Diisukan Gandeng Gibran, Golkar Makin Tampak Bukan Lagi Partai Kader
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto mengatakan, kabar soal kepindahan Gibran Rakabuming Raka ke Golkar hanyalah isu belaka. Ia pun menepis rencana Golkar mengumumkan Gibran sebagai kader Golkar.
JAKARTA, KOMPAS — Kabar mengenai bergabungnya putra sulung Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka, ke Partai Golkar ditepis oleh Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto. Namun, jika isu tersebut benar, hal ini menunjukkan partai berlambang pohon beringin itu semakin tampak bukan lagi sebagai partai kader yang mengutamakan perekrutan dan pembinaan kader secara simultan.
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (6/11/2023), mengatakan, kabar mengenai kepindahan Gibran Rakabuming Raka ke Golkar hanyalah isu belaka. Ia pun membantah rencana mengumumkan Gibran sebagai kader Golkar pada Senin ini dalam acara peringatan Hari Ulang Tahun Ke-59 Golkar.
”Tidak ada. Hari ini (peringatan) ulang tahun saja,” ujar Airlangga.
Baca juga: Gibran Kembali Tepis Isu Bergabung ke Golkar
Menurut Airlangga, pengumuman Gibran sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres) yang diusung Golkar dalam rapat pimpinan nasional (rapimnas) pada 21 Oktober 2023 sudah cukup. Gibran akhirnya dipasangkan dengan bakal calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum pada 25 Oktober 2023.
Ketika ditanyakan lebih lanjut mengenai apakah Gibran tidak harus menjadi anggota Golkar, Airlangga hanya menjawab singkat, ”Yang penting, menang dulu.”
Yang penting, menang dulu.
Ditemui terpisah di Kompleks Parlemen, Jakarta, Ketua DPP Golkar Ace Hasan Syadzily menegaskan, Golkar menyerahkan sepenuhnya kepada Gibran jika ingin bergabung dengan Golkar. Golkar pun sangat terbuka jika Gibran memutuskan untuk bergabung.
Nah, terkait dengan isu bahwa beliau ’dikuningkan’, kami sebagai partai yang sangat terbuka terhadap Mas Gibran, tentu dengan senang hati. Tetapi, tentu kami kembalikan semua kepada Mas Gibran, apakah beliau bersama-sama dengan kami untuk menjadi bagian dari keluarga besar Partai Golkar.
”Nah, terkait dengan isu bahwa beliau ’dikuningkan’, kami sebagai partai yang sangat terbuka terhadap Mas Gibran, tentu dengan senang hati. Tetapi, tentu kami kembalikan semua kepada Mas Gibran, apakah beliau bersama-sama dengan kami untuk menjadi bagian dari keluarga besar Partai Golkar,” ucap Ace.
Ia pun belum dapat memastikan jabatan apa yang akan dipegang oleh Gibran jika benar akan masuk ke Golkar. Hal tersebut tentu akan dibahas secara bersama-sama terlebih dahulu di internal Golkar. ”Itu pasti akan dibicarakan dan dibahas bersama di internal Partai Golkar,” katanya.
Ace mengakui, partai mana pun saat ini mempunyai keinginan untuk meraih elektabilitas yang tinggi dengan menggaet tokoh populer. Untuk itu, Golkar sempat menarik Ridwan Kamil menjadi kadernya pada 18 Januari 2023. Saat itu, Kamil langsung didapuk menjadi Wakil Ketua Umum Partai Golkar.
Jadi, bagi Partai Golkar, sabagai partai yang terbuka, apalagi kalau misalnya Mas Gibran berkenan untuk menjadi bagian dari kader partai, tentu merupakan suatu kehormatan bagi Partai Golkar.
Karena itu, Golkar pun berharap, apabila Gibran berkenan menjadi bagian dari kader Golkar, hal tersebut bisa membawa kemanfaatan bagi Golkar. ”Jadi, bagi Partai Golkar, sabagai partai yang terbuka, apalagi kalau misalnya Mas Gibran berkenan untuk menjadi bagian dari kader partai, tentu merupakan suatu kehormatan bagi Partai Golkar,” tutur Ace.
Ia meyakini para kader Golkar tidak akan cemburu terhadap Ridwan Kamil ataupun Gibran yang langsung mendapatkan posisi strategis di partai ketika masuk Golkar. Sebab, setiap keputusan telah dibahas secara bersama di internal Golkar. Untuk itu, jika Gibran akhirnya masuk pun, itu juga harus melalui keputusan bersama di internal Golkar.
”Makanya, (terkait jabatan untuk Gibran jika akhirnya bergabung dengan Golkar) itu akan dibahas bersama antara ketua umum dan internal partai terkait apa kebijakan yang tepat untuk itu,” ujar Ace.
Sudah pamit
Sebelumnya, kabar mengenai kepindahan Gibran ke Golkar disampaikan oleh Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto saat jumpa pers di Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu (5/11/2023). Ia mengaku telah menerima telepon dari Airlangga bahwa Gibran sudah ”dikuningkan” sehingga tak lagi menjadi kader PDI-P.
Nah, karena saya juga sudah menerima telepon dari Mas Airlangga saat itu, Ketua Umum Golkar, bahwa Mas Gibran ini ’dikuningkan’, ’di-Golkar-kan’, maka ya otomatis Mas Gibran karena mencalonkan bersama Pak Prabowo, sudah tidak menjadi bagian dari keluarga PDI-Perjuangan.
”Nah, karena saya juga sudah menerima telepon dari Mas Airlangga saat itu, Ketua Umum Golkar, bahwa Mas Gibran ini ’dikuningkan’, ’di-Golkar-kan’, maka ya otomatis Mas Gibran karena mencalonkan bersama Pak Prabowo, sudah tidak menjadi bagian dari keluarga PDI-Perjuangan,” ucap Hasto.
Lagi pula, ujar Hasto, jika didasarkan pada Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik, capres atau cawapres tidak bisa diusung oleh partai politik yang berbeda. Jika capres atau cawapres memiliki kartu tanda anggota (KTA) ganda, pencalonannya akan gugur. ”Ini diatur dalam pilkada (pemilihan kepala daerah) sehingga dalam pilpres pun capres dan cawapres tidak boleh memiliki KTA ganda,” katanya.
Ia menegaskan bahwa PDI-P bersama Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Perindo, dan Partai Hanura telah memutuskan untuk mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud MD sebagai pasangan capres-cawapres. Untuk itu, para kader wajib mematuhi garis keputusan partai tersebut.
Ya Mas Gibran, kan, pamit sehingga sudah jelas sifatnya. Pamit itu adalah suatu bentuk pengunduran diri. Suratnya sudah dikirimkan. Ya, artinya etika politik harus dipenuhi. Artinya, Mas Gibran yang sudah pamit melalui Mbak Puan, ya, itu artinya pamit untuk dicalonkan dengan Partai Gerindra dan Partai Golkar.
Hasto pun mengungkapkan bahwa Gibran sebenarnya sudah menyampaikan permintaan pamit kepada Ketua DPP PDI-P Puan Maharani. Permintaan pamit itu berkaitan dengan rencana Gibran akan maju bersama Prabowo pada Pilpres 2024.
”Ya, Mas Gibran, kan, pamit sehingga sudah jelas sifatnya. Pamit itu adalah suatu bentuk pengunduran diri. Suratnya sudah dikirimkan. Ya, artinya etika politik harus dipenuhi. Artinya, Mas Gibran yang sudah pamit melalui Mbak Puan, ya itu artinya pamit untuk dicalonkan dengan Partai Gerindra dan Partai Golkar,” ucap Hasto.
Pendekatan ”asal comot”
Secara terpisah, dosen Ilmu Politik dan International Studies Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, berpandangan, pola pendekatan ”asal comot” yang digunakan Golkar mengindikasikan karakter politik Golkar yang lebih mengedepankan pragmatisme dalam mencapai kemenangan dalam kontestasi kekuasaan, ketimbang mempertimbangkan aspek ideologi, loyalitas, dan militansi dalam proses pengaderan yang matang.
Model pendekatan ”asal comot” semacam itu, menurut dia, memang lebih mudah, efisien, dan praktis untuk mencapai kemenangan. Namun, cara-cara itu juga cenderung melemahkan fungsi kaderisasi partai politik, mengokohkan karakter oportunisme, dan melahirkan pola relasi antarpartai yang bercorak ”kanibalistik” atau saling memangsa satu sama lain.
Pola perekrutan ’asal comot’ itu tak ubahnya merepresentasikan strategi survival interests Golkar yang akan membuatnya tetap eksis di tengah kecamuk dan benturan berbagai kepentingan politik.
”Golkar merupakan partai politik yang memang tidak dididik untuk menjadi kekuatan oposisi dan cenderung tidak kuat berpuasa dari kekuasaan. Karena itu, pola perekrutan ’asal comot’ itu tak ubahnya merepresentasikan strategi survival interests (kepentingan bertahan) Golkar yang akan membuatnya tetap eksis di tengah kecamuk dan benturan berbagai kepentingan politik. Di saat yang sama, jika kekuatan yang didukungnya kalah, Golkar juga dengan mudah akan meninggalkannya dan segera mendekat ke kekuatan yang memenangi pertarungan, dengan segala justifikasi yang telah dipersiapkan,” ujar Umam.
Cara ”asal comot” itu, tutur Umam, memang menguntungkan untuk kepentingan politik jangka pendek. Namun, cara tersebut kurang mendidik dalam konteks perjuangan politik dan pembangunan demokrasi jangka panjang. Selain akan memunculkan benih-benih kecemburuan, model pendekatan itu juga akan mendegradasi level atau jenjang-jenjang kaderisasi politik yang menjadi tugas konstitusional dari setiap partai-partai politik.
Baca juga: Golkar Buka Opsi Usung Gibran atau Ridwan Kamil di Pilpres 2024
Umam melanjutkan, jika Gibran benar akan masuk Golkar, ini mengindikasikan tiga hal. Pertama, langkah tersebut adalah indikasi titik pisah antara keluarga Presiden Jokowi dan PDI-P. Jika PDI-P berani bersikap tegas, keputusan Gibran dan keluarga besar Jokowi yang seolah mengabaikan prinsip loyalitas dan militansi partai ini sewajarnya menjadi basis koreksi dan evaluasi total pada keanggotaan Jokowi dan keluarganya sebagai kader PDI-P, bahkan bisa berlanjut pada evaluasi dukungan PDI-P pada pemerintahan Jokowi.
Umam juga melihat langkah ”menguningkan” Gibran ini sebagai indikasi bahwa Golkar siap berhadap-hadapan dengan PDI-P, mengingat ”transfer keanggotaan” Gibran dari PDI-P ke Golkar tentu meninggalkan luka politik yang dalam. Strategi ini juga dijalankan dengan harapan Golkar bisa mendapatkan efek ekor jas (coat-tail effect).
”Namun, semua itu bergantung pada kemampuan sosialisasi politik Golkar. Sebab, jika kepindahan Gibran dari PDI-P memunculkan kontroversi, ini justru bisa berdampak pada kurang optimalnya realisasi basis dukungan Gibran untuk beralih ke Golkar,” kata Umam.