Penuhi Panggilan Rapat di Istana, Wapres Meninggalkan Papua Lebih Cepat
Kamis (12/10/2023), Wapres Amin meninggalkan Papua, sehari lebih cepat dari semestinya. Kepulangannya semata guna memenuhi panggilan rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta. Bahkan, Wapres merasa betah berada di Papua.
Selama dua hari, Wakil Presiden Ma’ruf Amin, yang juga Ketua Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua atau BP3OKP, berkantor dan menggelar dialog konstruktif dengan tokoh masyarakat di Papua. Meski kepulangannya dipercepat sehari karena panggilan rapat dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Wapres mengisi kunjungan kerja ke Papua dengan lebih banyak mendengarkan keluhan dari orang asli Papua.
Semestinya kunjungan Wapres di Papua yang berjalan sejak Senin (9/10/2023) baru akan berakhir pada Jumat (13/10/2023) esok. Namun, pada Kamis (12/10/2023) ini, Wapres sudah kembali ke Jakarta guna memenuhi panggilan rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta.
Dalam perjalanannya ke Papua, Wapres singgah sejenak untuk peletakan batu pertama masjid dan rumah sakit di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Akibat pulang lebih awal, Wapres hanya mengunjungi Provinsi Papua dan batal hadir di dua daerah otonom baru (DOB), yakni Provinsi Papua Pegunungan dan Provinsi Papua Selatan.
Akibat pulang lebih awal, Wapres hanya mengunjungi Provinsi Papua dan batal hadir di dua daerah otonom baru, yakni Provinsi Papua Pegunungan dan Provinsi Papua Selatan.
Baca juga: Wapres: Pimpinan Agama di Papua Ambil Peran ”Game Changer”
Awalnya, Wapres diagendakan akan menandatangani prasasti dan melakukan peletakan batu pertama sebagai tanda dimulainya pembangunan gedung sarana-prasarana Pemprov Papua Pegunungan dan Pemprov Papua Selatan. Pembangunan prasarana pemerintahan di empat wilayah DOB menjadi langkah awal implementasi program pembangunan yang telah dirancang dalam Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2023 tentang Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua (RIPPP) Tahun 2022-2041.
Namun, lokasi pembangunan pusat perkantoran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan dikabarkan menimbulkan potensi konflik dengan masyarakat adat setempat. Gedung perkantoran Pemprov Papua Pegunungan ini akan berdiri di atas tanah adat. Aduan pun telah diajukan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
Penolakan warga
Menanggapi kabar penolakan warga tersebut, Wapres sebagai Ketua BPP3OKP menegaskan telah menggelar rapat koordinasi terkait Update Kesiapan Perencanaan dan Pelaksanaan Pembangunan Sentra Sarana dan Prasarana Pemerintah Provinsi di empat DOB di Papua pada Selasa (10/10/2023).
Dari rakor itu, diketahui bahwa permasalahan lahan untuk pembangunan gedung perkantoran sudah selesai. ”Di laporan tadi dalam rapat, menurut Penjabat Gubernur (Papua Pegunungan), tidak ada masalah. Jadi, tidak ada masalah dan semuanya sudah beres,” kata Wapres dalam keterangan pers seusai menghadiri rapat BPP3OKP di kantor Gubernur Papua, Jalan Soa Siu Dok 2, Kota Jayapura, Provinsi Papua.
Baca juga: Wapres Instruksikan Badan Otsus Kawal Pembangunan di Papua
Wapres lantas meminta Wakil Menteri Dalam Negeri John Wempi Wetipo untuk memberi penjelasan lebih lanjut. Menurut Wempi, 13 suku adat setempat sudah berdialog berulang kali membahas masalah ini. Aksi protes yang mengemuka disebut berasal dari satu warga bernama Bonny Lani. Menurut Wempi, masyarakat pemilik hak ulayat telah bersepakat untuk menyerahkan hak mereka.
Wempi mengungkapkan, masyarakat setempat justru tidak mau menerima penggantian uang. Sebagai gantinya, mereka meminta agar anak-anaknya nantinya diberikan ruang pekerjaan dalam proses pembangunan Provinsi Papua Pegunungan. Komitmen itu akan dilakukan dan telah ditandatangani bersama di notaris.
Untuk itu, Wempi memastikan, proses peletakan batu pertama pembangunan pusat perkantoran Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan di Wamena bisa dihadiri oleh Wapres pada Kamis sebagaimana prosesi groundbreaking serupa di Provinsi Papua Tengah dan Papua Barat Daya. ”Prinsipnya kehadiran Pak Wapres tidak mungkin ada masalah. Kami sudah clear,” ujarnya.
Wapres betah di Papua
Staf Khusus Wapres Bidang Komunikasi dan Informasi Masduki Baidlowi menegaskan bahwa kepulangan Wapres yang dipercepat kali ini tidak ada kaitan dengan masalah keamanan di Papua. Apalagi, Papua Pegunungan merupakan provinsi terakhir yang belum dikunjungi Wapres. ”Ini adalah utang Wapres kepada Wamena,” ujar Masduki.
Wapres Amin bahkan menyebut ia betah berkantor di Papua. Pada Selasa (10/10/2023), ketika memulai aktivitas di ruang kerjanya di kompleks kantor Gubernur Papua, Jalan Soa Siu Dok 2, Jayapura, Wapres sangat terkesan dengan suasana kantornya. Ruang kerjanya menghadap langsung ke Samudra Pasifik dengan pemandangan laut dan bukit yang bisa dinikmati dari dinding kaca kantor.
Wapres Amin bahkan menyebut ia betah berkantor di Papua.
Baca juga: Badan Otsus: Penyelesaian Masalah di Papua Butuh Dialog
Didampingi Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Wapres tampak bersantai di ruang kerjanya. Kesan pertamanya berkantor di wilayah paling timur Indonesia adalah positif dan menyenangkan. Menkes pun memuji ruang kerja Wapres yang disebutnya bagus. ”Saya merasa senang. Pertama, suasana kantornya bagus sekali. Bikin betah,” ujar Wapres.
Selain bisa menikmati pemandangan indah, Wapres merasa bahwa berkantor di Papua sangat produktif. Hal ini karena dirinya dapat bertemu langsung dengan masyarakat dan berbagai komunitas di Papua. ”Di belakangnya ada laut, kita menghadap laut dan saya juga bisa bertemu dengan berbagai komunitas,” tuturnya.
Meski hanya singkat, berbeda dengan kunjungan kerja ke Papua sebelumnya yang dilaksanakan pada akhir 2022 dan Juli 2023, kunjungan ke Papua kali ini menggunakan konsep berkantor di Jayapura. Konsep berkantor tersebut, menurut Wapres, ditujukan untuk menyerap aspirasi warga Papua.
”Kita di Papua ingin banyak mendengar. Kunjungan saya kali ini memang berkantor sambil juga menampung aspirasi, pendapat, dan itu yang akan kita himpun, kemudian akan kita terapkan dalam langkah-langkah, penyesuaian langkah-langkah yang sudah kita susun,” ujar Wapres.
Pada hari pertama aktivitasnya di Papua, Wapres mengadakan pertemuan dengan tokoh penggiat kemanusiaan, hak asasi manusia (HAM), dan perdamaian Papua. Selain itu, ia juga berdialog dengan pengusaha lokal dan tokoh gereja untuk mendengarkan berbagai perspektif yang berbeda tentang pembangunan di tanah Papua.
Baca juga: Harapan ”No One Left Behind” di Otsus Papua
Pada Rabu (11/10/2023), Wapres menerima jajaran pengurus Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP), Persekutuan Gereja-Gereja Papua Barat (PGGPB), dan Papua Christian Centre (PCC) di Abepura, Papua. Wapres meminta agar aspirasi gereja dapat menjadi perhatian, khususnya bagi kementerian/lembaga di dalam merumuskan agenda-agenda strategis. Gereja menjadi mitra strategis pemerintah di Papua untuk mendukung agenda strategis otonomi khusus.
Uskup Jayapura Yunuarius You menyampaikan salah satu tugas dari para pemuka agama selain di bidang keagamaan, juga menggerakkan kemanusiaan, memperjuangkan keadilan, kesejahteraan, serta kedamaian di Papua. ”Kami juga punya panggilan untuk pro-kemanusiaan, supaya ada keadilan, kesejahteraan, dan kedamaian di tanah Papua ini,” ujar Uskup You.
Peningkatan kesejahteraan
Pada kunjungan kerja di Papua kali ini, Wapres juga menaruh perhatian terhadap isu keamanan yang masih mengganggu di beberapa wilayah Papua. ”Walaupun hanya beberapa kabupaten, kita melihat itu sesuatu yang serius dan perlu dibicarakan, bukan untuk masa sekarang, melainkan untuk menciptakan keamanan dan ketenangan secara berkelanjutan,” ungkapnya.
Wapres mengemukakan bahwa peningkatan kesejahteraan di Papua diupayakan dari berbagai aspek, seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi. Di samping itu, pemerintah juga tetap mengedepankan pendekatan keamanan, guna memberikan jaminan perlindungan kepada seluruh masyarakat Papua dari segala macam gangguan keamanan.
Pada kunjungan kerja di Papua kali ini, Wapres juga menaruh perhatian terhadap isu keamanan yang masih mengganggu di beberapa wilayah Papua.
Pendekatan keamanan dilakukan pemerintah semata-mata untuk menjaga stabilitas sehingga implementasi program-program peningkatan kesejahteraan rakyat bisa berjalan secara lancar. ”Bukan untuk memerangi siapa-siapa, melainkanuntuk menjaga, memelihara, dan untuk juga mengawal supaya program kesejahteraan berjalan dengan baik,” ujar Wapres.
Untuk itu, daerah-daerah otonomi baru di Papua perlu dilengkapi dengan alat-alat negara untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat seperti kepolisian daerah. ”Kemudian juga mungkin penambahan kodam dalam rangka menjaga keamanan masyarakat, perlindungan lebih lagi,” tambahnya.
Saat memimpin rapat koordinasi BPP3OKP, Wapres juga memberikan berbagai arahan strategis mengenai upaya percepatan pembangunan Sentra Sarana dan Prasarana Pemerintah Provinsi di empat DOB Papua. Rapat ini juga membahas tentang Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Nomor 44 Tahun 2023 tentang Program Percepatan Pemenuhan Kebutuhan Guru Melalui Pendidikan Guru di Provinsi Papua.
Peraturan ini diterbitkan untuk melakukan percepatan pemenuhan kebutuhan guru serta pemenuhan kualifikasi akademik dan kompetensi pendididik di tanah Papua. Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbudristek Nunuk Suryani menjelaskan bahwa pemerintah menerapkan kearifan lokal, antara lain dengan kebijakan bahwa mayoritas tenaga pengajar di Papua merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA).
Sebagai upaya mewujudkan perdamaian di Papua, pemerintah telah menerbitkan RIPPP 2022-2041 yang berkomitmen mengatasi ketimpangan struktural dan ketidakadilan politik, sosial, dan ekonomi, serta melakukan pendekatan kultural. Untuk mengimplementasikan RIPPP tersebut, maka para pemangku kepentingan perlu merumuskan langkah-langkah yang konkret, tidak hanya sekedar wacana.
Langkah-langkah konkret diperlukan menuju perdamaian yang berkelanjutan di Papua. Untuk menjaga keamanan di Papua, perlu didukung dengan kegiatan dialog yang sifatnya membangun dan memacu keamanan di Papua. ”Langkah-langkah yang telah dirancang perlu didukung oleh dialog-dialog yang konstruktif bagi terwujudnya perdamaian di Papua,” jelas Wapres.
Wapres meyakini masyarakat Papua lebih mengenal karakteristiknya sendiri sehingga solusi permasalahan keamanan di Papua dapat dirumuskan melalui dialog dan diskusi yang dapat mengurai permasalahan yang terjadi. ”Saya ingin bahwa solusi itu adanya dari Papua sendiri. Saya kira orang Papua lebih tahu bagaimana menyelesaikannya untuk masalah keamanan,” tutur Wapres.
Namun, Wapres menegaskan bahwa dialog dengan kelompok-kelompok yang berseberangan akan terus dilakukan sepanjang dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. ”Kalau untuk bicara merdeka tentu tidak ada. Kalau merdeka itu harga mati, itu bukan solusi,” ujar Wapres.