Penyidik Didesak Segera Tetapkan Tersangka Kasus Pemerasan Syahrul Yasin Limpo
Dalam jumpa pers di Gedung KPK hari ini, Ketua KPK Firli Bahuri membantah melakukan pemerasan dan terlibat dalam praktik suap dan gratifikasi terhadap bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo.
Oleh
DENTY PIAWAI NASTITIE
·4 menit baca
JAKARTA,KOMPAS — Kepolisian Daerah Metro Jaya diminta segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo yang melibatkan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPKFirli Bahuri. Sementara Firli kembali berdalih kasus yang menimpanya merupakan bentuk serangan balik dari koruptor kepada pemberantas korupsi.
”Kalau memang alat bukti sudah cukup, segera lakukan gelar perkara dan tetapkan tersangka. Kalau belum, jangan banyak drama,” kata Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, saat dihubungi dari Jakarta, Senin (20/11/2023).
Menurut dia, gelar perkara sangat penting demi kepastian hukum. Apabila gelar perkara tidak segera dilakukan, akan memengaruhi kesuksesan pengungkapan kasus ini.
Penanganan kasus yang terlalu lama dan berbelit-belit memberikan risiko pelaku untuk menghilangkan barang bukti, memengaruhi saksi-saksi, melarikan diri, atau mengulangi perbuatannya.
Zaenur menghargai proses penyidikan yang dilakukan penyidik gabungan dari Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Ditreskrimsus Polda Metro Jaya. Namun, menurut dia, melihat proses pemeriksaan Ketua KPK yang sudah berjalan dua kali, dan pemeriksaannya sudah melibatkan sekitar 100 saksi dan ahli, seharusnya sudah bisa dilakukan gelar perkara.
”Gelar perkara oleh penyidik akan menentukan status tersangka. Kalau Ketua KPK menjadi tersangka, ya berarti harus diberhentikan sementara,” ujar Zaenur.
Selain Polda Metro Jaya, kasus dugaan pemerasan Syahrul juga ditangani Dewan Pengawas (Dewas) KPK, khususnya dalam hal dugaan pelanggaran kode etik. Pada Senin, Firli akhirnya memenuhi panggilan pemeriksaan oleh Dewas KPK setelah beberapa kali mangkir.
Sebelumnya, Dewas memanggil Firli pada Jumat (27/10/2023), tetapi ia tidak hadir. Ia kemudian dijadwalkan menjalani pemeriksaan pada Rabu (8/11/2023) dan Senin (13/11/2023), tetapi juga tidak hadir dengan alasan dinas ke Aceh.
Dalam keterangan pers, Firli membantah melakukan pemerasan dan terlibat dalam praktik suap dan gratifikasi terhadap bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Ia juga mengatakan ada perlawanan dan serangan balik yang dilakukan koruptor kepada pemberantas korupsi.
”Saya ingin sampaikan bahwa koruptor melakukan serangan balik kepada KPK dan beberapa pihak yang memberantas korupsi. When the corruptor strikes back, KPK tidak pernah lelah membersihkan negeri ini dari praktik korupsi,” kata dia.
Ia menyebutkan, tiga dari lima rumah di Bekasi yang digeledah oleh penyidik Direktorat Kriminal Khusus Polda Metro Jaya salah alamat dan bukan rumah miliknya. Ia juga mempertanyakan bukti perkara yang didapatkan oleh penyidik di rumah sewa di Jalan Kartanegara Nomor 46, Jakarta.
Menurut Firli, sejauh ini sudah ada 100 orang yang dimintai keterangan di Kepolisian Daerah Metro Jaya. Sebanyak 20 dari 100 orang tersebut merupakan pegawai KPK. Firli juga sudah menghadiri dua kali pemeriksaan, yaitu pada Selasa, 24 Oktober, dan Kamis, 16 November 2023.
Seusai diperiksa penyidik Polda Metro Jaya di Gedung Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara RI pada Kamis lalu, Firli kabur dari wartawan yang menanti untuk meminta penjelasannya. Dari beberapa foto yang beredar terlihat Firli sembunyi di dalam mobil dan menutup wajahnya dengan tas. Tak hanya itu, mantan penyidik KPK, Novel Baswedan, juga mempertanyakan mobil yang digunakan Firli karena mobil itu bukan mobil dinas KPK dan bukan milik Firli.
Terkait hal ini, Firli mengatakan, seusai menjalani pemeriksaan ia kaget karena tiba-tiba kendaraan pribadinya tidak diketahui keberadaannya. Seseorang lalu meminjamkan ia kendaraan untuk keluar dari gedung pemeriksaan.
Firli tergesa-gesa meninggalkan gedung pemeriksaan karena harus kembali ke kantor KPK untuk melakukan pemeriksaan kasus dugaan korupsi yang melibatkan oknum jaksa. Ia juga menyebut bahwa dirinya sedang menghadapi situasi yang tidak biasa sehingga sulit untuk berhadapan dengan wartawan.
”Sebagai pejabat publik dan sebagai manusia saya butuh jeda terutama menghadapi situasi abnormal yang tidak bisa saya jelaskan,” katanya.
Mantan penyidik KPK, Yudi Purnomo Harahap, menilai, pernyataan Firli bahwa ada koruptor yang menyerang balik KPK sebagai omongan tanpa dasar dan mengada-ngada. ”Seharusnya Firli introspeksi diri dan mundur saja dari jabatannya, biarkan orang lain yang meneruskan upaya pemberantasan korupsi,” kata Yudi Purnomo.
Zaenur juga menilai, situasi yang dihadapi Firli berbeda dengan perseteruan antara KPK dan Polri atau yang dikenal dengan istilah ”cicak versus buaya” yang sudah pernah terjadi beberapa kali sejak 2009.
”Dalam kasus sebelumnya, serangan balik karena ada proses penegakan hukum yang tidak didasarkan pada alat bukti yang kuat dan punya tendensi bukan untuk penegakan hukum, tapi menghambat penegakan hukum,” ujar Zenur.
Menurut dia, hal itu tidak berlaku pada kasus yang dihadapi Firli mengingat indikasi keterlibatan Firli sudah terlihat dari adanya foto yang menunjukkan pertemuan Firli dengan Syahrul saat bekas menteri pertanian itu mulai diperiksa KPK. Selain itu, dari keterangan saksi-saksi disebutkan bahwa memang ada pertemuan antara Firli dan Syahrul.
”Dilihat dari rekam jejaknya, sejak dulu Firli juga bermasalah dengan kode etik, tetapi tidak pernah diperiksa. Jadi, memang integritas Firli dipertanyakan,” ujarnya.