Pascaputusan MKMK, Tim Kampanye Meyakini Prabowo-Gibran Tak Terpengaruh
Tim Kampanye Nasional Indonesia Maju meyakini putusan MKMK tak berdampak terhadap pencalonan Prabowo-Gibran sebagai peserta Pilpres 2024. Bagi TPN Ganjar-Mahfud, putusan MKMK menunjukkan adanya skandal etik hakim MK.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Komandan Echo Hukum dan Advokasi Tim Kampanye Nasional Indonesia Maju, Hinca LP Pandjaitan, berpandangan, putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi atau MKMK tidak berdampak apa pun terhadap putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berkaitan dengan batas usia capres-cawapres dan persyaratan cawapres. Karena itu, pasangan Prabowo-Gibran telah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum dan mengikuti seluruh rangkaian proses pendaftaran tersebut. KPU juga telah mengambil keputusan bahwa pasangan Prabowo-Gibran menjadi pasangan yang sah.
”Karena itu, kami beritahukan kepada masyarakat Indonesia, tidak ada yang ragu sedikit pun bahwa pasangan ini berlayar dengan baik,” ujar Hinca di Sekretariat Bersama Relawan Prabowo-Gibran, di Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Sehubungan dengan adanya perkara nomor 141 terkait uji materi syarat usia capres-cawapres yang telah didaftarkan beberapa hari lalu di MK, lanjut Hinca, apa pun hasilnya tidak akan memengaruhi proses pencalonan Prabowo-Gibran. Sebab, perkara ini berkenaan dengan hal yang lain dan akan berlaku untuk tahun 2029.
”Dengan demikian, tidak ada lagi keraguan apa pun di masyarakat tentang pasangan calon Pak Prabowo dan Mas Gibran,” kata Hinca.
Ia pun melihat, dengan temuan MKMK terkait terjadinya pembocoran informasi dalam rapat permusyawaratan hakim MK, hal tersebut masuk ranah pidana. Ia meminta aparat penegak hukum untuk menindaklanjutinya dan menemukan pelakunya. ”Sebab, MKMK menemukan peristiwanya, pembocoran itu. Oleh karena itu, kami meminta agar aparat penegak hukum untuk mengambil sikap dan menemukan pelakunya,” ujarnya.
Meminta Anwar diberhentikan
Sementara itu, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud MD menghormati dan mengapresiasi putusan MKMK yang menyatakan terbukti ada pelanggaran berat hakim konstitusi dan memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Sebab, skandal etika hakim MK telah memicu krisis demokrasi di Indonesia.
”Dalam beberapa minggu ini, awan hitam menutupi langit hukum di Indonesia. Putusan MKMK mengafirmasi pelanggaran berat yang dilakukan oleh para hakim MK dalam memutuskan perkara batas usia cawapres,” ujar Ketua TPN Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid, dalam konferensi pers di Media Center TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta.
Menurut Arsjad, putusan MKMK membuktikan bahwa Anwar Usman telah mengakomodasi kepentingan keluarga dalam putusan MK No 90/PUU-XXI/2023. ”MKMK berhasil memulihkan MK menjaga konstitusi. Kami juga berharap Anwar Usman diberhentikan sebagai hakim MK,” ujarnya.
Menurut Arsjad, putusan MKMK membuktikan bahwa Anwar Usman telah mengakomodasi kepentingan keluarga dalam putusan MK No 90/PUU-XXI/2023.
Namun, sayangnya, dalam putusan MKMK, Anwar Usman tidak diberhentikan dari hakim MK meski tidak diperbolehkan memeriksa pemilu serta pilpres dan pilkada. ”Kami mengharapkan MKMK membuka peluang mengubah putusan MK No 90 PUU-XXI/2023,” kata Arsjad.
Meski begitu, Arsjad mengapresiasi putusan MKMK yang telah memulihkan kepercayaan publik terhadap MK. Ia berharap MK tetap menjadi penjaga konstitusi. ”TPN Ganjar-Mahfud berharap MK jadi penjaga pemilu yang jujur dan adil. Kami minta semua rakyat kawal pesta demokrasi Indonesia,” ujarnya.
Menurut Arsjad, para hakim konstitusi yang seharusnya menjadi wakil Tuhan dalam memutus perkara dan menegakkan keadilan, pada kenyataannya sudah melanggar sumpah mereka dan mengkhianati kepercayaan masyarakat.
”Kami memahami bahwa putusan MK tentang batas usia cawapres sudah final. Tapi, harus diakui bahwa dengan keputusan ini, wibawa MK kemarin sudah runtuh,” kata Arsjad.
Arsjad berpandangan, skandal pelanggaran etika para hakim MK harus menjadi pelajaran untuk membangun kembali kepercayaan (trust) MK ke depan, terutama untuk memastikan pemilu yang akan datang akan berjalan dengan jujur dan adil. Menurut Arsjad, skandal pelanggaran etika para hakim MK telah memicu krisis demokrasi dan harus diakui kalau demokrasi Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Arsjad berharap tidak ada lagi cawe-cawe yang merusakkan konstitusi dan merusak demokrasi. ”Kami mengharapkan semua bisa jaga demokrasi dan konstitusi. Kami juga harapkan teman-teman di MK bisa menjaga karena ini penting buat demokrasi bangsa Indonesia,” ucapnya.