Petugas penyelenggara pemilu di Pemilu 2024 mendapat layanan skrining dari BPJS Kesehatan. Harapannya, tak ada lagi petugas penyelenggara pemilu yang meninggal dalam tugas.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebagai bentuk pencegahan agar tidak banyak penyelenggara pemiluad hoc yang meninggal seperti terjadi di Pemilu 2019, kondisi kesehatan petugas penyelenggara ad hoc di Pemilu 2024 akan dipantau BPJS Kesehatan. Apabila ada kondisi medis yang memerlukan penanganan, petugas penyelenggara pemilu akan mendapatkan layanan kesehatan.
Layanan kesehatan ini akan berlaku untuk kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) di 840.000 tempat pemungutan suara (TPS). Setiap KPPS terdiri atas tujuh orang. Selain itu, 840.000 pengawas pemilu dan penyelenggara pemilu ad hoc di tingkat kelurahan/desa dan kecamatan juga dicakup dalam layanan itu.
”Negara hadir supaya kejadian di pemilu sebelum ini tidak berulang. Negara juga melindungi warganya karena (penyelenggaraan pemilu) ini tugas dari pemerintah,” tutur Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko seusai penandatanganan surat edaran bersama terkait pelaksanaan skrining riwayat kesehatan dan optimalisasi kepesertaan aktif program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk petugas penyelenggara Pemilu dan Pilkada 2024 di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (20/11/2023).
Hadir pula dalam acara ini Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Gufron, serta Inspektur Utama Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nanang Priyatna dan Direktur Kawasan, Perkotaan dan Batas Negara, Kementerian Dalam Negeri Amran.
Pada Pemilu 2019, sebanyak 894 petugas KPPS meninggal, sedangkan 5.175 orang sakit. Disinyalir hal ini terjadi akibat kombinasi penyakit penyerta dan beban kerja KPPS yang sangat besar. Saat itu, muncul disinformasi bahwa petugas itu meninggal karena diracun.
Karenanya, kata Moeldoko, untuk mengantisipasi hal tersebut, skrining kondisi kesehatan para petugas menjadi penting. Upaya skrining ini juga dinilai tidak akan mengganggu kerja petugas.
Apabila petugas belum menjadi anggota BPJS Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri akan meminta kepala daerah mendaftarkannya sebagai peserta BPJS Kesehatan. Apabila petugas bukan termasuk pekerja, menurut Ali Gufron, pemerintah daerah bisa membiayai keanggotaan petugas penyelenggara pemilu tersebut.
Ali menambahkan, untuk skrining awal, BPJS Kesehatan mendorong para petugas mengisi formulir berisi 46 pertanyaan untuk mengetahui faktor risiko dan kondisi kesehatan para petugas pemilu. Untuk mengisi skrining ini, petugas penyelenggara pemilu bisa melakukannya secara daring melalui laman yang disediakan oleh BPJS Kesehatan.
Skrining riwayat kesehatan ini dinilai berbiaya murah sehingga tidak semua petugas diperiksa secara langsung. ”Jika berisiko, tidak perlu khawatir karena akan ada penanganan lebih lanjut melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama atau skrining lanjutan. Selain itu, faktor risiko ini juga tidak akan mengakibatkan seseorang tidak diterima sebagai petugas,” ujarnya.
Selain itu, untuk daerah-daerah terpencil, terluar, dan pulau-pulau kecil, kata Ali, BPJS menyediakan konsultasi melalui telepon pintar dan menyediakan kapal untuk ke pulau-pulau kecil.
Bagja berharap layanan kesehatan ini mengakui hak kesehatan para penyelenggara pemilu ad hoc dengan bantuan dan dukungan BPJS Kesehatan. Para petugas penyelenggara pemilu diharap lebih terlindungi dan hoaks seperti petugas KPPS meninggal akibat diracun bisa dihindari.
Sampai November 2023, jumlah penduduk yang telah mendapatkan perlindungan kepesertaan Program JKN sebanyak 265 juta jiwa atau 95,76 persen dari total penduduk semester I tahun 2023. Sementara itu, jumlah peserta JKN yang telah melakukan skrining riwayat kesehatan sebanyak 32.950.537 peserta.