Prabowo Usulkan ”Politik Tetangga Baik” dalam Pergaulan Internasional
Capres Prabowo Subianto memaparkan arah kebijakan luar negerinya jika kelak terpilih di Pilpres 2024 dalam acara yang digelar oleh CSIS. Salah satunya soal politik tetangga baik.
Oleh
KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Calon presiden dari Koalisi Indonesia Maju, Prabowo Subianto, berkomitmen meneruskan tradisi politik luar negeri yang bebas aktif. Tanpa menjadi bagian dari aliansi geopolitik mana pun, Indonesia bisa membangun hubungan baik dengan semua negara untuk menciptakan perdamaian. Dalam situasi itu, diharapkan terjadi hubungan saling menguntungkan yang mendukung tujuan pembangunan ekonomi nasional.
Hubungan baik antarnegara, menurut Prabowo Subianto, bisa dibangun dengan kebijakan politik tetangga baik (good neighbor policy). Hal ini merupakan turunan dari politik luar negeri bebas aktif yang sudah menjadi tradisi Indonesia selama ini. Tidak hanya dirumuskan setelah meraih kemerdekaan pada 1945, jauh sebelum itu semangat untuk bersikap independen tanpa bergabung dengan blok atau aliansi geopolitik mana pun juga sudah diterapkan saat Indonesia masih berbentuk kerajaan-kerajaan yang aktif melakukan perdagangan ke berbagai belahan dunia.
Indonesia menghormati semua negara, baik negara kecil maupun negara adidaya. Apalagi, sebagian dari negara-negara itu memiliki hubungan sejarah dengan Indonesia. Amerika Serikat, misalnya, berperan mendorong Belanda bernegosiasi dan menyerahkan kemerdekaan kepada Indonesia pada masa perang kemerdekaan. Begitu juga China yang saat ini berkontribusi besar pada perekonomian nasional.
”Prinsip kebijakan luar negeri saya, seribu kawan terlalu sedikit dan satu musuh terlalu banyak. Kita ingin melaksanakan politik tetangga baik, good neighbor policy, karena kita butuh suasana yang damai, suasana yang saling menguntungkan,” kata Prabowo dalam acara Pidato Politik Calon Presiden Republik Indonesia: Arah dan Strategi Politik Luar Negeri yang diselenggarakan Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta, Senin (13/11/2023). Acara tersebut diikuti peserta dari berbagai kalangan, mulai dari akademisi, pengusaha, pemerintah, hingga representasi dari 80 negara.
Prabowo melanjutkan, pembangunan hubungan baik dengan semua negara diperlukan untuk menciptakan perdamaian dan stabilitas. Hanya dalam suasana yang kondusif, hubungan saling menguntungkan antarnegara bisa diciptakan, salah satunya untuk mencapai tujuan pembangunan ekonomi nasional. ”Prioritas utama kita adalah ekonomi, lapangan kerja untuk rakyat, untuk memberantas kemiskinan,” ujarnya.
Hubungan saling menguntungkan itu, contohnya, bisa dilakukan dengan membuka kesempatan negara-negara sahabat untuk berinvestasi di Indonesia. Akan tetapi, ada prinsip dan ketentuan yang sudah diterapkan sejak masa pemerintahan Presiden Joko Widodo dan akan ia teruskan, yakni hilirisasi. Meski menerima investasi asing, Indonesia tak lagi ingin mengekspor sumber daya alam dalam bentuk mentah, tetapi dalam bentuk barang jadi.
Jika itu tidak dilanjutkan, Indonesia tidak beranjak dari situasi yang dialami di masa penjajahan. Alih-alih sejahtera karena memiliki kekayaan sumber daya alam, masyarakat terus-menerus hidup dalam kemiskinan, hanya mampu mendapatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan harian karena tak bisa mengelola sendiri kekayaan alamnya. ”Kami tidak mau (lagi) menjadi bangsa kuli,” kata Prabowo.
Kemampuan memberantas kemiskinan dan menyejahterakan rakyat itu, menurut Prabowo, semakin penting untuk menonjolkan posisi Indonesia di kawasan. Hal itu bisa menjadi nilai lebih Indonesia untuk menjadi pemimpin, misalnya, di ASEAN. ”Kalau kita bisa memberantas kemiskinan di negara kita, memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga, keberhasilan itu akan membuat negara lain bisa melihat Indonesia sebagai alternatif contoh kepemimpinan,” katanya.
Mendorong perdamaian
Tidak hanya membangun hubungan baik untuk mencapai tujuan ekonomi nasional, Prabowo juga menekankan upaya Indonesia untuk terus mendorong perdamaian. Hal itu, antara lain, dilakukan dengan mendorong penyelesaian konflik di Palestina dan di Ukraina dengan negosiasi. Khusus untuk Palestina, Indonesia konsisten mendukung kemerdekaan untuk negara tersebut. ”Kami benar-benar mendesak untuk segera ada penghentian kekerasan di Gaza dan penyelesaian secara politik,” katanya.
Prabowo pun optimistis, para pemimpin dunia memiliki komitmen yang lebih kuat terhadap perdamaian. Hal itu terlihat dari pertemuan sejumlah pemimpin negara-negara besar yang saling bersaing. Menurut dia, ada kecenderungan bahwa para pemimpin negara-negara besar juga menghindari konflik terbuka jika keuntungannya tidak signifikan.
”Saya percaya, warga dan pemimpin dunia akan berkolaborasi, bukan berkonflik. Sebab, kita juga menghadapi hal-hal besar yang perlu ditangani bersama, misalnya perubahan iklim,” ujarnya.
Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri mengatakan, pidato Prabowo adalah yang terakhir di antara ketiga capres yang akan berkontestasi pada Pilpres 2024. Sebelumnya, CSIS telah mengundang capres dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Perindo, dan Partai Hanura, Ganjar Pranowo, serta capres dari Koalisi Perubahan (Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera), yakni Anies Baswedan.
Pandangan capres soal arah kebijakan dan strategi politik luar negeri ke depan krusial karena dunia disebut sedang tidak baik-baik saja. Tidak hanya harus memulihkan diri pascapandemi Covid-19, negara-negara di dunia juga menghadapi persoalan geopolitik dan keamanan serta bertransisi ke kehidupan yang lebih berkomitmen pada keberlanjutan lingkungan di tengah perubahan iklim. Indonesia yang kini muncul sebagai kekuatan menengah berpotensi berkontribusi lebih besar dalam konteks tersebut.
Sayangnya, isu luar negeri belum jadi perhatian masyarakat saat ini. ”Isu luar negeri juga belum jadi hal yang memengaruhi sentimen pemilih dan belum menjadi fokus utama dalam kampanye para capres,” kata Yose.