Saat Pemenuhan HAM di Dunia Usaha Diharapkan Jadi ”Pemandu” Konsumen
Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia hanya mengevaluasi tata kelola tanpa proses penegakan hukum dan sanksi.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
Pemerintah meluncurkan Rancangan Strategi Nasional Bisnis dan Hak Asasi Manusia atau Stranas BHAM untuk meningkatkan tata kelola yang baik di dunia usaha terutama penghormatan terhadap prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Stranas BHAM hanya mengevaluasi tata kelola itu tanpa ada proses penegakan hukum dan sanksi dijatuhkan. Meskipun demikian, evaluasi itu diharapkan juga bisa menjadi petunjuk bagi masyarakat sebagai pengguna produk.
Program Stranas BHAM diluncurkan di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Senin (6/11/2023). Stranas BHAM didasari oleh payung hukum Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM.
Hadir dalam acara itu di antaranya Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD, Resident Representative UNDP Indonesia Norimasa Shimomura, Charge D’affairs Uni Eropa untuk Indonesia Stephane Mechati, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward OS Hiariej, serta Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia Dhahana Putra.
Yasonna menuturkan, Stranas BHAM akan menjadi panduan yang riil dan lebih detail bagi pemerintah baik pusat maupun daerah dalam mengarusutamakan bisnis dan HAM. Saat ini, Dirjen HAM dan tim internal Kemenkumham sedang menyusun peraturan turunan dari Perpres Stranas BHAM terkait dengan mekanisme Gugus Tugas Nasional. Di bawah Gugus Tugas Nasional juga akan dibentuk Gugus Tugas Daerah.
”Pemerintah sudah lama menyusun stranas ini tetapi baru diresmikan setelah keluar Perpres No 60/2023 pada September lalu. Ini untuk menyempurnakan aplikasi Prisma atau evaluasi mandiri pelaku usaha untuk menilai apakah jenis usahanya sudah memenuhi standar-standar penghormatan HAM yang diadopsi dari United Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs),” kata Yasonna.
Yasonna mengakui, evaluasi yang dilakukan melalui aplikasi Prisma itu tidak melakukan penegakan hukum. Evaluasi itu sebatas untuk mengetahui apakah perusahaan sudah memenuhi kriteria atau belum. Namun, pemerintah terus mendorong agar perusahaan di level daerah dan nasional tetap memerhatikan aspek-aspek kesetaraan, transparansi, dan pemajuan perlindungan HAM.
Pemerintah berusaha mengajak kalangan usaha untuk bertanggung jawab dan bersama-sama melakukan perlindungan HAM di dalam ruang kerja, bisnis, melalui indikator-indikator yang ada di dalam Prisma. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan itu tergiur untuk masuk dalam kategori perusahaan yang melindungi HAM.
”Sasaran kami bagaimana kaum korporasi bisnis peduli terhadap HAM. Sudah ada 33 negara yang melakukan ini sehingga Indonesia bisa dibilang maju soal ini,” kata Yasonna.
Mahfud menambahkan, Stranas BHAM disusun dalam prinsip kesetaraan, partisipasi yang memuat arah kebijakan yang mendorong sektor bisnis ramah HAM. Tak hanya berfokus pada perlindungan HAM dalam hal bisnis, tetapi juga pembangunan ekonomi dan tata kelola berperspektif HAM. Hal itu akan terus diperbarui sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia.
”Ini menunjukkan komitmen pemerintah terhadap HAM. Pelaku usaha yang ramah HAM tentu akan menjadi daya tarik bagi investor dan konsumen global,” kata Mahfud.
Ia berharap pembentukan Gugus Tugas Nasional dan Daerah diharapkan menjadi koordinasi bisnis dan HAM yang efektif dan terukur. Kemenkumham juga diharapkan segera mengakselerasi Gugus Tugas Daerah yang kinerjanya akan diatur secara lebih rinci di Peraturan Menkumham.
”Stranas BHAM diharapkan meningkatkan pemahaman yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang bisnis dan HAM. Ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan memberikan pemulihan HAM dalam konteks bisnis,” jelas Mahfud.
Dhahana Putra mengungkapkan, pengarusutamaan bisnis dan HAM di daerah akan dilakukan oleh pemerintah provinsi. Gugus Tugas Daerah BHAM akan melibatkan pemerintah provinsi melalui organisasi perangkat daerah (OPD). Gubernur yang akan menjadi ketua sekaligus menetapkan keanggotaan gugus tugas tersebut.
”Kami juga akan meluncurkan program Sistem Informasi Pelayanan HAM (SIPHAM) yang merupakan aplikasi untuk menguji tuntas HAM dengan 120 variabel. Selain dari Kemenkumham, tim penilai juga dari Ombudsman, lembaga swadaya masyarakat, dan perguruan tinggi,” tambahnya.
Norimasa Shimomura mengatakan, komitmen politik Indonesia terhadap implementasi perlindungan dan penghormatan HAM dalam dunia bisnis sangat berarti bagi dunia. Program ini berfokus pada pencegahan sehingga pelanggaran HAM tidak terjadi di dunia usaha baik besar, kecil, maupun usaha mikro, kecil, dan menengah.
”Misalnya saya investor asing, saya juga akan mempertimbangkan bidang ini jika ingin menanamkan modalnya ke Indonesia. Jika penghargaan terhadap HAM jelek, tentu saya akan memilih negara lain,” kata Shimomura.
Sementara itu, Stepane Michati mengapresiasi langkah Indonesia untuk menginisiasi program tersebut. Ia percaya, langkah kecil yang dilakukan Indonesia itu akan sangat berdampak bagi kawasan dan dunia secara lebih luas.
”Apa pun yang Indonesia lakukan untuk menghargai HAM dalam konteks bisnis adalah langkah kolektif yang penting. Kami di sini mendukung langkah kecil yang sangat penting ini,” kata Stepane.