KPU diadukan ke Bawaslu karena dugaan pelanggaran administratif tak memenuhi kuota 30 persen keterwakilan perempuan.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA, WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan melaporkan Komisi Pemilihan Umum ke Badan Pengawas Pemilu atas dugaan pelanggaran administratif pemilu, Senin (13/11/2023). Hal ini terkait dengan sikap KPU yang menetapkan daftar calon tetap untuk Pemilihan Legislatif 2024 tanpa memperhatikan Undang-Undang Pemilu dan putusan Mahkamah Agung berkaitan dengan keterwakilan perempuan 30 persen.
Pasal 245 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu telah mengamanatkan bahwa daftar bakal calon anggota legislatif harus memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. Selanjutnya, pada 29 Agustus 2023, MA telah memerintahkan KPU untuk mencabut Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU No 10/2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota terkait dengan cara penghitungan 30 persen perempuan dalam pencalonan di tiap daerah pemilihan. Meski demikian, KPU tetap menetapkan daftar calon tetap (DCT) Pemilihan Legislatif 2024 dengan mengacu pada norma yang telah diminta dicabut itu.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Pahami informasi seputar pemilu 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Hasilnya, mengacu pada analisis dari Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan, terdapat 266 DCT dari total 1.512 DCT anggota DPR Pemilu 2024 yang telah ditetapkan dan diumumkan KPU tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
”Hal itu bertentangan dengan apa yang sudah diatur dalam konstitusi. Perempuan memiliki hak atau dilindungi konstitusi, bisa diberikan perkecualian untuk mencapai kesetaraan dan keadilan di masyarakat,” ujar Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay dalam jumpa pers di kantor Bawaslu, Senin. Netgrit menjadi bagian dari Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan.
Koalisi berharap Bawaslu segera memproses laporan yang diajukan koalisi. Bawaslu diharapkan memerintahkan KPU untuk memperbaiki DCT dan meminta KPU membatalkan atau mencoret jika ada partai politik yang tidak memenuhi keterwakilan perempuan 30 persen dalam daftar calon.
”Untuk pertama kalinya dalam pemilu, sejak Indonesia menerapkan pengaturan afirmasi dalam pencalonan bagi perempuan, KPU kami lihat dengan sengaja menerapkan DCT yang bisa kurang dari 30 persen keterwakilan perempuan. Ini memprihatinkan,” tuturnya.
Pengajar pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia, Titi Anggraini, mengingatkan, MA sudah membatalkan Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU No 10/2023.
”MA sudah menegaskan, formula penghitungan 30 persen, pembulatannya harus ke atas. Kami juga telah melapor ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu terkait PKPU yang mendistorsi keterwakilan perempuan. Sanksi dari DKPP berupa peringatan keras kepada Ketua KPU dan peringatan untuk semua anggota KPU,” ungkapnya.
Wahidah Suaib dari Pegiat Maju Perempuan Indonesia menambahkan, Putusan DKPP No 110-PKE-DKPP/IX/2023 juga menegaskan bahwa kebijakan keterwakilan perempuan melalui affirmative action dalam UU Pemilu adalah agenda demokrasi yang harus dijaga dan ditegakkan bersama, khususnya oleh KPU selaku penyelenggara pemilu.
Bertolak belakang
Sikap KPU yang mengabaikan putusan MA soal keterwakilan perempuan, kata Wahidah, sangat bertolak belakang dengan sikap KPU yang dalam waktu singkat langsung menindaklanjuti Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 terkait dengan persyaratan usia calon presiden-wakil presiden dengan mengubah Peraturan KPU No 19/2023 tentang Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden.
”Padahal, putusan MK hanya berdampak pada satu orang saja, sedangkan putusan MA No 24 P/HUM/2023 (soal keterwakilan perempuan) berdampak pada terbukanya kesempatan bagi lebih banyak perempuan untuk dapat maju sebagai calon anggota legislatif pada Pemilu 2024,” tuturnya.
Terkait laporan tersebut, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menuturkan, pihaknya akan mengkajinya selama dua hari.
Di sisi lain, Ketua KPU Hasyim Asy’ari kembali menegaskan, KPU sudah menyampaikan usulan revisi PKPU Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota menyusul terbitnya putusan MA dalam rapat konsultasi dengan DPR dan pemerintah. Namun, usulan itu tak disetujui.
”Apa yang kami sampaikan belum mendapat persetujuan untuk mengubah PKPU, khususnya terkait topik keterwakilan perempuan minimal 30 persen,” ujarnya.