Soal Pensiun Jaksa, Penggugat Jaksa Agung Bantah Klaim Penyelesaian Internal
”Sampai saat ini semua jaksa itu hanya ingin minta diaktifkan kembali, tidak ada tuntutan lain,” ujar kuasa hukum penggugat, Viktor Santoso Tandiasa.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pihak penggugat Jaksa Agung membantah adanya penyelesaian internal dari Kejaksaan Agung atas pemberhentian dengan hormat berdasarkan Pasal 40A Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan. Melalui gugatannya di pengadilan tata usaha negara, mereka meminta diaktifkan kembali sebagai jaksa.
Sebelumnya, sejumlah jaksa menggugat Jaksa Agung ke PTUN karena mereka tidak diaktifkan kembali sebagai jaksa. Gugatan itu diajukan lantaran Mahkamah Konstitusi telah memutus untuk menunda pemberlakuan Pasal 40A UU No 11/2021 tentang Kejaksaan selama lima tahun. Gugatan tersebut didaftarkan di PTUN Jakarta dengan nomor 346/G/TF/2023/PTUN.JKT dan 355/G/2023/PTUN.JKT.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, terkait dengan pengaktifan kembali jaksa yang sudah diberhentikan dengan hormat atau dipensiunkan setelah UU No 11/2021 berlaku, pihaknya sudah melakukan pemanggilan dan penyelesaian secara internal (Kompas.id, 20/10/2023).
Kuasa hukum penggugat, Viktor Santoso Tandiasa, di Jakarta, Senin (23/10/2023), membantah pernyataan Ketut. Menurut dia, sejak UU No 11/2021 berlaku pada 31 Desember 2021 hingga terbitnya putusan sela Mahkamah Konstitusi pada 10 Oktober 2022, terdapat 117 jaksa yang telah dipensiunkan dan tidak diaktifkan kembali. Hanya 25 jaksa yang dipensiunkan sejak 10 Oktober 2022 yang kemudian diaktifkan kembali oleh Jaksa Agung.
”Dari 117 jaksa yang belum diaktifkan dan sama sekali tidak ada upaya dari Jaksa Agung untuk mengundang atau menyelesaikan secara internal,” kata Viktor.
Menurut Viktor, bantahan terhadap klaim Kapuspenkum tersebut juga sudah diungkapkan dalam persidangan yang dilangsungkan pada Senin ini di PTUN Jakarta. Dalam sidang tersebut, pihak penggugat menghadirkan saksi yang menceritakan kesulitan yang dia hadapi setelah dipensiunkan berdasarkan UU No 11/2021. Selain saksi, penggugat juga menghadirkan saksi ahli.
Oleh karena itu, lanjutnya, pernyataan Kapuspenkum Kejagung yang mengklaim telah melakukan penyelesaian internal tersebut perlu diungkapkan di persidangan. Pihak Kejagung mesti mengungkapkan siapa pihak yang telah diundang untuk kemudian diselesaikan masalahnya. Sebab, sampai saat ini 117 jaksa yang sudah dipensiunkan tersebut tidak ada yang diaktifkan kembali.
Terkait dengan gugatan yang dilayangkan para jaksa di PTUN, menurut dia, pada intinya penggugat ingin agar tindakan administratif Jaksa Agung dikoreksi. Melalui PTUN, tindakan administratif Jaksa Agung untuk mengaktifkan 25 jaksa dan tidak terhadap 117 jaksa tersebut akan dinilai menurut tata pemerintahan yang baik. Pihak penggugat berharap PTUN mengabulkan gugatan mereka sehingga Jaksa Agung melaksanakan amar putusan MK.
”Sampai saat ini semua jaksa itu hanya ingin minta diaktifkan kembali, tidak ada tuntutan lain,” ujar Viktor.
Sementara itu, saksi ahli yang dihadirkan penggugat di persidangan adalah Fahri Bachmid, ahli hukum tata negara dan administrasi negara dari Universitas Muslim Indonesia. Dalam keterangannya, Fahri menilai bahwa Jaksa Agung keliru dalam menafsirkan Putusan MK Nomor 70/PUU-XX/2022.
Menurut Fahri, diperlukan waktu yang cukup agar aturan peralihan sebagaimana diatur dalam Pasal 40A UU No 11/2021 dapat dilaksanakan secara seimbang. ”Pelaksanaan aturan peralihan Pasal 40A UU No 11/2021 tidak boleh diperlakukan seketika, karena tidak memberikan perlindungan hukum terhadap jaksa yang seketika terdampak dengan pensiun secara tiba-tiba,” kata Fahri.
Dalam UU No 16/2004 tentang Kejaksaan, usia pensiun jaksa disebutkan 62 tahun, sedangkan dalam UU No 11/2021 tentang Revisi UU No 16/2004 tentang Kejaksaan disebutkan usia pensiun jaksa 60 tahun. Namun, dalam UU No 11/2021 terdapat Pasal 40A yang berbunyi: ”Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, pemberhentian Jaksa yang berusia 60 (enam puluh) tahun atau lebih tetap mengikuti ketentuan batas usia pensiun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2OO4 tentang Kejaksaan Republik Indonesia...”.