyaratan, mulai dari perubahan paradigma, perubahan cara pembangunan, hingga perubahan prioritas. ”Gagasannya sederhana, tetapi diperlukan kemauan politik dan keseriusan menyusun reformasi kebijakan, baik program, kegiatan, alat ukur, maupun monitoringnya,” tegasnya.
Capres yang diusung Koalisi Perubahan itu juga menyinggung kualitas demokrasi yang akhir-akhir ini mengalami penurunan dan harus dipulihkan kembali. Tak hanya itu, indeks kebebasan pers dan pemberantasan korupsi juga dinilainya makin turun dari tahun ke tahun. Menurut dia, ini disebabkan adanya pembiaran oleh pemerintahan atau tidak adanya tata kelola pemerintahan yang baik.
”Negeri ini tidak boleh berubah, dari negara hukum menjadi negara kekuasaan. Harus menjadi negara hukum. Kalau negara hukum, hukum mengatur kekuasaan. Kalau negara kekuasaan, kekuasaan mengatur hukum. Nah, ketika negara tidak lagi dikendalikan hukum tetapi sebaliknya dikendalikan oleh kekuasaan, maka kepercayaan rakyat akan menurun dan kita merasakan kualitas demokrasi yang berubah,” ucap Anies.
Selain itu, integritas pemimpin juga merupakan hal yang utama. Sebab, akar korupsi, selain masalah sistem, juga soal keserakahan dari aktornya sendiri. Untuk mengatasi hal ini, ia akan mengusulkan pembentukan Undang-Undang tentang Pemiskinan bagi Pelaku Korupsi dan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset. Kedua UU ini dinilai ampuh karena salah satu ketakutan koruptor ialah dimiskinkan.
Muhaimin sependapat dengan Anies soal menurunnya kualitas demokrasi belakangan ini. Untuk itu, jika terpilih nanti, ia ingin mengembalikan semua proses demokrasi ke demokrasi yang bebas dan memberikan keleluasaan dalam penyampaian gagasan perbedaan.
Baca juga: Haedar Nashir Ajak Elite Negeri Jalankan Mandat Konstitusi
Berkaitan dengan pemberantasan korupsi, menurut Muhaimin, perbaikan sistem menjadi hal yang tak kalah penting. Selain itu, negara juga tidak boleh membiarkan kasus korupsi bergulir terus tanpa ada penyelesaian. Aparat penegak hukum harus mampu menuntaskannya dengan cepat. ”Yang perlu diingat, jangan yang mau nangkap koruptor malah korupsi,” ucap Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tersebut.
Kepemimpinan yang kuat
Adapun pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD mengusung gagasan Indonesia unggul dan bergerak cepat. Dari gagasan ini, menurut Ganjar, kesinambungan program merupakan hal yang penting dan menjadi fondasi kuat. Namun, konsep perbaikan juga dibutuhkan agar Indonesia tidak jalan di tempat, terperangkap sebagai negara berpendapatan menengah atau middle income trap.
Untuk mencapai ke sana, Ganjar mengungkapkan, setidaknya ada tiga isu krusial yang patut menjadi perhatian ke depan. Pertama, industrialisasi untuk meningkatkan nilai tambah. Kedua, meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Ketiga, memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
”Optimisme yang perlu dibangun agar kita tidak masuk ke middle income trap. Kalau semua itu tidak terjadi, maka bonus demografi mungkin akan menjadi petaka demografi dan kita akan terjebak pada pendapatan menengah,” ucap Ganjar.
Mantan Gubernur Jawa Tengah itu menyoroti soal agenda reformasi di mana banyak masyarakat menganggap persoalan KKN tidak pernah selesai. Dari sisi penindakan, ia sepakat dengan adanya operasi tangkap tangan. Namun, itu saja tidak cukup. Dibutuhkan edukasi KKN sejak dini dan perubahan sistem menyeluruh dengan mengedepankan digitalisasi.
Ganjar meyakini, jika birokrasi bisa ”dipoles” dengan digitalisasi dan seluruh data publik telah tersatukan, program pemerintah akan tepat sasaran. Celah korupsi pun bisa ditekan. Lebih dari itu, memang tetap dibutuhkan pemimpin atau menteri yang mampu bekerja dengan baik dan berintegritas. Untuk itu, ke depan, dia juga akan mendorong adanya key performance indicator (KPI) bagi kabinet.
”Kalau seorang menteri tidak bisa mengerjakan dengan baik, rakyat bisa mengevaluasi, rakyat bisa tahu apakah semua target tercapai atau tidak? Untuk itu, butuh government super app, Laporpres. Di sini masyarakat bisa melaporkan apa pun dan menekan pemerintah kalau tidak cepat mengurus tugasnya dengan baik,” ucap Ganjar.
Mahfud sependapat dengan Ganjar. Menurut dia, sebenarnya kunci dari upaya pemberantasan korupsi ialah kepemimpinan yang kuat (strong leadership). Menko Polhukam itu melihat, kadang kala watak birokrasi di struktur bagian tengah menjelang ke atas kurang kuat. Alhasil, perilaku koruptif tak terhindarkan.
Untuk mencapai kemakmuran, dibutuhkan pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ini merupakan etika penyelenggaraan negara yang harus terus dijunjung tinggi. Jika tidak, tujuan Republik ini, yakni untuk menghadirkan keadilan sosial, akan terus jauh panggang dari api
Di sisi lain, kepemimpinan yang kuat dibutuhkan bagi para aparat penegak hukum. Jangan sampai para penegak justru runcing ke bawah dan tumpul ke atas. Mahfud juga menekankan pentingnya mengundang partisipasi publik untuk mendorong penegakan hukum. Sebab, terkadang, jika penegak hukum memberi tahu secara baik-baik, pelaku justru kabur dan bisa mengelak. ”Kadang kala lempar ke publik lebih efektif dan lebih cepat dibandingkan ikuti prosedur-prosedur birokrasi yang bertele-tele,” katanya.
Menurut Sukidi, untuk mencapai kemakmuran, dibutuhkan pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. Ini merupakan etika penyelenggaraan negara yang harus terus dijunjung tinggi. Jika tidak, tujuan Republik ini, yakni untuk menghadirkan keadilan sosial, akan terus jauh panggang dari api.
Ia juga berharap, ke depan, terpilih figur pemimpin yang menjalankan spirit meritokrasi. Sebab, kunci kemajuan negara ditopang sistem meritokrasi.
Emy Susanti mengingatkan bahwa setiap gagasan pasangan capres-cawapres perlu menaruh perhatian kepada perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan. Selama ini, ia melihat, perempuan, anak-anak, dan kelompok rentan hanya menjadi obyek pembangunan, bukan subyek pembangunan. Menurut dia, keberpihakan ini penting untuk menciptakan keadilan di Republik.
Melengkapi keilmuan
Vice CEO KG Media Rikard Bagun mengungkapkan, Gagas RI merupakan sebuah wadah forum bagi para tokoh bangsa untuk menyampaikan gagasan, cita-cita, dan imajinasi tentang masa depan Indonesia. Ia menjelaskan, dalam sejarah, pemikiran selalu penting.
Filsuf dari Yunani, Plato, misalnya, menyampaikan bahwa semua pikiran berawal dari ide. Kemudian, Aristoteles mengatakan, keistimewaan dari manusia adalah karena diberi pikiran atau makhluk yang berpikir. Dari sini, eksistensi manusia itu berpikir atau dalam bahasa Latin, cogito, ergo sum.
Baca juga: Pemilu di antara Tantangan Etika, Oligarki, dan Dinasti Politik
”Ilmu pengetahuan adalah kekuatan. Dan bangsa-bangsa yang maju adalah bangsa-bangsa yang mengutamakan pemikiran. Dari pemikiran, menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kita tidak mau menjadi kerdil. Untuk itu, di kampus sebagai pusat ilmu pengetahuan, kita menyelenggarakan diskusi untuk bertukar pikiran tentang Indonesia yang lebih baik,” ucap Rikard.
Budiman Tanuredjo menambahkan, gagasan pemimpin bangsa selalu menarik diketahui dan diperbincangkan. Publik sebisa mungkin terlibat karena setiap pengambil kebijakan akan menentukan nasib bangsa ke depan, bukan hanya untuk lima tahun ke depan, melainkan 100 tahun ke depan. Apalagi, lanjutnya, tantangan nasional dan internasional ke depan tak mudah. Sejumlah pekerjaan rumah juga menanti, mulai dari pemberantasan korupsi hingga kesenjangan sosial.
Rektor Universitas Airlangga Mohammad Nasih berharap, gagasan-gagasan yang disampaikan oleh seluruh pasangan capres-cawapres bisa melengkapi keilmuan para mahasiswa. Dengan begitu, nantinya para mahasiswa tidak asal memilih pasangan capres-cawapres yang akan memimpin bangsa ini selama lima tahun mendatang, tetapi pilihannya tersebut didasari gagasan terbaik dan rekam jejak yang dimiliki oleh pasangan tersebut.
”Ini bukan debat. Ini dialog, mengungkapkan gagasan. Kami harap teman-teman bisa mencerna apa yang disampaikan para pasangan calon dan membandingkan satu pasangan calon dengan yang lain. Sebab, ini menyangkut seperti apa Indonesia lima tahun yang akan datang,” ujar Nasih.
Ia menambahkan, pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka telah diundang juga ke acara ini, tetapi berhalangan hadir. Pasangan tersebut dijadwalkan untuk menyampaikan gagasannya pada Jumat (24/11/2023) di Airlangga Convention Centre, Universitas Airlangga.
Nasih menegaskan, kesuksesan Indonesia pada 2045 berada di tangan anak muda. Landasannya pun dimulai dari hari ini. Sebagaimana diketahui, Pemilu 2024 didominasi oleh pemilih muda. Untuk itu, semua harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya. Ia berharap, anak muda tidak termakan hoaks dan bisa mencari informasi yang valid terkait pasangan calon yang akan menentukan masa depan Indonesia mendatang.
”Jangan golput juga karena tidak ada maknanya. Beda pilihan pun adalah hal yang biasa. Pilihan Anda menang atau kalah, itu bukan sesuatu yang menyebabkan Indonesia runtuh, dunia kiamat. Enjoy saja. Asal pilihan Anda rasional, saya yakin semua bisa berjalan sebaik-baiknya,” kata Nasih.
Berkaitan proses demokratisasi, ia teringat, dahulu, ada sebuah slogan dari budayawan, Umar Kayam, yaitu mangan ora mangan asal kumpul’ (makan tidak makan asal kumpul). Namun, menjelang Pemilu 2024, Nasih mengubahnya menjadi ”menang atau tidak menang, kita tetap rukun”. Menurut dia, kerukunan lebih penting dibanding apa pun. Bangsa ini harus tetap bersatu siapa pun pemenangnya nanti karena kita semua adalah warga bangsa yang akan menentukan masa depan.