Abaikan Kritik Tokoh Bangsa, Prabowo-Gibran Terus Melaju
Tim Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menepis tudingan dari sejumlah tokoh bangsa di Rembang. Pendaftaran Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 pun disebut sudah final dan telah memenuhi syarat.
JAKARTA, KOMPAS — Gelombang kritik dari para tokoh bangsa tidak memengaruhi langkah Koalisi Indonesia Maju (KIM) untuk mencalonkan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Pendaftaran pasangan tersebut dinilai sudah final karena telah memenuhi syarat sehingga tinggal menunggu waktu ditetapkan sebagai peserta Pemilihan Presiden 2024 pada Senin (13/11/2023).
Alih-alih menjadi bahan evaluasi, isu netralitas penyelenggara negara, manipulasi hukum, dan nepotisme justru dianggap perlu dilihat kembali oleh pihak-pihak yang menyampaikannya.
Sekretaris Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Nusron Wahid, mengatakan, setidaknya ada tiga isu besar yang disampaikan para tokoh bangsa dalam beberapa waktu terakhir. Ketiga isu dimaksud antara lain penyelewengan aparatur negara untuk kepentingan kekuasaan tertentu dan manipulasi hukum yang tecermin dari putusan Mahkamah Konsitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batas usia capres dan cawapres.
”Persoalan ketiga, yang sedang diamplifikasi, seakan-akan pasangan Prabowo-Gibran itu cacat moral, tidak mempunyai legitimasi moral, dan tidak absah,” katanya dalam jumpa pers di Kantor TKN Prabowo-Gibran, Jakarta, Minggu (12/11/2023). Selain Nusron yang berasal dari Partai Golkar, hadir pula Ketua Koordinator Strategis TKN yang juga Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Komandan Alpha Teritorial TKN sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerindra Prasetyo Hadi, dan Wakil Ketua TKN Juri Ardiantoro.
TKN merupakan bagian dari KIM yang mengusung pasangan bakal capres dan cawapres Prabowo-Gibran. KIM terdiri dari sembilan partai, yakni Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Garuda, Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Gelora, dan Partai Prima.
Nusron mengklaim, Prabowo-Gibran didukung oleh partai-partai politik (parpol) yang tidak cakap dan terbiasa berpikiran untuk menyalahgunakan kekuasaan karena tidak memiliki pengalaman berkuasa. Di antara kesembilan parpol anggota KIM, hanya Golkar yang berpengalaman sebagai penguasa, itu pun terjadi pada masa Orde Baru, sehingga kini tokoh yang disebut berpotensi menyalahgunakan kekuasaan itu sudah banyak yang meninggal.
”Karena itu, kita lihat justru sebaliknya, yang punya pengalaman untuk melakukan abuse of power itu siapa? Kami tidak mau menyebut,” ujarnya.
Terkait dengan manipulasi hukum yang bersumber dari polemik putusan MK No 90, lanjut Nusron, pihaknya tidak bisa menyalahkan takdir. Sebab, Ketua MK Anwar Usman tidak dengan sengaja memiliki hubungan kekerabatan dengan Presiden Joko Widodo dan Gibran. Ia menikahi adik Presiden setelah istrinya meninggal, dan kala itu, Anwar sudah menjabat sebagai Ketua MK.
Mengenai putusan MK, kata Nusron, keputusan di setiap sidang MK diputuskan secara kolektif kolegial. Setiap hakim konstitusi memiliki hak yang sama dan tidak bisa memengaruhi satu sama lain.
”Hal itu juga dibuktikan dalam sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), tidak ada satu saksi pun yang mengatakan bahwa Anwar Usman bisa memengaruhi hakim-hakim yang lain. Jadi, kalau ada yang mengatakan manipulasi, itu ada di mana?” ujarnya.
Baca juga: Anwar Usman Dicopot, Syarat Batas Usia Diuji Lagi
Menurut Nusron, putusan MKMK juga menyatakan bahwa seluruh hakim konstitusi yang dilaporkan semua terbukti melanggar etik. Jika Anwar mendapatkan bobot terbesar, itu wajar karena dia menjabat sebagai ketua.
Namun, jika putusan MKMK itu dijadikan dasar bahwa pencalonan Gibran cacat moral dan tidak memiliki keabsahan, ia mengingatkan kembali bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Anggapan bahwa pencalonan itu menjadi cacat moral bagi dia adalah persepsi yang membahayakan demokrasi.
Adapun mengenai tudingan nepotisme yang dilakukan dalam pencalonan Gibran, Nusron juga mempertanyakan makna dari konsep itu. Menurut dia, nepotisme terjadi jika Presiden mengangkat anaknya untuk menduduki sejumlah jabatan yang bersifat penunjukan, bukan pemilihan oleh rakyat, misalnya menteri. Namun, saat ini Gibran tengah berproses menjadi bakal cawapres, ia harus berkontestasi di Pilpres 2024 untuk mendapatkan jabatan cawapres yang merupakan hasil dari pemilihan langsung.
”Apakah Pak Jokowi bisa merekayasa mandat dari rakyat? Tidak bisa,” kata Nusron. Ia pun menegaskan bahwa KIM berkomitmen pada demokrasi, penegakan hukum, penghormatan terhadap hak asasi manusia, dan segala hal yang telah menjadi konsensus bangsa.
Baca juga: Janji Netral dan Kode-kode dari Jokowi
Sufmi Dasco Ahmad menambahkan, pendaftaran Prabowo-Gibran sudah final, karena telah memenuhi syarat. Pihaknya kini tinggal menunggu penetapan pasangan itu sebagai peserta Pilpres 2024. ”Tidak ada keputusan lain yang dapat membatalkan pasangan Prabowo-Gibran,” katanya.
Menurut Dasco, putusan MKMK tidak bisa membatalkan putusan MK No 90. Mengenai argumentasi pencalonan Gibran yang cacat moral, itu juga perlu diuji kembali karena dalam persidangan MKMK juga tidak menghadirkan alat bukti dan saksi. Selain itu, kini ada pula pelaporan atas Ketua MKMK ke Dewan Etik MK.
”Kalau bicara soal cacat moral, kita akan lihat, masih ada proses-proses yang sedang berlangsung,” katanya.
Tidak turun ke jalan
Di tengah situasi itu, Dasco mengimbau kepada seluruh massa pendukung Prabowo-Gibran untuk tidak datang ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada saat penetapan peserta Pilpres 2024, Senin (13/11/2023).
TKN Prabowo-Gibran menerima informasi dari sejumlah grup percakapan daring Whatsapp bahwa akan ada demonstrasi yang meminta KPU agar tidak menetapkan Prabowo-Gibran sebagai peserta Pilpres 2024. Rencana demonstrasi itu direspons oleh sejumlah pendukung Prabowo-Gibran untuk melakukan demonstrasi tandingan.
”Karena itu, kami mengimbau untuk pendukung Prabowo-Gibran untuk tidak perlu datang ke KPU melakukan aksi tandingan, karena ada informasi dan dugaan itu rentan untuk dibentrokkan antara massa yang pro dan kontra, juga antara massa dan aparat penegak hukum yang ada untuk membuat suasana tidak kondusif,” ungkap Dasco.
Gelombang kritik dalam pencalonan Prabowo-Gibran terus terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Hari ini, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri yang juga Ketua Umum PDI Perjuangan menyampaikan pidato secara daring yang mengingatkan kembali soal politik hati nurani.
Ia melihat bahwa manipulasi hukum yang telah dicoba untuk diberantas saat Reformasi 1998 kini kembali muncul di MK. Hal itu dinilai sebagai imbas dari praktik kekuasaan yang mengabaikan kebenaran hakiki dan politik atas dasar hati nurani.
Baca juga: Megawati Ingatkan Politik Hati Nurani
Pada hari yang sama, sejumlah tokoh yang tergabung dalam Majelis Permusyawaratan Rembang juga menyampaikan keprihatinan atas gejala nepotisme serta krisis nilai dan etika yang terjadi di lingkaran kekuasaan menjelang Pemilu 2024. Keprihatinan itu disampaikan di Warung Makan Prau Kuno, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah.
Majelis Permusyawaratan Rembang antara lain terdiri dari Goenawan Mohamad, Omi Komaria Madjid, Lukman Hakim Saifudin, Antonius Benny Susetyo, dan Erry Riana Hardjapamekas. Sebelum menyampaikan pandangan dalam jumpa pers, mereka terlebih dulu berkunjung ke kediaman KH Ahmad Mustofa Bisri atau Gus Mus di Kabupaten Rembang.
Baca juga: Tokoh Bangsa Prihatinkan Nepotisme Menjelang Pemilu 2024
Polemik di MK terjadi setelah MK membacakan putusan No 90 tentang batas usia capres dan cawapres. Putusan itu membuka kesempatan bagi Gibran untuk menjadi bakal cawapres meski berusia di bawah 40 tahun. Putusan tersebut menuai kritik publik baik secara akademik maupun etik karena Ketua MK Anwar Usman yang memutus putusan No 90 adalah adik ipar Presiden sekaligus paman Gibran.
Pascapembacaan putusan, berbagai kalangan melaporkan dugaan pelanggaran etik yang dilakukan oleh Anwar. Pelanggaran etik itu pun terbukti dalam persidangan yang dilakukan MKMK. MKMK pun memberhentikan Anwar dari jabatannya karena terbukti melakukan pelanggaran etik berat.