Terdakwa bekas Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif menghadiri sidang lanjutan dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (25/7/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Terdakwa korupsi proyek menara BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika, Bekas Direktur Utama Bakti Anang Achmad Latif menyebut bekas atasannya, Johnny G Plate, sebagai orang yang baik, tetapi pengecut. Ia juga menyebut keterangan terdakwa Irwan Hermawan dalam kasus yang sama sebagai skenario untuk menyelamatkan diri.
”Pengalaman saya bekerja dengan Pak Johnny G Plate (bekas Menteri Komunikasi dan Informatika) dan dalam berkasus sekarang ini, saya akui bahwa saya salah menilai beliau selama ini. Beliau yang saya harapkan bisa sebagai pemimpin yang mengayomi dan bertanggung jawab kepada anak buah, tetapi dalam kasus ini beliau terbukti bahwa beliau adalah seorang yang baik, tetapi pengecut, berlindung seolah-olah tanpa salah,” kata bekas Dirut Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika Anang Achmad Latif.
Hal itu diungkapkan Anang ketika membacakan pleidoi pribadinya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Rabu (1/11/2023). Sidang dipimpin Fahzal Hendri sebagai ketua majelis hakim dengan didampingi Rianto Adam Pontoh dan Sukartono sebagai anggota.
Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Anang dengan pidana 18 tahun penjara, denda Rp 1 miliar subsider 12 bulan, serta membayar uang pengganti Rp 5 miliar subsider 9 tahun penjara.
Terdakwa bekas Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G Plate mengikuti sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Hingga saat ini, menurut Anang, Johnny dinilai lebih banyak berargumen membela diri sementara seluruh pelaksanaan proyek pembangunan BTS 4G dibebankan kepadanya. Anang pun mengakui, belum semua kebenaran terkait proyek tersebut telah diungkapkan dalam persidangan. Namun, ia memutuskan untuk tidak melakukannya agar tidak menyesal seumur hidup.
”Saya bisa simpulkan, kebenaran hanya bisa terungkap ketika terdakwa Johnny G Plate, Galumbang Menak Simanjuntak, dan saya menceritakan semua apa adanya. Tanpa keserentakan, kebenaran sulitlah terungkap. Masing-masing tentu punya kepentingan dalam kasus ini,” tutur Anang.
Skenario murahan
Anang juga menilai bahwa keterangan Irwan Hermawan, bekas Komisaris PT Solitech Media Sinergy, tentang adanya aliran uang ke Dito Ariotedjo, Sadikin, Nistra Yohan, Edward Hutahaean, serta Windu Aji Sutanto serta permohonannya agar ditetapkan sebagai saksi pelaku yang bekerja sama (justice collaborator), sebagai tindakan untuk menyelamatkan diri semata. Anang menilai hal itu tidak berbasis kebenaran.
Pada sidang dengan agenda pembacaan tuntutan terhadap Irwan, jaksa penuntut umum menyatakan, Irwan telah membantu penegak hukum untuk mengungkap pelaku lain yang diduga telah menerima aliran dana terkait proyek pembangunan BTS 4G. Untuk itu, jaksa penuntut umum memohon kepada majelis hakim agar Irwan diganjar dengan status saksi pelaku yang bekerja sama.
Baca Juga: Bantu Ungkap Kasus, Irwan Dituntut 6 Tahun Penjara dan Diganjar ”Justice Collaborator”
Menteri Pemuda dan Olahraga Dito Ariyotedjo (kiri) bersalaman dengan bekas Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G Plate yang menjadi terdakwa dalam sidang kasus dugaan korupsi pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (11/10/2023).
Menurut Anang, dia sama sekali tidak mengetahui pemberian uang dari kontraktor maupun subkontraktor proyek kepada Irwan yang jumlahnya mencapai Rp 243 miliar yang disebut Irwan atas perintah Anang. Anang menduga, namanya ataupun nama Menkominfo telah dijual oleh Irwan kepada pihak-pihak tersebut untuk memberikan kontribusi yang disebut sebagai biaya komitmen.
”Justice collaborator yang diusulkan Irwan Hermawan, menurut saya, hanyalah skenario murahan yang tidak berbsis kebenaran seluruhnya. Tampak jelas tujuannya adalah menyelamatkan diri dengan merekayasa kebenaran sehingga merugikan saya dan terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak,” ujar Anang.
Sementara tim kuasa hukum Anang yang dipimpin Aldres Napitupulu menilai jaksa penuntut umum sangat subyektif dalam menyusun surat tuntutan. Sebab, Anang merupakan satu-satunya terdakwa yang mengakui kesalahannya, tetapi justru dituntut paling berat dibandingkan terdakwa lain.
Dalam perkara tersebut, Johnny dituntut 15 tahun penjara, sementara tenaga ahli dari lembaga Human Development Universitas Indonesia Yohan Suryanto dituntut 6 tahun penjara.
Baca Juga: Johnny G Plate Dituntut 15 Tahun Penjara
Kuasa hukum terdakwa berbicara dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (3/8/2023).
Kuasa hukum Anang juga menilai, jumlah kerugian keuangan negara yang didakwakan jaksa penuntut umum sebesar Rp 8,032 triliun tidak valid. Menurut kuasa hukum, jumlah kerugian keuangan negara tersebut lebih besar dari jumlah bersih (netto) uang negara yang dibayarkan ke para konsorsium pelaksana proyek pembangunan BTS 4G.
Melalui pleidoinya, kuasa hukum Anang juga menyatakan bahwa Anang melakukan sebagian perbuatan yang didakwakan karena mengikuti perintah atasannya. Meski demikian, Anang disebut mengakui perbuatannya, menyesali, serta berjanji tidak akan mengulanginya.