Ekspektasi Tinggi untuk Periksa Ulang Putusan Usia Capres-Cawapres
Ujian pertama bagi Ketua MK yang baru, Suhartoyo, dinilai ada pada pengujian ulang syarat usia capres-cawapres.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Harapan terhadap Ketua Mahkamah Konstitusi baru yang terpilih pada Kamis (9/11/2023) untuk segera memeriksa ulang uji materi syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden sangat tinggi. Pemeriksaan ulang terhadap putusan nomor 90/PUU-XXI/2023 diyakini dapat meminimalkan problem hukum yang kemungkinan muncul di masa mendatang akibat putusan yang sarat dengan pelanggaran etik.
Kuasa hukum perkara nomor 141/2023 yang menguji kembali Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 terkait syarat batas usia minimal, Viktor Santoso Tandiasa, memiliki ekspektasi tinggi terhadap Suhartoyo jika melihat rekam jejak putusan-putusannya yang konsisten membela kepentingan masyarakat dan berani melawan kepentingan penguasa. Ujian pertama terhadap rekam jejak Suhartoyo, apakah sesuai ekspektasi atau tidak, ada pada penanganan perkara 141.
”Kita akan melihat apakah ekspektasi saya itu sesuai dengan kenyataan, bahwa memang Pak Suhartoyo bisa menjemput harapan publik akan adanya putusan yang menjatuhkan marwah,” kata Viktor saat ditemui di Gedung MK, Jakarta, Kamis (9/11/2023).
Perkara 141 disidangkan untuk pertama kalinya pada Rabu (8/11/2023) oleh majelis panel yang dipimpin Hakim Konstitusi Suhartoyo. Majelis panel memberikan waktu bagi pemohon dan kuasa hukum perkara tersebut untuk memperbaiki berkas permohonan dalam waktu 14 hari. Namun, karena menginginkan sidang secara cepat, Viktor sudah memasukkan berkas permohonan pada Kamis atau sehari setelah sidang perdana.
”Kami berharap MK menyambut baik upaya ini untuk segera memutus perkara ini dalam waktu cepat. Setidaknya hari Jumat, 10 November 2023, sudah dapat digelar sidang pengucapan putusan,” kata Viktor. Namun, apabila sidang tidak dapat dilakukan pada Jumat, ia berharap putusan akan dijatuhkan pada Senin pekan depan.
Mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan mengatakan, persidangan cepat sangat mungkin dilakukan. ”Saya kira jika hakim mampu mempertimbangkannya dengan alasan mendesak dan hakim MK dapat menyepakati, dapat dilakukan (pemeriksaan dengan hukum acara cepat),” kata Maruarar.
Namun, hal itu baru dapat dilakukan apabila rapat permusyawaratan hakim menyepakati hal tersebut. Apalagi, dalam perkara pengujian syarat usia capres dan cawapres, Presiden dan DPR telah memberikan keterangan pada perkara terdahulu dengan substansi sama. Menurut dia, dengan alat bukti yang sudah ada, hakim MK tinggal menyepakati.
Suhartoyo saat dikonfirmasi apakah perkara tersebut akan diperiksa dengan hukum acara cepat mengungkapkan, pemeriksaan akan dilakukan secara normal.
Ditanya soal substansi perkara 141, ia menjawab, ”Kan, masih sidang. Tidak boleh (dikomentari). Nanti ada MKMK lagi, sedang berjalan dikomentari pula. Makanya, teman-teman jangan memancing juga untuk kami mau berbuat baik, tapi ada etika yang sebenarnya terlanggar. Saya mohon pengertiannya.”
Selain perkara 141, terdapat lima permohonan lain yang meminta pengujian ulang konstitusionalitas Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Salah satu dari lima permohonan tersebut diajukan oleh dua pakar hukum tata negara, yaitu Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar, yang meminta uji formil terhadap Pasal 169 huruf q UU tersebut. Namun, kelima perkara tersebut belum diregister oleh kepaniteraan MK.
Sebelumnya, Majelis Kehormatan MK yang dipimpin Jimly Asshiddiqie menyatakan Anwar Usman yang menjabat ketua pada saat itu terbukti memiliki benturan kepentingan dalam penanganan perkara 90. Hal itu digunakan Gibran Rakabuming Raka, Wali Kota Solo yang juga kemenakan Anwar, untuk menjadi bakal calon wakil presiden. Anwar juga terbukti sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam pengambilan putusan 90.
Minimalkan permasalahan
Pengajar hukum tata negara Universitas Udayana, Jimmy Z Usfunan, mengatakan, MK mau tak mau harus menjawab permohonan-permohonan yang masuk tersebut demi menghilangkan keraguan publik dan turunnya kepercayaan terhadap MK pascaputusan 90. Hal tersebut juga penting untuk meminimalkan permasalahan hukum di kemudian hari sebagai implementasi putusan MK.
”Apalagi telah diketahui secara nyata bahwa Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 diwarnai dengan konflik kepentingan,” kata Jimmy.
Mengingat tahapan pemilu memasuki masa penetapan pasangan calon pada 13 November, Jimmy berharap MK bisa meminta KPU menunda penetapan calon dalam waktu singkat, setidaknya sampai MK memutus permohonan pengujian ulang Pasal 169 huruf q UU Pemilu secara cepat.