Kapolri Minta Dugaan Pemerasan Syahrul Ditangani Profesional dan Tak Arogan
Proses hukum secara profesional itu berarti setiap tahap harus dilakukan dengan cermat dan penuh kehati-hatian serta membuka ruang supervisi oleh KPK dan unsur eksternal lainnya.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Negara RI Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo meminta agar kasus dugaan pemerasan terhadap bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo ditangani secara profesional. Kapolri memerintahkan Badan Reserse Kriminal serta Divisi Profesi dan Pengamanan Polri untuk mendampingi penanganan kasus itu oleh Kepolisian Daerah Metro Jaya.
Hal itu disampaikan Listyo seusai memimpin apel gelar pasukan Operasi Mantap Brata 2023-2024 di Jakarta, Selasa (17/10/2023). Menurut Kapolri, dia telah meminta jajarannya untuk memproses kasus tersebut secara profesional karena telah menjadi perhatian publik.
Untuk itu, lanjut Listyo, dia sudah meminta Bareskrim Polri dan Divpropam Polri untuk turun dan mendampingi Polda Metro Jaya yang saat ini menangani kasus tersebut.
”Sehingga setiap tahapan yang berjalan itu betul-betul profesional. Jadi, itu yang tentunya saya minta sehingga semuanya bisa dipertanggungjawabkan,” kata Kapolri.
Dalam kasus tersebut, Polda Metro Jaya telah memanggil dan memeriksa Kevin Egananta, ajudan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri. Penyidik juga telah memeriksa 11 saksi. Salah satunya, Kepala Polrestabes Semarang Komisaris Besar Irwan Anwar. Terakhir, turut diperiksa pula Direktur Pelayanan dan Pelaporan Pengaduan Masyarakat KPK Tomi Murtomo.
Menurut Listyo, proses hukum secara profesional itu berarti setiap tahap dilakukan dengan cermat dan penuh kehati-hatian serta membuka ruang supervisi oleh KPK dan unsur eksternal lainnya. Ia menegaskan, hal itu penting agar hasilnya bisa dipertanggungjawabkan kepada publik.
”Yang jelas, pesan saya dilaksanakan cermat, profesional, tidak arogan. Kami membuka ruang agar ini bisa diawasi, bisa disupervisi, baik oleh KPK ataupun dari unsur eksternal lainnya,” ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Ade Safri Simanjuntak mengatakan, pihaknya terbuka untuk berkolaborasi dengan instansi lain.
Penyidik Subdirektorat Tindak Pidana Korupsi Direskrimsus Polda Metro Jaya, yang saat ini menangani perkara itu, telah mengajukan surat kepada pimpinan KPK untuk menugaskan Deputi Koordinasi dan Supervisi KPK agar penanganan perkara tersebut berjalan secara transparan.
Terkait upaya Polri yang membuka ruang supervisi bagi KPK, Kompas mencoba mengirimkan pertanyaan kepada Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri. Namun, hingga saat ini pertanyaan tersebut belum direspons.
Yang jelas, pesan saya dilaksanakan cermat, profesional, tidak arogan. Kami membuka ruang agar ini bisa diawasi, bisa disupervisi, baik oleh KPK ataupun dari unsur eksternal lainnya.
Adapun Firli sebelumnya telah membantah dirinya dan para pemimpin KPK yang lain melakukan pemerasan yang berkaitan dengan penanganan perkara di Kementerian Pertanian.
”Saya pastikan, kami tidak pernah melakukan hubungan dengan para pihak, meminta sesuatu, apalagi disebut pemerasan. Saya kira tidak ada tuduhan itu,” kata Firli saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (5/10/2023).
Senjata api
Sebagaimana diberitakan, ketika KPK menggeledah rumah dinas Syahrul Yasin Limpo, ditemukan 12 senjata api yang terdiri atas berbagai merek, antara lain Smith & Wesson (S&W), Walther, dan Tanfoglio. Senjata api tersebut kemudian dititipkan ke Polda Metro Jaya.
Meskipun demikian, Direktur Tindak Pidana Umun Bareskrin Polri Brigjen (Pol) Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan, pihaknya juga berkoordinasi dengan Badan Intelijen Keamanan (Baintelkam) Polri terkait dengan temuan senjata tersebut. Menurut dia, Baintelkam akan melakukan pemeriksaan silang terkait senjata api tersebut. ”Kami tetap melaksanakan penyelidikan,” kata Djuhandhani.