Johnny G Plate Divonis 15 Tahun Penjara, Langsung Banding
Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate dinilai majelis hakim Tipikor Jakarta tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, tidak mengakui kesalahannya, dan tidak merasa bersalah.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Rabu (8/11/2023), dijatuhi hukuman 15 tahun penjara dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G. Sikap Johnny yang tidak mengakui kesalahan dan tidak merasa bersalah dianggap sebagai hal yang memberatkan oleh majelis hakim.
Pada persidangan yang sama di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, bekas Direktur Utama Bakti, Anang Achmad Latif, dipidana 18 tahun penjara dan tenaga ahli dari lembaga Human Development Universitas Indonesia, Yohan Suryanto, dipidana 5 tahun penjara. Vonis Johnny dan Anang sama dengan tuntutan jaksa, sedangkan vonis Yohan lebih rendah daripada tuntutan, yakni enam tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim Fahzal Hendri serta hakim anggota, Rianto Adam Pontoh dan Sukartono, bergantian membacakan pertimbangan terhadap ketiga terdakwa dan dilanjutkan pembacaan amar putusan.
Dalam putusan, majelis hakim menyatakan, ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan primer Pasal 2 Ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Terhadap Anang, majelis hakim menilai yang bersangkutan terbukti melakukan dakwaan kedua primer Pasal 3 UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Merespons vonis yang dijatuhkan majelis hakim, penasihat hukum Johnny, Achmad Cholidin, dan penasihat hukum Anang, Aldres Napitupulu, langsung menyatakan banding. Adapun penasihat hukum Yohan, Benny Daga, menyatakan pikir-pikir
Bantuan sosial
Johnny yang divonis penjara 15 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan juga dipidana membayar uang pengganti Rp 15,5 miliar atau disita asetnya. Jika aset yang disita tidak memenuhi pidana tersebut, diganti kurungan dua tahun.
Menurut majelis hakim, hal yang memberatkan Johnny adalah yang bersangkutan tidak membantu program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, tidak mengakui kesalahannya, dan tidak merasa bersalah.
Selain itu, Johnny juga dinilai terbukti meminta uang kepada Anang. Hal yang meringankan adalah Johnny dinilai sopan selama persidangan, merupakan kepala rumah tangga, dan uang yang diterima sebagaimana pengakuan di persidangan digunakan untuk bantuan sosial.
Sikap Johnny yang tidak mengakui kesalahan dan tidak merasa bersalah dianggap sebagai hal yang memberatkan oleh majelis hakim.
Terhadap Anang, selain menjatuhkan pidana 18 tahun penjara, majelis hakim menjatuhkan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Majelis hakim juga menjatuhkan pidana uang pengganti Rp 5 miliar yang akan diambil dari uang yang telah disetor ke penyidik Kejaksaan Agung Rp 6 miliar. Adapun sisa Rp 1 miliar dikembalikan kepada terdakwa.
Hal yang memberatkan Anang, yang bersangkutan tidak membantu program pemerintah dalam memberantas korupsi, tidak berterus terang tetapi mengakui kesalahan, dan timbulnya kerugian keuangan negara besar yang kemudian menjadi sorotan masyarakat. Hal yang meringankan adalah Anang dinilai sopan selama persidangan dan yang bersangkutan merupakan kepala rumah tangga.
Terhadap Yohan, majelis hakim menjatuhkan vonis 5 tahun penjara. Putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa yang menuntut enam tahun penjara. Yohan juga dijatuhi denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, majelis hakim menjatuhkan pidana membayar uang pengganti Rp 400 juta yang sebagian diambil dari uang yang telah disita dari Yohan Rp 43 juta. Jika uang pengganti tidak dibayar, pidana tambahan tersebut diganti dengan 1 tahun penjara.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan akan menghitung sendiri kerugian keuangan negara dalam perkara tersebut dengan berpegangan pada laporan perhitungan kerugian negara yang dikeluarkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Menurut BPKP, kerugian keuangan Rp 8,032 triliun.
Di sisi lain, majelis hakim menimbang adanya uang pengembalian dari konsorsium perusahaan penyedia proyek pembangunan BTS 4G sebesar Rp 1,7 triliun yang kemudian masuk ke kas negara. Dengan demikian, dari perhitungan majelis hakim, kerugian keuangan negara telah berkurang menjadi Rp 6,25 triliun.