Pemeriksaan Anggota BPK Achsanul Qosasi Tunggu Proses Perizinan
Anggota BPK, Achsanul Qosasi, disebut dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pembangunan menara BTS 4G. Mengacu pada UU No 15/2006, pemeriksaan anggota BPK harus memperoleh persetujuan tertulis dari Presiden.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
Bekas Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate meninggalkan ruang sidang setelah pembacaan tuntutan oleh jaksa penuntut umum di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (25/10/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Penyidik Kejaksaan Agung akan memeriksa anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Achsanul Qosasi, terkait dengan kasus dugaan korupsi pembangunan menara base transceiver station atau BTS 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informatika. Nama Achsanul Qosasi disebut di dalam sidang kasus menara BTS.
Di dalam persidangan lanjutan kasus menara BTS, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin lalu, terdakwa Galumbang Menak Simanjuntak, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Tbk, membenarkan adanya percakapan elektronik dengan Anang Achmad Latif, Direktur Utama Bakti. Dalam percakapan itu, disebut seseorang berinisial AQ. Ketika jaksa menanyakan nama AQ, Galumbang mengatakan, AQ adalah inisial dari Achsanul Qosasih, anggota BPK. Ketika ditanya lebih jauh tentang keterkaitan Achsanul dengan Sadikin, Galumbang mengaku tidak tahu.
Sadikin adalah pihak swasta yang telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah menerima uang Rp 40 miliar terkait pengamanan kasus korupsi BTS 4G Bakti. Sadikin sempat disebut sebagai ”orang BPK” dan uang tersebut ditujukan kepada BPK.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan, Kamis (26/10/2023), dalam rangka pendalaman, penyidik akan meminta keterangan Achsanul. Hingga saat ini, penyidik masih menunggu proses perizinan tuntas karena yang bersangkutan merupakan pejabat negara. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK, permintaan keterangan tentang tindak pidana pada anggota BPK harus didahului persetujuan tertulis dari Presiden.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.
”Pasti akan kita jadwalkan pemeriksaan kepada yang bersangkutan, biar membuat terang perkara tersebut. (Sekarang) kita masih menunggu proses perizinannya,” terang Ketut.
Terkait diungkapnya nama anggota BPK di persidangan, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejagung Febrie Adriansyah mengatakan, penyidik selalu melihat fakta persidangan. Setiap fakta persidangan akan didalami penyidik.
Mengenai posisi Sadikin sebagai perantara uang, menurut Febrie, Sadikin dipastikan menerima uang Rp 40 miliar sehingga ditetapkan sebagai tersangka. Terkait dengan perannya sebagai perantara, Febrie belum bisa memastikan. ”Kan, tergantung penelusuran, tergantung dia buka ke mana,” kata Febrie.
Dikonfirmasi terkait penyebutan namanya di persidangan, Achsanul mengatakan, tidak ingin berkomentar. ”Biar enggak ganggu proses hukumnya,” ujarnya.
Pengajar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, berpandangan, penyebutan nama seseorang di persidangan bukan suatu kebetulan jika tidak ada kaitannya dengan perkara yang disidangkan. Orang tersebut bisa jadi mengetahui perkara tersebut. Selain itu, keterangan di persidangan merupakan fakta hukum sekaligus alat bukti.
”Mengetahui itu saja sebenarnya sudah bisa diperiksa sebagai saksi oleh penyidik. Ketika dia diminta keterangan, maka peran yang bersangkutan akan menjadi lebih jelas,” kata Fickar.
Menurut Fickar, munculnya nama baru di persidangan yang kemudian beberapa di antaranya ditetapkan sebagai tersangka mengindikasikan proses penyelidikan yang tidak komprehensif atau tidak tuntas. Jika penyelidikan dilakukan secara mendalam, mestinya nama-nama tersebut sudah diperiksa sedari awal.
Fickar menduga, belum tuntasnya penyelidikan bisa terjadi karena minimnya bukti yang dikantongi penyidik. Namun, lanjut Fickar, bukan tidak mungkin terjadi intervensi dari luar, baik secara politik, kekuasaan, maupun pengaruh uang. Dengan disebutnya pihak atau nama tersebut, penyidik diharapkan tidak ragu lagi untuk meminta keterangan yang bersangkutan.
Secara terpisah, Wakil Ketua Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI) Kurniawan Adi Nugroho berpandangan, disebutnya salah satu anggota BPK dapat menjadi dasar bagi jaksa untuk mengajukan pemeriksaan yang bersangkutan di persidangan. Dalam kasus ini, penyidik bisa memanggil yang bersangkutan sebagai saksi dalam rangka pengembangan kasus.
”Jadi, tidak ada alasan bagi penyidik untuk hanya berhenti sampai sini karena apa pun uang itu sudah mengalir. Itu harus diperjelas, uang ke mana dan dipakai untuk apa,” kata Kurniawan.
Menurut Kurniawan, pengembangan kasus korupsi pembangunan menara BTS 4G masih menyisakan banyak pertanyaan. Sebab, dari banyak nama yang terungkap di pengadilan, baru beberapa yang ditindaklanjuti. Salah satu yang sampai saat ini menjadi misteri adalah pemberian uang kepada Nistra Yohan yang disebut ditujukan untuk Komisi I DPR. ”Tinggal apakah terhadap nama-nama ini mau dituntaskan atau tidak,” kata Kurniawan.