Masyarakat Tunggu Komitmen Transparansi Parpol dan Caleg
Pegiat pemilu mengingatkan, publikasi daftar riwayat hidup caleg penting untuk kontrol publik. Hal ini juga membantu pemilih memilih dengan informasi yang akurat.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS —Komisi Pemilihan Umum akan menetapkan daftar calon tetap anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, Jumat (3/11/2023). Pemilih menanti komitmen transparansi partai politik dan calon anggota legislatif untuk membuka daftar riwayat hidup sebagai bentuk transparansi calon pejabat publik.
Sesuai dengan tahapan dan jadwal Pemilihan Umum (Pemilu) 2024, setelah penetapan daftar calon tetap (DCT) anggota legislatif Pemilu 2024, KPU pada Sabtu (4/11) juga akan mengumumkan DCT sekaligus memublikasikan daftar riwayat hidup calon anggota legislatif (caleg). Namun, publikasi hanya dilakukan terhadap caleg yang memberikan izin publikasi kepada KPU.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Idham Holik, Kamis (2/11), mengatakan, penetapan DCT dilakukan tepat waktu. KPU juga secara simultan mempersiapkan surat suara pemilu legislatif di berbagai tingkatan untuk segera dimintakan persetujuan kepada partai politik peserta pemilu.
”KPU sudah mengundang seluruh KPU daerah se-Indonesia ke Jakarta untuk memastikan proses penetapan DCT berjalan lancar, terutama berkaitan dengan penulisan nama, nomor urut, dan gelar sebagaimana persyaratan administrasi yang diserahkan parpol,” ujarnya.
Terkait dengan alasan KPU hanya memublikasikan daftar riwayat hidup caleg yang telah mengizinkan datanya dibuka ke pemilih, Idham beralasan, KPU menilai daftar riwayat hidup termasuk dalam informasi yang dikecualikan sesuai dengan UU No 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Idham menuturkan, KPU telah meminta caleg mengizinkan agar daftar riwayat hidupnya dipublikasikan. Namun, semua dikembalikan kepada caleg sebagai pemilik data. ”Ketika DCT diumumkan dan daftar riwayat hidup dipublikasikan, pemilih bisa melihat siapa saja caleg yang mau membuka maupun tidak membuka daftar riwayat hidup,” tutur Idham.
Anggota Komisi Informasi Pusat, Gede Narayana, mengingatkan, informasi yang dikecualikan setidaknya harus memenuhi tiga asas, yakni sifatnya terbatas, telah dilakukan uji konsekuensi, dan informasi sifatnya tidak permanen. Uji konsekuensi diperlukan untuk melihat dampak positif dan negatif dari informasi tersebut yang kemudian ditetapkan dalam format berkekuatan hukum.
Mantan anggota KPU, Arief Budiman, mengatakan, di Pemilu 2014 dan Pemilu 2019, KPU juga dihadapkan pada informasi yang dikecualikan dalam memublikasikan daftar riwayat hidup. Di Pemilu 2019, awalnya tak semua caleg mau membuka daftar riwayat hidup. KPU kemudian mengumumkan parpol dan nama caleg yang tidak mau membuka daftar riwayat hidup kepada pemilih.
Akhirnya, caleg yang awalnya tidak mau membuka daftar riwayat hidup berubah sikap untuk membuka daftar riwayat hidup. ”Kami tidak memaksa caleg untuk membuka daftar riwayat hidup, tetapi pada akhirnya semua caleg bersedia membuka,” katanya.
Keuntungan besar
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, publikasi daftar riwayat hidup memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan kerugian. Pemilih akan mendapatkan informasi yang akurat dan memadai dari otoritas penyelenggara pemilu. Pemilih bisa mengetahui mengenai rekam jejak caleg untuk menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan pilihan.
Lebih jauh, informasi mengenai caleg sangat dibutuhkan pemilih dalam sistem proporsional daftar terbuka. Sebab, minimnya informasi membuat pemilih cenderung memilih caleg nomor urut atas karena dianggap lebih kompeten dibandingkan dengan caleg nomor urut bawah.
”Keterbukaan daftar riwayat hidup menjadi kontrol publik untuk mengecek kebenaran informasi yang diserahkan ke parpol,” katanya.
Khoirunnisa menilai, keterbukaan daftar riwayat hidup mestinya tidak dibenturkan dengan informasi publik ataupun perlindungan data pribadi. Sebagai calon pejabat publik, caleg seharusnya membuka daftar riwayat hidup sebagai bentuk transparansi publik. Bahkan, data yang tidak tergolong dalam informasi dikecualikan semestinya langsung dibuka, bukan justru KPU menutup semua data di daftar riwayat hidup.
”Sebagai calon pejabat publik yang ingin dipilih, harusnya data pribadinya dibuka, bukan ditutup-tutupi,” ucapnya.