Ganjar-Mahfud Janji Atasi Problem di Industri Ekonomi Kreatif
”Ruang anak muda yang keren-keren ini, perlu didorong dan perlu mendapat pendampingan. Regulasinya juga harus yang mengakomodasi kreativitas anak muda,” ujar Ganjar Pranowo.
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden yang diusung PDI-P, PPP, Hanura, serta Perindo, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD, berkomitmen membenahi sejumlah masalah dalam industri kreatif seperti sulitnya perizinan dan kurangnya dukungan permodalan. Komitmen diwujudkan jika nanti terpilih dalam Pemilihan Presiden 2024.
Ruang pengembangan ekonomi kreatif dan kesenian pun masih terpusat di kota-kota tertentu dan belum menyentuh seluruh daerah di Indonesia. Kehadiran sebuah lembaga yang dapat berfokus menangani persoalan secara spesifik sangat dibutuhkan, misalnya membentuk kembali Badan Ekonomi Kreatif serta mendirikan Kementerian Kebudayaan.
Selama lebih dari satu jam Ganjar dan Mahfud berdiskusi dengan para pelaku ekonomi kreatif, pegiat seni, dan anak muda dalam acara ”Ruang Gagasan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD” di Kala di Kalijaga, kawasan Blok M, Jakarta Selatan, Senin (23/10/2023).
Acara tersebut dipandu oleh para komika atau pelawak, seperti Adjis Doa Ibu, Akbar Kobar, Abdel Achrian, dan Denny Chandra. Turut hadir komedian Cak Lontong, budayawan Butet Kertaradjasa, serta komposer dan penyanyi dari Kla Project Adi Adrian.
Komika Adjis Doa Ibu mengungkapkan, alur perizinan yang rumit dan sewa gedung yang mahal masih menjadi masalah bagi para pelaku industri kreatif. Ia mencontohkan, saat menggelar suatu acara Stand Up Comedy Indonesia yang menggunakan tempat milik pemerintah justru biasa sewanya terkadang lebih mahal.
”Kemarin, kami bikin acara selama tiga hari dan mendatangkan 9.000 orang lebih, lalu mengangkat UMKM untuk turut serta, akan tetapi sebenarnya untung (acara itu) tidak besar. Karena harga sewa mahal, maka untuk harga sewa tempat UMKM juga jadi mahal,” ujar Adjis.
Menanggapi hal itu, Ganjar mengatakan, potensi ekonomi kreatif di Indonesia memang sangat besar. Untuk itu, pemerintah perlu memberikan pendampingan untuk mendorong para pelaku ekonomi kreatif tersebut.
”Ruang anak muda yang keren-keren ini, perlu didorong dan perlu mendapat pendampingan. Regulasinya juga harus yang mengakomodasi kreativitas anak muda seperti otomotif, desain, seni, esport, entrepreneur, dan lainnya," ujar Ganjar.
Hal pertama, lanjut Ganjar, yang akan dilakukan adalah memangkas birokrasi agar bisa mempermudah perizinan. Kedua, dengan memberikan kepastian hukum, serta ekonomi kreatif yang mudah mendatangkan investasi. Hal ini harus segera dilakukan karena nilai ekonomi kreatif itu tak terbatas serta dapat menciptakan lapangan kerja yang besar.
”Pengurusan izin harus gampang dan tak ribet. Harus tanpa pungli dan birokrasi yang tak ruwet. Kepastian hukum juga wajib jelas. Maka segala fasilitasnya penting (disediakan), infrastruktur disediakan, ruangnya dibuka,” kata Ganjar.
Oleh karena itu, Ganjar pun berjanji akan membuat Creative Hub atau tempat pelatihan di berbagai daerah. Dia juga bakal membangun sebuah sistem kolaborasi dengan seluruh elemen kesenian dan kebudayaan.
Mahfud menambahkan, persoalan hukum juga amat krusial di dalam pengembangan investasi di industri ekonomi kreatif. Maka itu, kebijakan dari pemerintah harus memberikan kepastian hukum dalam izin proses investasi secara berkeadilan.
”Karena yang sering terjadi, ada tumpang tindih (pengurusan izin) lalu terjadi kisruh. Ditambah hukumnya juga tumpul karena menyangkut orang kuat atau pejabat. Nah, yang ke bawah, rakyat kecil, ini yang harus diberi perlindungan," ujar Mahfud.
Untuk membenahi persoalan hukum, Mahfud menggunakan tiga pendekatan yakni secara konseptual atau isi aturan, aparat, dan budaya atau perilaku. Bagi Mahfud, secara isi aturan mudah untuk diperbaiki. Namun, yang mesti jadi fokus pembenahan adalah unsur aparat penegak hukum atau birokrasi serta budayanya.
”Pada semua level pemerintahan sudah rusak dan sering terjadi mafia. Marak proses transaksi gelap dan terjadi korupsi, kolusi dan nepotisme,” ujar Mahfud.
Contoh Korea Selatan
Dalam diskusi tersebut, Adi Adrian berharap, Badan Ekonomi Kreatif dapat dibentuk kembali agar bisa mengakomodasi kepentingan dan kebutuhan para pekerja ekonomi kreatif. Badan ini dibutuhkan supaya bisa lebih spesifik menangani permasalahan di industri kreatif salah satunya bisa untuk memberi dukungan biaya sekaligus mengkurasi karya-karya dari seniman yang akan mendapat dukungan dari pemerintah.
Adi mencontohkan, dukungan pemerintah yang bisa ditiru dalam memajukan industri kreatif yakni industri K-Pop Korea Selatan. Bagi Adi, industri K-pop dapat berhasil karena mendapat dukungan penuh dari pemerintah Korea Selatan.
”K-Pop dan industri film seperti drama Korea sampai film-film festival bisa menjadi penopang perekonomian nasionalnya karena pemerintah terlibat untuk mengekspor industri kreatif tersebut ke luar negeri,” katanya.
Ia pun berharap, ada badan semacam Badan Ekonomi Kreatif yang bisa berfokus untuk mengembangkan isu industri kreatif ini. Sebab, urusan ini tak bisa ini diurus sekelas Direktur Jenderal di Kementerian tertentu karena kontribusi ekonomi kreatif sangat besar dan belum digali maksimal. ”Anggaran untuk ekonomi kreatif kecil sekali. Padahal Indonesia punya talenta yang tak terhitung,” ujar Adi.
Senada dengan Adi, Butet juga berharap pasangan calon presiden dan wakil presiden yang terpilih nanti bisa membentuk Kementerian Kebudayaan yang hanya bisa khusus mengurusi kesenian dan kebudayaan. Sebab, kementerian yang menangani masalah kesenian saat ini telah terbagi dengan berbagai fokusnya mulai dari pendidikan, riset, dan teknologi.